HMI dalam Pusaran Demokrasi Islam

Breaking News
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Perbincangan seputar tema demokrasi menjadi hal yang menarik, terlebih jika dikaitkan dengan doktrin agama dalam hal ini Islam. Maka berbagai pertanyaan pun menyeruak; apakah demokrasi mendapatkan tempat yang layak dalam Islam?; apakah pesan-pesan demokrasi sesuai dengan ajaran Islam?; apakah Islam sendiri mempunyai aturan yang sama dengan demokrasi?; dan bagaimana respon para sarjana muslim terhadap isu demokrasi? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan coba disajikan dalam tulisan yang singkat dan sederhana ini.

Dalam Islam sendiri ada istilah yang hampir dekat dengan istilah demokrasi yakni shurā, akan tetapi keduanya ada perbedaan yang prinsip. Karena itu respon para sarjana Muslim pun beraneka ragam; ada yang menerima secara utuh istilah demokrasi, ada juga yang menentangnya, ada juga yang abu-abu—antara menentang dan menerima. Sedangkan dengan penerapan demokrasi di Indonesia, ternyata umat Islam Indonesia begitu menerima dan berhubungan positif dengan konsep demokrasi yang selama ini dianggap bertentangan dengan ajaran Islam oleh sebagian sarjana Islam.

Asal kata demokrasi adalah “demos”, sebuah kosa kata Yunani berarti masyarakat, dan “kratio” atau “krato” yang dalam bahasa Yunani berarti pemerintahan. Demokrasi secara etimologis berarti “pemerintahan oleh rakyat” (rule by the people). Dilihat dari sejarahnya, pertama kali, istilah ini digunakan sekitar lima abad sebelum Masehi. Sejatinya, jauh sebelum bangsa Yunani mengenal demokrasi. Para ilmuwan meyakini, bangsa Sumeria yang tinggal di Mesopotamia juga telah mempraktikkan bentuk-bentuk demokrasi. Konon, masyarakat India Kuno pun telah menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan mereka, jauh sebelum Yunani dan Romawi.

Demokrasi tumbuh begitu pesat ketika sampai masa renaissance, istilah ini digunakan untuk suatu sistem demokrasi langsung, yakni masyarakat secara langsung menempati posisi pemerintahan. Mereka berperan dalam seluruh aktivitas politik, legislatif, eksekutif, yudikatif dsb. Sejak dulu, sistem pemerintahan semacam ini ditentang oleh filsuf-filsuf besar. Di Indonesia sendiri demokrasi selalu muncul sebagai isu sentral dalam setiap episode sejarah peradaban manusia dan merupakan satu-satunya isu dan wacana yang mampu menyatukan cita ideal manusia sejagad karena wacana demokrasi mampu melintasi batas-batas geografis, suku bangsa, agama, dan kebudayaan.

Kondisi Pemerintahan yang tidak stabil pasca Kemerdekaan Republik Indonesia adalah kondisi yang menyebabkan Himpuan Mahaiswa Islam (selanjutnya disingkat HMI) di saat perang untuk mempertahankan kemerdekaan dimana seluruh bangsa berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Masyarakat dan mahasiswa bersatu untuk melawan imperialisme Belanda. Lahirnya HMI tidak terlepas dari hukum proses masyarakat, yaitu adanya differensiasi dengan integrasinya di dalam masyarakat setelah melalui masa-masa agrehasi. Himpunan Mahasiswa Islam ini berperan sebagai organisasi perjuangan.

Misi perjuangan HMI yang lahir berkat kondisi bangsa dan semangat pemuda saat itu menjadi refleksi perjuangan HMI Saat ini, HMI dikenal memiliki kader-kader yang berjiwa kritis dan militan, hal tersebut telah membuat HMI menjadi salah satu Organisasi yang sangat dikenal di masyarakat, Perjuangan HMI dimasa lalu dan sekarang tentunya memiliki alur perjuangan yang berbeda jika berdasarkan pada Nilai Dasar Perjuangan dan kondisi Indonesia saat ini.

Demokrasi sudah menyetubuhi semua politik politik kontemporer dengan pengertian dan definisi yang sangat variatif. Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah. Memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang berbeda-beda. Bila merujuk pada pengertian dalam bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society, juga berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun Nabi Muhammad SAW pada tahun 622 M. Masyarakat madani juga mengacu pada konsep tamadhun (masyarakat yang beradaban).

Pertanyaan kemudian adalah bagaimana pandangan HMI mengenai masyarakat. Sudah jelas dalam tujuan HmI itu sendiri yang berbunyi “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah Subhanahu Wa Ta‟ala.” Tujuan ini mengandung kualitas manusia yang baik. Jenis manusia yang diinginkan HMI mampu dimiliki oleh kader-kadernya. Lima kualitas itu adalah kualitas insan akademis, pencipta, pengabdi, bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atau yang kita kenal dengan 5 kualitas insan cita. Insan cita HMI merupakan dunia cita ideal yang ingin diwujudkan oleh HmI dalam pribadi seseorang manusia beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan.

Dalam Tafsir Tujuan HMI, insan cita memiliki beberapa kualitas pribadi, yang pada pokoknya merupakan gambaran “man of future“ insan pelopor yaitu insan yang berpikiran luas dan berpandangan jauh, bersifat terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara operatif bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan. Ideal tipe dari hasil perkaderan HmI adalah “man of inovator” (duta-duta pembaharu) (Mukhlison, 2018). Penyuara “idea of progress”. Insan yang berkepribadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur, tidak takabur dan bertaqwa kepada Allah SWT. Mereka itu manusia- manusia yang beriman, berilmu, dan mampu beramal saleh dalam kualitas yang maksimal (insan kamil).

Nurcholis mengatakan bahwa tantangan masa depan demokrasi di negera Indonesia ini adalah bagaimana mendorong berlangsungnya proses-proses yang diperlukan untuk mewujudkan nilai-nilai madani (Jamaluddin, 2018). Dalam kaitan ini dengan mengutip beberapa sumber kontemporer Nurcholis mewujudkan beberapa titik penting pandangan demokratis yang harus menjadi pandangan hidup bagi masyarakat yang ingin mewujudkan cita-cita demokrasi dalam wadah yang disebut masyarakat madani, civil society. Pandangan-pandangan tersebut diringkas sebagai berikut :

1) Pentingnya Kesadaran kemajuan atau pluralisme. 2) Berpegang teguh pada prinsip musawarah. 3) Menghindari bentuk-bentuk monolitisme dan absolutisme kekuasaan. 4) Cara harus sesuai dengan tujuan sebagai lewan dan tujuan mengahalalkan segala cara. 5) Meyakini dengan tulus bahwa kemufakatan merupakan hasil akhir musyawarah. 6) Memiliki perencanaan yang matang dalam memenuhi basic needs yang sesuai dengan cara-cara demokratis. 7) Kerjasama dan sikap antar warga masyarakat yang saling mempercayai. 8) Pendidikan demokrasi yang live ini dalam sistem pendidikan. 9) Demokrasi merupakan proses trial and error yang akan menghantarkan pada kedewasaan dan kematangan.

Dengan demikian, untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara menuju peradaban baru Indonesia, negeri adil terbuka, maka demokrasi tersebut harus dibangun dengan seefektif mungkin (Mubarak & Bakar, 2018). Upaya membangun masyarakat madani (civil society) yang berperadaban dan maju sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia untuk mencapai totalitas reformasi yang damai dan aman tanpa kekerasan dan kerusuhan, harus kita yakini bisa dicapai selama seluruh komponen bangsa punya sense of action terhadap hal itu. Kita berangkat dari pemahaman yang sungguh-sungguh bahwa reformasi bukanlah anarkisme dan chaos.

Penulis : Pangeran Muhammad Syarif Siregar (Peserta Advance Training HMI Badko Riau-Kepri)

Berita Terkini