MUDANEWS.COM – Pantun, adalah singkatan dari Sopan Santun. Demikian disampaikan OK Syahril di awal sambutannya saat zoom meeting ke 3 tentang pantun. Kepala Balai Bahasa Provinsi Maluku itu, menyambut baik diskusi pantun tanggal 19 Februari 2021. Di Ambon, pantun sudah lama dikenal pada suku tertentu. Sampiran pantunnya tentu berbeda dengan Pantun Sumatera. Pantun lama sudah dikaji, ternyata memiliki unsur ethnomedicine pada sampirannya. Contohnya;
Pisang emas bawa berlayar
Masak sebiji di atas peti
Mengapa pisang emas yang dipilih? Karena para pelaut dahulu menemukan, bahwa pisang emas itu dapat mencegah dan meredakan mabuk laut. Pisang emas lebih tahan lama dibanding pisang lain. Masaknya pun biasanya sebiji-sebiji.
Telangkai senior Sumut, Alamsyah menguraikan tentang logika, dinamika, estetika, dan etika dalam pantun. Kata yang membentuk kalimat pantun harus rasional dalam arti untuk menjalin rima. Dapat diubah dinamis sesuai lingkungan di mana pantun diciptakan. Diksi dan susunan kata harus indah dan enak didengar bunyinya. Dan yang terpenting harus beretika, tidak menyinggung SARA dan pribadi seseorang, walaupun tujuannya menyindir. Tujuan pantun telangkai adalah sebagai hiburan, semua pihak senang, serta melestarikan budaya.
Di akhir acara, Alamsyah dan Syahrial Fadhly menampilkan contoh berbalas pantun acara adat perkawinan Melayu, Hempang Batang dengan pantun-pantun yang segar dan menarik.
Peserta diskusi dari berbagai daerah, seperti Perlis, Malaysia, Padang, Jakarta, Binjai, Pekanbaru, Ambon, dan Medan. Sebagai moderator, dr. Agusnadi Talah, Sp.A, dokter senior spesialis anak, filatelis, mantan pejabat kesehatan Langkat dan Binjai. Kini ia “terlanjur” jadi penggemar pantun.
Oleh : Umar Zein
Medan, 20 Februari 2021