Di Balik Cengkeraman Komunis

Breaking News

- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Benarkah komunis masih eksis dalam kancah perpolitikan saat ini? Atau hanya isapan jempol belaka? Bukankah poros dunia dari sejak perang dunia kedua terbagi dua antara orang-orang kiri yaitu komunis yang diwakili oleh Uni Soviet kini di wakili oleh Tiongkok dibawah kepemimpinan Xi Jinping.

Lalu poros kanan yaitu orang-orang Kapitalis yang masih diwakili oleh USA (United States of America). Dua poros ini tak ada habisnya bertengkar demi keuntungan perekonomian negeri mereka. Bahkan kadang menggunakan politik-politik luar negeri untuk mengambil keuntungan di negeri yang memiliki sumber daya yang menguntungkan.

Komunis adalah pemahaman yang menafikan agama sebagai panduan hidup, baik dari segi politik, sosial dan agama. Komunis sebagai ideologi dicetuskan oleh Karl Marx sebagai bentuk kekecewaan dominasi sistem Kapitalis yang bekerja sama dengan dogma gereja dalam menguras keringat kaum pekerja dengan sistem yang menindas. Konsep komunis sebagai sosialisme sebenarnya tidak bisa dibilang baik, karena konsep ini sangat tidak cocok di negeri dunia ketiga seperti Timur Tengah ataupun wilayah Asia Tenggara yang di dominasi oleh orang-orang menganut agama.

Dalam konteks Indonesia, bisakah Komunis eksis lagi setelah di bubarkan oleh pemerintah melalui Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, pada pasal II yang berbunyi :

“Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan paham atau ajaran tersebut, dilarang.”

Dengan adanya TAP MPRS tersebut seharusnya Komunis tidak bisa eksis lagi di Indonesia. Tetapi kenyataannya berbeda, negeri ini yang katanya punya sikap politik Non-blok, nyatanya berblok-blok. Indonesia seperti ladang bagi kapitalis dan komunis. Kita ambil contoh sikap pemerintah Indonesia terhadap Muslim Uighur, dominasi investasi asing di negeri ini membuat Indonesia lemah dan “melempem” menghadapi kejamnya pemerintah Xi Jinping. Mungkin pengaruh pemerintah Tiongkok terhadap Indonesia membuat Indonesia lupa bahwa dalam UUD 45 sejatinya menolak bentuk penjajahan manusia di muka bumi.

Memang menjadi perdebatan ditengah masyarakat apakah PKI (Partai Komunis Indonesia) bisa eksis lagi di masyarakat. Penulis berpendapat bisa jadi tidak mungkin PKI tidak bisa berdiri lagi di Indonesia secara lembaga kepartaian, tetapi secara kebijakan Politik Negeri ini berporos pada investor Tiongkok, apa bedanya? Walaupun PKI nya tidak muncul, tapi Komunisnya mencengkram dibalik kebijakan-kebijakan di Indonesia.

Indonesia harusnya bisa mandiri, tidak terpengaruh Kapitalis ataupun Komunis yang sejatinya sangat tidak bisa dijadikan landasan dalam membuat kebijakan politik. Indonesia harus paham mengenai Pancasila dan UUD 45 mengenai Ketuhanan dan Keadilan. Pancasila bunyi yang pertama sudah menafikan paham komunis, sedangkan bunyi yang kelima menafikan paham kapitalis yang menolak segala eksploitasi kerja, maka Indonesia menuntut keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tapi mirisnya, Indonesia saat ini tidak mampu mandiri, banyak yang mengaku pancasilais, tapi tak pernah berlaku Pancasilais. Maka benarlah Pernyataan Rocky Gerung mengenai tidak ada satupun orang Pancasilais termasuk Presiden sekalipun.

Inilah fatamorgana pemikiran Politik yang “kacau” dari pemerintah, yang sejatinya bisa mandiri dalam ekonomi dan kebijakan politik tapi selalu ada saja yang “menyetir” demi kepentingan entah siapa. Indonesia negara yang hebat dan besar, Tiongkok seharusnya tak boleh mengintervensi kebijakan-kebijakan politik pemerintah Indonesia.

Ketika Palestina dan Rohingya di bantai, Indonesia lantang menyuarakan kecaman_walau tak ada tindakan real juga_. Tapi ketika Uighur dibantai, perwakilan Indonesia yang hadir kesana disuguhi Topeng, tapi dengan tanpa kritik perwakilan tersebut percaya bahwa tak ada masalah kemanusiaan disana.

Yaa inilah negeriku, negeriku hilang esensi, hilang mengerti arti kemanusiaan, hingga dicengkeram sana sini, menjual idealisme bernegara dan tak mampu berdiri sendiri.

Oleh : Januari Riki Efendi
(Mahasiswa Pascasarjana UINSU Jurusan Pemikiran Politik Islam dan Pegiat Literasi)

Berita Terkini