MUDANEWS.COM – Pada hari ini, Kamis, 20 Mei 2021, kita memperingati sekaligus merayakan Hari Kebangkitan Nasional. Harkitnas kali ini memiliki arti penting dan makna yang sangat dalam bagi bangsa Indonesia, di tengah pusaran politik nasional dan global yang tengah mengguncang sejumlah negara dan krisis nasionalisme di dalam negeri.
Memperingati Kebangkitan Nasional adalah momentum untuk mengobarkan kembali Nasionalisme – ketika sebagian bangsa kita telah menjadi Kadrun – Taliban – antek Timur Tengah – anak anak bangsa tercuci otaknya, dimanipulasi menjadi penganut ideologi Trans Nasional. Mabuk Khilafah. Tercerabut dari akar budaya bangsa sendiri.
Hari Kebangkitan Nasional perlu dikobarkan agar mereka yang terlanjur mabuk khilafah kembali kepada Nasionalisme kita, kepada semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Kepada peradaban yang berakar dari budaya di Bumi Pertiwi.
ERA Kebangkitan Nasional pada 113 tahun lalu, merupakan cikal bakal persatuan seluruh pemuda di Bumi Nusantara yang bersumpah atas nama Indonesia. Ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya “Boedi Oetomo” (20 Mei 1908) dan ikrar “Soempah Pemuda” (28 Oktober 1928).
Para pendahulu kita, menyatakan dan Mengaku berTanah Air, Berbangsa dan berBahasa satu yaitu Indonesia, dengan tidak membeda-bedakan suku, agama, ras dan budaya.
Menurut Tokoh (Bapak) Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara peringatan Hari Kebangkitan Nasional dicetuskan oleh Bung Karno di tahun 1948, selang 40 tahun setelah berdirinya Perhimpunan Boedi Oetomo.
“Hari itu (20 Mei 1908) menurut beliau adalah hari yang patut dianggap hari mulia oleh bangsa Indonesia, karena pada hari itu perhimpunan kebangsaan yang pertama, yaitu ‘Boedi Oetomo’, didirikan dengan maksud menyatukan rakyat, yang dulu masih terpecah-belah, agar dapat mewujudkan suatu bangsa yang besar dan kuat,” tulis Ki Hadjar Dewantara dalam memoarnya.
B.O., organisasi yang awalnya bergerak di bidang sosial menjadi cikal bakal gerakan politik yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Ir. Sukarno menugaskan Mr. Asaat, ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk mengadakan pertemuan dengan berbagai perwakilan golongan dan partai. Hasilnya tersusun panitia pusat dipimpin oleh Ki Hadjar Dewantara dengan anggota: Tjugito (tokoh PKI mewakili FDR), A.M. Sangadji (Masyumi), Sabilal Rasjad (Partai Nasional Indonesia), Ny. A. Hilal (Kongres Wanita Indonesia), Tatang Mahmud (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia) dan H. Benyamin (Gerakan Pemuda Islam Indonesia).
Perayaan 40 tahun Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas pertama) pada 1948 berhasil diselenggarakan dan menghasilkan “Dokumen Kesatuan Nasional,” yang ditandatangani partai-partai politik, serikat buruh dan tani, organisasi pemuda, dan golongan masyarakat baik yang berdasarkan keagamaan, kebudayaan, kerguruan, kewanitaan, perekonomian, kepanduan, persuratkabaran, kesenian dan sebagainya.
Dokumen tersebut “menetapkan hari 20 Mei 1908 ini sebagai saat permulaan menggalang kesatuan sikap program dan tindakan.”
Kebangkitan Nasional merupakan bangkitnya semangat nasionalisme, persatuan, kesatuan dan kesadaran sebagai sebuah bangsa untuk menggabungkan diri melalui gerakan organisasi yang sebelumnya tidak pernah muncul sebelumnya di masa penjajahan.
Peringatan Kebangkitan Nasional selanjutnya adalah untuk mengenang kembali bagaimana semangat perjuangan bangsa Indonesia tempo dulu untuk mengisi kemerdekaan dengan berbagai kegiatan pembangunan di berbagai bidang.
Pada awal kemerdekaan Partai Arab Indonesia (PAI) Partai Tionghoa Indonesia (PTI) mendukung lahirnya Indonesia yang terbebas dari jajahan Belanda di mana tokoh tokohnya berkontribusi dan ikut berjuang hingga Proklamasi Kemerdekaan RI.
Ironisnya justru partai sektarian muncul setelah puluhan tahun kemerdekaan RI dirayakan, bahkan berlanjut di zaman reformasi ini – antara lain dengan munculnya partai berlambang Ka’bah, bulan bintang, dan partai berafiliasi ideologi asing, transnasional yang menolak berazaskan Pancasila.
Partai itulah yang senantiasa menyeret rakyat kita ke konflik negara asing khususnya di Timur Tengah.
Karenanya penting Kebangkitan Nasional untuk bangsa agar kembali menanamkan kecintaan pada Tanah Air dan bangsa sendiri.
Segenap rakyat Indonesia – terutama generasi mudanya – yang lahir dan besar di Indonesia – makan dan minum dari bumi Indonesia serta kelak dikebumikan di tanah air Indonesia, haruslah menyadarai bahwa pertama tama mereka berutang pada bumi pertiwi Indonesia.
Bukan pada negeri negeri konflik di Timur Tengah nun jauh di sana.
Mari kita terus hidupkan dan wujudkan Kebangkitan Nasional. Terus mengobarkan Nasionalisme. Jauhilah kadrun dan paham paham asing TransNasional. *
Oleh : Supriyanto Martosuwito