Scroll Lebih Menarik Dari Baca Buku? Krisis Literasi di Kalangan Mahasiswa Krisis

Breaking News
- Advertisement -

Oleh: Clara Kartika Baiduri dan Wita Nadya.

Membaca merupakan bagian penting dalam membentuk konstruksi berpikir dan kedalaman analisis manusia khususnya mahasiswa. Namun, perkembangan zaman justru menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam budaya membaca di kalangan mahasiswa Indonesia.

Menurut Yusdianti et al. (2024), dalam tulisannya yang berjudul mahasiswa cenderung mengabaikan kegiatan membaca karena lebih tertarik pada aktivitas digital yang bersifat hiburan, seperti bermain media sosial dan menonton video pendek.

Faktor utama yang memengaruhi penurunan ini adalah dominasi media digital yang menyajikan informasi secara cepat dan instan. Konten-konten tersebut memang menarik, tetapi tidak cukup memberi ruang bagi pengembangan pemikiran mendalam.

Seperti yang dikemukakan Hasan (2024), “Media sosial telah menjadi pengalih perhatian utama mahasiswa dari aktivitas membaca buku, jurnal, dan sumber ilmiah lainnya.” Selain itu, ketersediaan informasi dalam bentuk ringkasan atau video singkat memperkuat kecenderungan berpikir praktis dan dangkal.

Budaya akademik di perguruan tinggi pun turut berperan. Banyak mahasiswa menyelesaikan tugas bukan berdasarkan hasil bacaan mendalam, melainkan dari pencarian cepat di internet. Rasyidi (2020) mencatat bahwa lemahnya budaya diskusi dan penghargaan terhadap bacaan di kampus menyebabkan mahasiswa hanya membaca untuk keperluan tugas, bukan karena kebutuhan intelektual. Hal ini berdampak langsung pada kualitas penulisan akademik mahasiswa, yang kerap minim argumentasi dan analisis kritis.

Krisis minat baca juga mempengaruhi daya saing mahasiswa dalam dunia akademik global. Tanpa kebiasaan membaca, mahasiswa akan kesulitan mengembangkan gagasan baru dan memahami konteks keilmuan secara menyeluruh. Yusdianti menegaskan bahwa rendahnya minat baca menghambat proses pembelajaran berbasis riset dan berdampak pada capaian akademik.

Mengatasi permasalahan ini tidak bisa dilakukan secara instan. Perguruan tinggi harus mulai merevitalisasi peran perpustakaan dengan menyediakan akses digital yang luas dan nyaman. Literasi informasi harus menjadi bagian dari kurikulum setiap program studi agar mahasiswa mampu menelusuri dan mengevaluasi bacaan secara kritis. Hasan (2024) menyarankan adanya gerakan literasi kampus seperti kelompok baca, diskusi buku, atau klub resensi sebagai strategi membangkitkan kembali minat baca.

Dengan demikian, menurunnya minat baca mahasiswa adalah tantangan serius dalam dunia pendidikan tinggi. Perlu sinergi antara dosen, institusi pendidikan, dan mahasiswa itu sendiri untuk menumbuhkan kembali budaya baca yang mendalam, kritis, dan berkelanjutan. (*)

Tulisan ini dibuat oleh mahasiswa Pendidikan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Universitas Negeri Medan (UNIMED) dan tidak mewakili pandangan redaksi Mudanews.com

Berita Terkini