Kritik yang Dijawab dengan Refresif

Breaking News

- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Beberapa hari lalu terdengar terjadi penangkapan kepada 7 orang pengunjuk rasa yang sudah membubarkan diri sesudah menyampaikan aspirasi dan pendapat di depan kampus USU.

Penangkapan 7 orang ( 2 mahasiswa USU yang tidak terkait dengan aksi , 1 peserta aksi, 3 awak Lembaga Pers Mahasiswa yang melakukan tugas peliputan, 1 warga sekitar) dalam peristiwa aksi mahasiswa dalam momentum Hari Pendidikan Nasional, oleh pihak Polrestabes Medan, merupakan tindakan anti-demokratis yang sekaligus menjadi ancaman serius terhadap kebebabasan ruang demokrasi Paska penangkapan, kepolisian kembali mencoreng marwah institusinya sendiri dengan bersikap tidak kooperatif terhadap kuasa hukum. Hingga 2 x 24 jam paska ditangkap, kuasa hukum tidak diperbolehkan menjumpai para tahanan yang kini berjumlah 3 orang. Selanjutnya pada Kamis sore (4 Mei 2017), kepolisian menangkap salah satu mahasiswa yang juga Pimpinan Umum LPM BOM ITM, di Jalan Gedung Arca, Medan. Semetara pada malam harinya, pihak kepolisian melakukan penggrebekan di Sekretariat FORMADAS yang disertai penangkapn satu orang dan penyitaan berkas-berkas organisasi.

Kejadian semacam ini sangat berpotensi melahirkan rasa takut ditengah-tengah masyarakat untuk bisa mengutarakan keadaannya dan mengkritisi pemerintah. Pembredelan sekretariat formadas adalah satu bukti kegagalan polisi yang katanya profesional modern dan terpercaya. Slogan ini kelihatan semakin retoris dengan beberapa kali terjadi kriminalisasi di kepemimpinan Jendral Tito Karnavian memperlihatkan rezim hari ini semakin anti demokrasi.

Pendekatan kekerasan dalam menjawab kritik sampai membredel sekretariat organisasi. Ini diluar nalar demokrasi kita yang menjadi sistem pengelolaan negara Republik Indonesia. Beragam peraoalan yang berujung kriminalisasi ini, memperlihatkan bahwa sistem demokrasi liberal ini cenderung menunjukkan kepentingan segelintir elit dan kelompok.

Hal ini senada memang dengan beberapa regulasi yang di Undangkan seperti UU penanganan konflik sosial, UU Intelejen, UU Kamnas, UU Ormas yang jika dilihat semangatnya adalah menciptakan iklim investasi. Semangat itu kemudian memperlihatkan segala macam kritik yang mengganggu kepentingan investasi akan distigma menjadi musuh negara, pemberontak dan perbuatan makar.

Maka dengan kondisi itu tidak lagi sesuatu hal, sikap untuk itu adalah kita harus membangun pradigma yang baru dalam mengelola kritik, pendekatan refresif bukan saja mengorbankan mereka yang bersuara tapi juga seluruh Rakyat Indonesia. Karena hari ini potensi totaliter mengancam demokrasi kita. Opini Medan, Muslim silaen

Penulis adalah Koor dep Organisasi Jaringan Komite pimpinan pusat Serikat Mahasiswa Indonesia.

Berita Terkini