ERA TECHNO-POSTMODERN: Rekonstruksi Rasionalitas Hijau Hitam dan Hijau Loreng

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam pidatonya pada peringatan lahirnya Himpunan Mahasiswa Islam 5 Februari 1948 di Yogyakarta mengemukakan bahwa HMI bukan hanya Himpunan Mahasiswa Islam, melainkan telah menjadi Harapan Masyarakat Indonesia. Selama masih ada “Hijau Loreng” (TNI) dan “Hijau Hitam” (HMI) maka selama itu NKRI akan tetap ada, Hijau Loreng dengan mentalnya, Hijau Hitam dengan intelektualnya.

Pernyataan Panglima Besar diatas berimplikasi pada banyak hal. Salah satunya mengenai pertarungan mempertahankan keutuhan dan kedaulatan NKRI oleh HMI dan TNI dari tangan penjajah maupun perongrong. Dimana sejak proklamasi kemerdekaan, rongrongan dari kolonial dan imperial serta gejolak masyarakat Indonesia kerap terjadi. Mulai dari Agresi Militer Belanda I di pulau Jawa dan Sumatera pada 21 Juli – 5 Agustus 1947, pemberontkan PKI di Kota Madiun 18 September 1948, Agresi Militer Belanda II pada 19-20 Desember 1948, dan peristiwa lainnya hingga tragedy 1965-1966.

Seyogyanya pertarungan selalu berantakan dan melibatkan kekerasan, pergolakan, ketidakpastian, dan hasil yang tidak terduga. Pertarungan modern mencoba mengatasi fakta irasionalitas pertarungan militer dan sipil berdasarkan disiplin, teknologi organisasi, dan struktur. Model tersebut melibatkan metode komando dan kontrol di mana mesin militer dan sipil senantiasa menang atas pasukan musuh berdasarkan pengawasan rasional dari medan pertarungan.

Pertarungan modern cocok dengan paradigma sistem modern, massal, birokratis, dan sangat terorganisir. Dalam pertarungan modern, negara modern yang tersentralisasi mengorganisir mesin militer yang dirasionalisasi untuk melawan mesin negara yang cenderung memiliki organisasi, struktur, institusi, dan strategi militer yang lengkap. Namun berbeda dengan kondisi Indonesia dari beraneka tragedi diatas, bahwa yang dimiliki oleh militer adalah rasionalitas dari sipil. Salah satu yang kuat ialah HMI dengan intelektualitas para kadernya.

Akan tetapi kita harus melihat bahwa telah terjadi pergeseran paradigma menuju pertarungan postmodern sejak 1990-an dengan melibatkan banyak praduga rasionalistik yang sama tentang pertarungan modern. Tujuannya masih untuk mengendalikan medan pertarungan, mendominasi musuh, dan mengembangkan mesin serta praktik hubungan baik antara sipil dan militer dalam memastikan keutuhan dan kedaulatan negara.
Dalam paradigma awal, konsep pertarungan postmodern mengambil alih dua prinsip teori postmodern yang mengarah pada pemikiran baru dan praktik militer.

Transformasi manusia oleh teknologi disertai dengan ledakan teknologi dan ledakan manusia serta virtualisasi realitas dalam sistem informasi berteknologi tinggi. Pertarungan postmodern melibatkan konsep baru tentang techno-war, memasukkan teknologi baru ke dalam setiap dimensi pertarungan mulai dari perencanaan hingga senjata dengan melibatkan lokasi pertarungan baru.

Tetapi paradigma pertarungan postmodern ini menghilangkan ciri-ciri tertentu dari teori postmodern yang semakin relevan untuk memikirkan kembali politik, pertarungan, dan kehidupan sosial pada momen kontemporer. Fragmentasi dan paradigma baru ilmu pengetahuan postmodern berdasarkan teori chaos dan kompleksitas.

Para ahli teori postmodern telah berbicara tentang fragmentasi masyarakat, tentang ambruknya batas-batas antara gender, ras, seksualitas, serta pengikisan batas-batas negara bangsa di dunia global, dan fragmentasi komunitas serta rekonstruksi identitas yang terfragmentasi di dunia maya. Pada saat yang sama, paradigma baru dalam ilmu postmodern telah menolak ilmu Cartesian dan Newtonian berdasarkan determinisme kausal, pemikiran dan prediksi linier, dan hukum ilmiah yang keras dan cepat untuk ilmu-ilmu baru teori chaos dan kompleksitas di mana “kenyataan” dipandang selalu bermutasi, mengubah, dan mengatur ulang dirinya sendiri dalam berbagai ruang realitas sosial dan pada berbagai tingkatan. Paradigma baru ini, terbentuk pengorganisasian diri dan konstruksi bersama alam, masyarakat, teknologi, dan kehidupan manusia menggantikan pemikiran kausal dan sains modernitas yang tetap.

Dari segi retrospeksi, tampak sebuah fantasi bahwa teknologi dan sistem informasi baru akan menghasilkan sistem sipil dan militer baru yang akan menggunakan teknologi untuk menjaga Negara dari rongrongan. Dalam “Pertarungan melawan teror”, dengan jaringannya yang selalu muncul dan berubah, seringkali tidak terlihat dan sulit dideteksi, taktik baru sedang dimainkan yang membutuhkan berpikir tentang intelijen militer, strategi dan organisasi.

Jenis militer baru pada era postmodern digital ini diperlukan untuk pertarungan kompleks yang terjadi di tingkat ekonomi, politik, dan budaya, serta medan pertarungan atau situs pemberontakan harus segera dikuasai. Lebih jauh, kondisi era ini menyiratkan penekanan betapa pentingnya rasionalitas, pengetahuan lokal, dan kemampuan berpikir serta bertindak kreatif sesuai untuk masa kini dan masa depan.

Cara berpikir baru seperti itu sangat relevan untuk perencanaan militer dan sipil setelah menghadapi “Pertarungan Teror” yang tidak dapat diprediksi dan dalam kaitannya dengan revolusi teknologi yang terus berkembang. Jaringan baru membutuhkan pemikiran dan strategi baru, serta medan pertempuran yang muncul lebih kompleks dan terus berubah membutuhkan pemikiran ulang postmodern tentang strategi militer yang sesuai dengan aspek dunia kontemporer.

Keharusan itu merupakan fantasi pencerahan dan dunia modern bahwa masyarakat akan menjadi lebih rasional, dicurigai untuk dikendalikan, dan bahwa kekuatan hierarkis terpusat seperti negara dan militer dapat mengendalikan realitas sosial yang tidak teratur dan memaksakan sistem rasional. Seperti yang ditunjukkan oleh perkembangan dunia global saat ini, realitas sosial menjadi lebih kompleks, masyarakat lebih terfragmentasi dan konfliktual, serta perkembangan di bidang ekonomi, politik, dan budaya menjadi lebih tidak dapat diprediksi.

Penulis : Al Mukhollis Siagian (Ketua Umum HMI Komisariat Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang)

- Advertisement -

Berita Terkini