Luruskan Berita Wasekjen; Syaiful Bahri Bukan Karyawan PBNU

Breaking News
- Advertisement -

 

Mudanews.com Jakarta–Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meluruskan dan mengklarifikasi berita terkait pemanggilan seseorang yang disebut Syaiful Bahri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Orang dengan nama itu, kata Wakil Sekjen PBNU, Lukman Khakim, tercatat sebagai pengurus salah satu lembaga tetapi tidak pernah aktif sejak terbentuknya PBNU 2022-2027.

“Syaiful Bahri memang tercatat dan masuk sebagai anggota LWP (Lembaga Wakaf dan Pertanahan) PBNU 2022-2027. Tapi setelah saya cek, ternyata yang bersangkutan tidak pernah aktif. Hanya muncul di Rakernas Cipasung,” kata Lukmam Khakim saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (10/9) terkait penyebutan nama Syaiful Bahri sebagai staf PBNU oleh KPK.

Untuk diketahui, sejak terlaksananya muktamar NU di Lampung 2021, PBNU baru menggelar rapat kerja nasional (rakernas) pertama, pada bulan Maret tahun 2022. Di forum rakernas itu, ditetapkan kepengurusan PBNU masa bhakti 2022-2027. “Sejak itu, saya tidak pernah dengar dia aktif di PBNU,” kata Lukman lagi. “Dan dia juga bukan karyawan di Sekretariat PBNU,” tambah dia.

Yang Lukman tahu, Syaiful Bahri adalah orang dekat Isfah Abidal Aziz (Alex), seorang yang telah dipanggil KPK dalam statusnya sebagai saksi. Bersama sejumlah nama lain, Alex termasuk yang dicegah dan ditangkal (cekal) oleh KPK. “Dia adalah anak buah Mas Ishfah Abidal Aziz (Alex). Selama Alex jadi Wasekjen, Syaiful memang sering menjadi operator lapangan urusan Sekretariat dan Kepanitiaan,” ujar Lukman.

Dengan demikian, kata Lukman mengatakan, jelaslah bahwa Syaiful Bahri tidak tercatat sebagai salah seorang karyawan (seseorang yang sehari-hari bekerja dengan tugas tertentu) di PBNU. “Info sementara, dia tidak tercatat sebagai karyawan PBNU. Tinggal dikroscek data di Keuangan. Ada atau tidak aliran gaji dari PBNU untuk dia,” ujar Lukman Khakim.

Sebagaimana diberitakan, KPK memanggil seseorang yang disebut sebagai staf Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bernama Syaiful Bahri untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. Selain Syaiful Bahri, KPK juga memanggil seorang pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Agama (Kemenag) Ramadhan Haris untuk kasus yang sama.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (9/9/2025). Kendati demikian, lembaga antirasuah itu belum mengungkap materi yang didalami oleh penyidik dalam pemanggilan Syaiful Bahri dan Ramadhan Haris.

Sebelumnya, KPK telah menyita uang senilai 1,6 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 26 miliar terkait dengan kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. Selain uang senilai 1,6 juta dollar AS, lembaga antirasuah itu juga menyita empat unit mobil, serta lima bidang tanah dan bangunan.

Kendati demikian, lembaga antirasuah itu belum mengungkap materi yang didalami oleh penyidik dalam pemanggilan Syaiful Bahri dan Ramadhan Haris. KPK, kata Budi, masih akan terus melakukan pendalaman ihwal praktik jual beli kuota ibadah haji pada 2024. “Terlebih dugaan kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi ini mencapai nilai yang cukup besar,” ujar Budi.

Lebih dari Rp 1 Triliun

KPK sendiri telah menaikkan level pengusutan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan, karena telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai rasuah. Maka, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan atau Sprindik umum untuk kasus kuota haji tersebut.

Di kasus ini, KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Pasal ini menjerat perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian negara. “Di mana dalam perkara ini (kuota haji) hitungan awal dugaan kerugian negaranya lebih dari 1 triliun,” ujar Budi, Senin (11/8/2025).

KPK juga telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.** (Red)

Berita Terkini