Sektarianisme dan Sektarianistik Terkait Pemilihan Kapolri

Breaking News

- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Sebagai ormas bentukan Orde Baru, Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus menunjukkan perlawanan dan “nyinyir” pada pemerintahan RI paskareformasi. Terkesan dia mewakili suara keluarga Cendana – karena beberapa pengurusnya dikenal orang dekat Cendana.

Selain membisniskan label Halal, menghasilkan pundi – pundi uang yang pengelolaannya tidak transparan, akuntabilitas tak jelas – MUI menjadi basis / pangkalan perlawanan pada pemerintah dan istana.

Meski telah ada pergantian beberapa pengurusnya, baru – baru ini, MUI masih terus mengobarkan isu – isu sektarian. Cenderung menjadi parasit yang merongrong NKRI.

Sektarian dan sektarianisme adalah pandangan, sikap dan paham yang mengutamakan golongan tertentu dan mengabaikan dan merendahkan golongan lain.

Menurut kamus (KBBI) sek·ta·ri·an /séktarian/ a. 1 berkaitan dengan anggota (pendukung, penganut) suatu sekte atau mazhab; 2. picik, terkungkung pada satu aliran saja.

Terbaru, MUI yang mempersoalkan agama yang dianut oleh calon Kapolri, Irjen Pol Drs Listyo Sigit Prabowo MSi yang diketahui merupakan penganut Katolik.

Tentu saja disampaikan secara tersamar, tak disebut langsung masalah agama dan sosok yang dimakaud. Tapi mudah dibaca arahnya ke sana.

Dikutip dari laman CNN Indonesia, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menunjuk “sosok yang bisa diterima masyarakat secara luas” sebagai pengganti Kapolri Jenderal Idham Azis.

Dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/1), Anwar Abbas meminta presiden mempertimbangkan “mana yang lebih besar maslahat dan manfaatnya bagi bangsa dan negara,” katanya.

Anwar Abbas menyarankan hendaknya Jokowi memilih seseorang “bukan hanya berdasarkan pertimbangan kedekatan, loyalitas dan profesionalitas saja”.

Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo yang kini menjabat Kabareskrim Polri pernah menjadi ajudan Jokowi. Dia mengawal nomor satu di istana sejak akhir Oktober 2014 lalu.

Tokoh Muhammadiyah di MUI ini berpendapat, belakangan ini hubungan antara pemerintah dan umat Islam agak terganggu lantaran sebagian orang ada yang menganggap muncul “praktik kriminalisasi terhadap ulama,” katanya.

Meskipun, pemerintah telah berulang kali menegaskan tak ada kriminalisasi, akan tetapi – lanjut Anwar – sikap dan pandangan semacam itu tidak boleh dianggap enteng oleh pemerintah, katanya.

“Karena dia bisa menjadi seperti api di dalam sekam, apalagi kalau seandainya sebagian besar umat Islam merasa terus menerus disakiti dan dikecewakan,” ucap dia bernada mengancam.

Menko Polhukam Mahfud MD sebelumnya dengan tegas menyatakan “tidak ada kriminalisasi ulama”. Rizieq Shihab ditahan karena kasus kerumunan, pelanggaran prokes Covid-19, Soni Eranata alias Maaher At-Thuwailibi dibui karena ujaran kebencian dan Bahar Smith karena penganiayaan. Sedangkan ustadz Abubakar Ba’asyir terseret kasus terorisme.

“Sebagai anak bangsa saya khawatir penunjukan Kapolri baru bila salah pilih akan melahirkan reaksi yang tidak baik bagi perkembangan kehidupan bangsa ke depannya,” papar Anwar Abbas bernada mengompori.

Muhamadiyah adalah ormas Islam modern. Namun pandangan para petingginya dalam berbangsa dan bernegara cenderung puritan, fundamentalistik. Sektarianis.

Amin Rais, Din Syamsuddin dan Anwar Abbas termasuk di antara itu.

Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) telah menyerahkan lima nama calon kandidat Kapolri Pengganti Jenderal Idham Azis. Kelimanya merupakan jenderal bintang tiga alias berpangkat Komisaris Jenderal (Komjen).

Mereka adalah Kepala Badan Reserse Kriminal Komjen Listyo Sigit Prabowo, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar, Kabaharkam Komjen Agus Andrianto, serta Kalemdikpol Komjen Arief Sulistyanto.

Lima kandidat itu diseleksi dan diajukan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai pengganti Jendral Idham Azis.

Pada akhirnya Jokowi memilih Drs Listyo Sigit Prabowo, MSi sebagai calon tunggal. Kabareskrim ini segera menjalani uji kelayakan dan kepatutan (“fit and proper test”) di DPR.

Lahir di Kota Ambon, Maluku, tanggal 5 Mei 1969, Drs Listyo Sigit Prabowo, MSi lulus Akademi Kepolisian 1991, melesat karirnya sejak menjadi Kapolresta Solo pada 2011.

Dalam perjalanan karirnya sebagai “hamba wet”, Sigit pernah menangani kasus bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), Kepunton, Solo, Jawa Tengah.
Terakhir Komjen Sigit membongkar upaya menyelundupkan buronan Djoko Tjandra ke tanah air. Dia menangkap buronan selama belasan tahun dalam kasus cessie Bank Bali.

Dari terbongkarnya kasus konglomerat Joko Chandra terseret juga koleganya, tiga jendral polisi aktif yang terlibat hingga hilang jabatan, dimutasi dan masuk bui.

Sebelum menjadi Kabareskrim, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo pernah menjadi menjadi Kapolda Banten.

Pada 2018, Listyo Sigit naik pangkat menjadi Irjen dan dipromosikan menjadi Kabareskrim.

Posisi Kabareskrim sebelumnya dijabat Idham Azis, yang diangkat Jokowi menjadi Kapolri.

Pencalonan Komjen Listyo Sigit selaku Kapolri telah mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak.

Dari kalangan dewan, Wakil Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengatakan, dinamika soal pejabat non muslim adalah suatu hal yang biasa terjadi.

“Yang pasti polri adalah lembaga negara bukan lembaga dakwah, jadi (Polri) yang di dalamnya macam-macam agama,” ucap Sahroni saat dihubungi VIVA.

Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid menambahkan, Indonesia sebagai negara Pancasila, semua warga negara memiliki hak dan kedudukan yang sama.

“Jadi jangan jadikan agama sebagai sumber masalah. Mari kita gunakan agama sebagai sumber persatuan, kesatuan dan kerukunan,” ucap Jazilul.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud menilai Komjen Listyo sebagai tunggal calon Kapolri sudah melalui pertimbangan matang Presiden Joko Widodo (Jokowi).

KH Marsudi menekankan, pihaknya tak mempermasalahkan latar belakang Listyo Sugit meskipun non-muslim. Menurutnya, latar belakang agama tak bermasalah berdasarkan undang-undang dan hukum.

Menurut dia yang terpenting dalam pengangkatan pembantu Presiden adalah amanah, kafaah dan kifayah. “Tiga hal ini yang penting,” kata KH Marsudi, Kamis (13/1/2021).

Hampir pasti jadi Kapolri, dia bukan Jenderal non muslim satu satunya yang memimpin korps Bhayangkara. Jendral Widodo Budidarmo, Kapolri tahun 1974 – 1978 juga dikenal sebagai penganut Kristen.

Semboyan NKRI harga mati dan “Indonesia milik semua agama” telah disepakati masyarakat tapi sikap – sikap sektarianistik dan sektarianisme, anti keberagaman, masih dirawat demi politik dan kekuasaan sesaat.

Ironisnya pernyataan sektarianistik disampaikan oleh ormas besar yang mewadahi para ulama – notabene kumpulan orang orang yang dianggap “berilmu”.

Oleh : Supriyanto Martosuwito

Berita Terkini