Husnul Khatimah dengan Maher dan Kang Jalal

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Jarak waktu wafatnya Maher dan Kang Jalal selang seminggu. Fikrah dan harakah saya berbeda dengan Maher dan Kang Jalal. Saya mengkritik dan menyerang Maher ketika Maher melecehkan Habib Luthfi. Saya mendukung upaya hukum atas kasus tersebut.

Akan tetapi saat Maher meninggal dunia, saya turut mengucapkan bela sungkawa. Mendo’akan dan membaca al-Fatihah untuk-nya. Saya mengkritik buzzers HTI yang mempolitisir kematiannya. Karena bagaimanapun, saya secara pribadi mau husnul khatimah dengan Maher.

Dengan Kang Jalal pun demikian. Saya sunni, Kang Jalal syi’i. Saya paham ikhtilaf sunni dengan syi’i. Saya tahu bagaimana pandangan syi’i terhadap para istri dan sahabat Nabi SAW.

Saya kecewa Kang Jalal membuat Ijabi. Karena Kang Jalal tidak netral lagi. Saya pernah ikut pengajian Ijabi yang diisi Kang Jalal di masjid belakang rumahnya dan di rumahnya di Kiaracondong Bandung. Saya berhenti ikut ngaji dengan Kang Jalal karena Kang Jalal ngajak ikut acara Idul Ghadir di TMII. Ada acara simbolis membai’at ulang Imam Ali. Menurut saya masalah kepemimpinan umat pasca Nabi SAW sudah selesai. Tidak perlu dibahas lagi.

Meskipun demikian, secara pribadi saya mau husnul khatimah dengan Kang Jalal. Saya buat tulisan apresiasi dan testimoni saya terhadap Kang Jalal. Saya sejujurnya telah terinspirasi oleh buku Kang Jalal; Islam Alternatif dan Islam Aktual. Saya mengambil 3 ajaran Kang Jalal dari 2 buku itu yang menjadi prinsip hidup saya sampai sekarang.

Rahasia hati Maher dan Kang Jalal hanya Allah swt yang tahu. Diterima atau tidak amal keduanya, terserah Allah SWT Sang Pencipta keduanya. Urusan kita dengan kedua almarhum secara lahiriah sudah selesai.

Sangat disayangkan, sekelompok orang begitu benci kepada kedua almarhum. Keduanya menjadi sasaran umpatan, sumpah serapah. Hubungan mereka su’ul khatimah dengan kedua almarhum. Dengan alasan aqidah dan syari’ah. Atas nama taat kepada Allah SWT dan ittiba’ sunnah Rasul SAW.

Begitulah kaum yang “taat” sebatas penampilan lahiriah, tidak mengenal rahasia ilahiyah di balik yang tampak. Bahkan rahasia di dalam diri mereka sendiri. Mereka tidak sadar, nyinyiran mereka menyingkap penyakit hati mereka sendiri. Merasa taat padahal maksiat.

Kata Syaikh Ibnu ‘Athaillah: “Bagian nafsu dalam maksiat tampak jelas dan bagiannya dalam taat, tersembunyi lagi samar.”Keinginanmu agar orang mengetahui keistimewaanmu adalah bukti ketidaktulusan dalam ubudiyahmu.”

Salah satu bentuk menunjukkan keistimewaan diri sendiri dengan nyinyirin aib, kekurangan dan kelemahan orang lain. Itu pun belum tentu benar, karena masih anggapan berdasarkan penglihatan mata kepala dan pendengaran dua telinga.

Nyinyirin amal orang lain, menunjukkan ada nafsu yang menimpali amal shalih kita selama ini. Syaikh Zarruq menerangkan, “nafsu merasa senang menganggap diri telah melakukan penyucian jiwa (tadzkiyatun nafs), nafsu senang merasa nikmat memperhatikan kekurangan orang lain yang secara otomatis mengangkat perasaan dirinya dan mengokohkan keangkuhannya”

Selanjutnya, kata Syaikh Zarruq, “bagian nafsu dalam ketaatan bersifat lebih batini, sangat lembut tersembunyi sehingga susah terdeteksi dengan baik dalam bentuk perbuatan maupun pikiran. Kadang-kadang ketaatan memberi kesenangan kepada nafsu sebagaimana kemaksiatan.”

Nafsu dalam ketaatan sangat halus, lembut, samar dan tersembunyi. Sulit dideteksi kecuali oleh orang yang mendapatkan pertolongan dari Allah swt. Kata Syaikh Ibnu ‘Athaillah: “Sungguh sulit menyembuhkan penyakit yang samar dan tersembunyi”.

Merasa sudah “taat” dan menganggap orang lain “ahli maksiat” dari penampilan fisiknya, menurut Syaikh Zarruq merusak jiwa karena tiga alasan: karena ia menganggap suci jiwanya dengan melihat keutamaan dirinya sendiri, menyempitkan rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya dan menyakiti hamba-hamba Allah dengan merusak hijab yang menutupi rahasia mereka.

Oleh : Ayik Heriansyah – LD PWNU Jabar

- Advertisement -

Berita Terkini