Red Flag di Kampus sebagai Institusi Pendidikan: Tanda Bahaya bagi Dunia Akademik

Breaking News
- Advertisement -

 

Anton Christanto,Pemerhati dan Pengamat Sosial dan Politik di Boyolali

Mudanews.com OPINI – Ketika kita berbicara tentang “red flag”, istilah ini sering kali terhubung dengan hubungan pribadi seperti dalam konteks pacaran, pernikahan, atau persahabatan. Namun, apakah kita pernah berpikir bahwa red flag juga bisa ditemukan di institusi pendidikan, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam mencetak pemimpin masa depan? Kampus sebagai tempat untuk mencari ilmu, berkembang, dan mengasah kemampuan intelektual, ternyata juga bisa menunjukkan tanda-tanda “red flag” yang menggambarkan kegagalan dalam menjalankan fungsi edukasi dengan integritas. Red flag di kampus tidak hanya mencoreng reputasi perguruan tinggi tersebut, tetapi juga merusak kualitas pendidikan itu sendiri.

1. Red Flag di Universitas Indonesia (UI)
Salah satu contoh nyata dari red flag di dunia pendidikan dapat kita temukan di Universitas Indonesia (UI). Bahlil Lahadalia, yang kini menjabat sebagai Menteri Investasi Indonesia, menjadi sorotan ketika ia diterima sebagai mahasiswa doktoral di UI. Apa yang menjadi keprihatinan adalah penggunaan jasa “joki” dalam penulisan risetnya yang jelas melanggar integritas akademik. Masalah muncul ketika promotor yang seharusnya bertanggung jawab atas kualitas riset mahasiswa tersebut, tidak mampu mendeteksi kecurangan ini. Lebih ironisnya lagi, setelah terungkap bahwa ada kecurangan, alih-alih mengeluarkan mahasiswa tersebut, UI hanya memintanya untuk memperbaiki hasil penelitiannya. Sidang ujian yang seharusnya menjadi ajang untuk mengevaluasi kualitas riset justru berubah menjadi seremonial tanpa substansi yang jelas. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kualitas pengawasan akademik di kampus-kampus besar di Indonesia.

2. Red Flag di Universitas Airlangga (Unair)
Selain UI, Universitas Airlangga (Unair) juga tidak terlepas dari kritik terkait praktik-praktik yang merusak kepercayaan publik terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), anak dari Presiden ke-6 Indonesia, mendapatkan gelar doktor dengan nilai hampir sempurna di Unair. Namun, dalam disertasinya, ditemukan bahwa data yang disajikan sudah dibahas di Wikipedia dan tidak ada kontribusi baru dalam penelitian tersebut. Lebih mengejutkan lagi, AHY berhasil memperoleh gelar doktor tanpa melakukan publikasi ilmiah internasional, yang sejatinya menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor di banyak universitas ternama. Fenomena seperti ini tidak hanya merusak kredibilitas individu yang bersangkutan, tetapi juga mencoreng nama baik institusi yang memberi gelar tersebut.

3. Fenomena Perjokian Tesis dan Disertasi: Isu yang Kian Merajalela
Fenomena perjokian tesis dan disertasi bukanlah hal yang baru. Praktik ini telah menjadi “open secret” di berbagai kampus di Indonesia, di mana mahasiswa membayar pihak lain untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik mereka. Dalam banyak kasus, perjokian ini mencakup penulisan tesis, disertasi, hingga ujian akhir. Ini mencerminkan ketidakadilan yang terjadi di dalam dunia akademik, karena mahasiswa yang memiliki akses dan dana lebih mampu membeli gelar tanpa melewati proses yang semestinya. Praktik ini menciptakan ketidaksetaraan di antara mahasiswa, karena mereka yang tidak memiliki akses ke dana atau jaringan tertentu akan kesulitan bersaing di dalam dunia akademik. Lebih buruk lagi, fenomena ini memperburuk kualitas pendidikan dan merusak kredibilitas perguruan tinggi.

4. Penyebab dan Faktor yang Mendorong Red Flag di Kampus
Red flag di kampus terjadi karena berbagai alasan yang saling terkait. Salah satunya adalah lemahnya pengawasan internal dan eksternal dalam dunia akademik. Banyak kampus yang tidak memiliki sistem yang transparan dan tegas untuk mengawasi dan menindak praktik kecurangan akademik. Selain itu, ada juga budaya yang berkembang di beberapa kampus yang menganggap bahwa “koneksi” lebih penting daripada kualitas riset itu sendiri. Dalam banyak kasus, faktor-faktor seperti nepotisme dan politik kampus turut berperan dalam memperburuk kondisi ini. Ketika individu dengan pengaruh kuat atau koneksi tertentu memperoleh gelar tanpa memenuhi standar akademik yang sebenarnya, itu menjadi tanda bahwa ada masalah yang lebih besar dalam sistem pendidikan kita.

5. Dampak Red Flag di Kampus
Dampak dari adanya red flag di kampus sangat besar dan menyebar luas ke berbagai aspek. Dampak pertama adalah merusaknya reputasi perguruan tinggi. Ketika publik mengetahui bahwa sebuah universitas meluluskan mahasiswa dengan cara yang tidak sah, masyarakat akan meragukan kredibilitas dan kualitas pendidikan yang ditawarkan oleh institusi tersebut. Kedua, red flag ini merugikan mahasiswa lain yang bekerja keras untuk mencapai gelar mereka dengan cara yang benar dan jujur. Mereka yang mendapatkan gelar dengan cara curang akan kesulitan dalam mengaplikasikan ilmu mereka di dunia nyata, yang pada akhirnya dapat merugikan sektor profesional di mana mereka bekerja. Ketiga, red flag ini juga berdampak pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Ketika gelar akademik tidak lagi dihargai karena dipandang mudah didapatkan dengan cara-cara yang tidak sah, maka nilai dari pendidikan itu sendiri akan turun.

6. Solusi untuk Mengatasi Red Flag di Kampus
Mengatasi red flag di kampus memerlukan reformasi mendasar dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Berikut adalah beberapa solusi yang bisa diterapkan:

a. Peningkatan Pengawasan Internal
Perguruan tinggi harus memiliki sistem pengawasan yang lebih ketat dan transparan dalam setiap tahap akademik. Pengawasan ini harus mencakup seluruh aspek, mulai dari penerimaan mahasiswa, proses riset, hingga ujian akhir. Kampus perlu memiliki sistem yang memungkinkan deteksi dini terhadap praktik kecurangan atau perjokian, serta memberikan sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang terlibat.

b. Peningkatan Kualitas Dosen dan Promotor
Dosen dan promotor memiliki peran penting dalam menjaga kualitas akademik di perguruan tinggi. Oleh karena itu, perguruan tinggi harus memastikan bahwa dosen dan promotor tidak hanya memiliki kemampuan akademik yang mumpuni, tetapi juga integritas yang tinggi. Pelatihan dan pengembangan bagi dosen dan promotor untuk memahami pentingnya menjaga integritas akademik perlu dilakukan secara rutin.

c. Penerapan Standar Akademik yang Ketat
Perguruan tinggi perlu menetapkan standar akademik yang ketat, terutama terkait dengan publikasi ilmiah. Setiap mahasiswa yang ingin mendapatkan gelar doktoral harus diwajibkan untuk mempublikasikan hasil riset mereka di jurnal internasional yang terindeks. Selain itu, setiap disertasi atau tesis harus melalui proses evaluasi yang objektif dan independen.

d. Penguatan Budaya Akademik yang Berintegritas
Penting untuk membangun budaya akademik yang mengedepankan integritas dan kejujuran. Ini bisa dilakukan dengan menyosialisasikan nilai-nilai integritas akademik sejak mahasiswa baru memasuki perguruan tinggi. Kampus juga harus memiliki mekanisme yang jelas bagi mahasiswa untuk melaporkan kecurangan atau pelanggaran akademik tanpa takut akan pembalasan.

e. Penyuluhan tentang Peran dan Tanggung Jawab Akademik
Kampus juga perlu memberikan pendidikan kepada mahasiswa mengenai peran dan tanggung jawab mereka dalam menjaga kualitas pendidikan. Mahasiswa harus diberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai etika akademik, dampak dari praktik kecurangan, dan bagaimana cara berkontribusi secara positif dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

7. Kesimpulan
Red flag di kampus bukanlah masalah yang sepele. Praktik perjokian tesis dan disertasi, serta ketidaktransparanan dalam proses akademik, mencerminkan kegagalan sistem pendidikan dalam menjaga kualitas dan integritas. Untuk itu, perlu ada perubahan sistemik dan kebijakan yang lebih tegas dalam menanggapi isu ini. Integritas akademik harus dijaga dengan ketat untuk memastikan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga beretika dan bertanggung jawab. Red flag ini menjadi peringatan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia harus terus diperbaiki agar tidak tergerus oleh praktik-praktik yang merusak kredibilitas dunia akademik.

Berita Terkini