MUDANEWS.COM, Medan – Walhi Sumatera Utara bersama beberapa kelompok tani hutan dari Kabupaten Langkat melakukan kunjungan audiensi ke komisi B DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Pertemuan yang dilaksanakan di ruang rapat komisi B DPRD Sumut membahas upaya penyelesaian berbagai permasalahan di kawasan hutan, termasuk hutan pesisir dan hutan di seluruh kawasan Sumatera Utara, pukul 14.00-16.05 WIB, Senin (22/6/2020).
Ketua Komisi B DPRD Sumatera Utara, Victor Silaen, SE dan beberapa Jajaran Anggota DPRD Sumatera Utara, Komisi B, seperti Parsaulian Tambunan, Sumihar Sagala, Saut B. Purba, dan Sugianto Makmur menerima langsung kunjungan Walhi Sumatera Utara bersama kelompok Tani Nipah, dan Kelompok Mangrove Jaya, Kabupaten Langkat.
Dalam paparan Walhi Sumatera yang disampaikan oleh Khairul Bukhari, bahwa Walhi Sumatera Utara mencatat bahwa Alih Fungsi Hutan seringkali berakibat pada perubahan bentang sebuah kawasan hutan menjadi perkebunan sawit, industri kehutanan, dan pertambakan, dan industri kayu serta arang.
Oleh karenanya, tidak hanya berbagai permasalahan yang bersifat fisik saja, namun berkontribusi pada permasalahan konflik tenurial di kawasan hutan antara masyarakat lokal dengan entitas bisnis baik korporasi, atau perorangan.
Dalam Paparan tersebut, Walhi Sumatera Utara mencatat bahwa selama periode/kurun waktu 2015-2019, sekitar 174.385.31 Ha kawasan hutan telah beralih fungsi menjadi perkebunan.
Perubahan kebijakan penunjukan kawasan hutan yang telah merubah status dan fungsi suatu kawasan hutan telah berakibat pada terkonversinya hutan menjadi areal perkebunan. Seringkali areal perkebunan dirambah dan dialihfungsikan oleh oknum tertentu demi keuntungan semata.
Salah satu contoh, Pengrusakan Kawasan hutan Mangrove di Pesisir Langkat masih rutin terjadi hingga hari ini. Satu diantara banyak masalah tersebut dialami oleh Kelompok Tani Nipah, Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.
Upaya rehabilitasi Mangrove oleh kelompok Tani Nipah kerap mendapat hadangan dan tantangan dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang menanam kelapa sawit di kawasan hutan.
Bersama Kelompok Tani Nipah, Desa Kuala Serapuh, dan Kelompok Tani Mangrove Jaya, Langkat, Walhi Sumatera Utara juga menyampaikan bahwa di pesisir timur Sumatera Utara, alih fungsi mangrove pun kerap terjadi dan mengalihkan areal mangrove menjadi kelapa sawit meskipun areal yang dialihfungsikan adalah areal swakelola hutan yang diperuntukkan kepada kedua kelompok tersebut (Kelompok Tani Nipah dan Mangrove Jaya) seuai dengan SK perjanjian pengelolaan hutan berbasis kemitraan dengan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) 1 (satu) Stabat dan SK perhutanan Sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bahkan kedua kelompok tersebut kerap mendapat intimidasi dari pengusaha (pemodal yang melakukan alih fungsi hutan mangrove).
“Kami merasa sangat dirugikan, sejak 2016, sudah menghijaukan hutan, namun sekarang akhirnya dihancurkan, berbagai bantuan pemerintah atas penghijauan untuk dilakukan secara swadaya oleh masyarakat gagal. Pohon-pohon dan upaya reboisasi kami dirusakin oleh perkebunan yang tanpa izin itu. Apalagi sekarang di tengah pandemi,” tegas Samsul, Ketua Kelompok Tani Nipah, Desa Kuala Serapuh Kecamatan Tanjung Pura, Langkat.
Sama halnya dengan yang kelompok Mangrove Jaya alami, Ismail Marzuki, seorang pengurus kelompok ini yang menyesalkan sifat abai instansi pemerintah terkait atas persoalan yang kelompok tersebut hadapi.
“Sampai saat ini, meskipun sudah ada beberapa pelaporan ke instansi terkait ada ketegasan dinas kehutanan. Kita harap disini DPRD Sumut segera buat pansus kehutanan, dan libatkan kasus kasus perhutanan sosial lainnya. Persoalan yang kami hadapi sama dengan yang kelompok Nipah hadapi, kami berhadapan dengan pengusaha, malah Negara tidak hadir, Ketua kami pun diduga telah dikriminalisasi oleh pengusaha perkebunan, dan deliknya adalah kasus narkoba,” tegas Relawan Jokowi itu. Berita Medan, red