Oleh : Anton Christanto, Dewan Pertimbangan Pengurus Perhati-KL cabang Solo 2025-2028
Wakil Ketua IDI cabang Boyolali 2022-2025
Mudanews.com OPINI – Peran Kolegium kedokteran dalam sistem pendidikan dan profesi dokter di Indonesia merupakan elemen yang sangat strategis. Ia bukan hanya institusi akademik, tetapi juga bagian dari rekayasa sistem kesehatan nasional yang menentukan kualitas kompetensi dokter umum maupun dokter spesialis. Namun perjalanan kelembagaan ini mengalami fase transformasi besar sejak disahkannya Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, yang mengubah desain tata kelola pendidikan profesi kedokteran, termasuk struktur, kewenangan, dan fungsi Kolegium.
Sebelum Berlakunya UU Kesehatan 17/2023: Kolegium sebagai Organ Internal Profesi
Pada periode sebelum hadirnya UU Kesehatan 17/2023, Kolegium berada dalam struktur organisasi profesi kedokteran. Statusnya tidak diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat lex generalis maupun lex specialis, melainkan lebih pada kesepahaman internal profesi berdasarkan konsensus dan tradisi akademik.
Pada masa tersebut, Kolegium menjalankan fungsi utama seperti penyusunan standar kompetensi, kurikulum pendidikan, panduan praktik klinis, penilaian kompetensi tingkat nasional, hingga rekomendasi sertifikasi kompetensi. Kolegium bekerja erat dengan fakultas kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan organisasi profesi, namun tidak berada dalam mekanisme tata kelola negara secara penuh.
Model ini memiliki kelebihan—di antaranya fleksibilitas keilmuan, adaptasi cepat terhadap perkembangan ilmu, serta nuansa kemandirian akademik yang kuat. Namun, terdapat pula berbagai tantangan, seperti:
1. Tidak adanya kejelasan hukum formal tentang posisi dan kewenangan Kolegium.
2. Variasi standar kompetensi antar institusi pendidikan.
3. Minimnya keterlibatan negara dalam pengawasan sistem evaluasi kompetensi profesi.
4. Keterbatasan integrasi antara kebutuhan tenaga kesehatan nasional dan regulasi pendidikan profesi.
Dengan kata lain, meskipun efektif dalam menjaga standar internal profesi, model ini belum sepenuhnya menjawab kebutuhan sistem kesehatan nasional yang menuntut akuntabilitas, pemerataan, dan tata kelola berbasis hukum formal.
Setelah Berlakunya UU Kesehatan 17/2023: Kolegium sebagai Institusi dalam Struktur Negara
UU Kesehatan 17/2023 membawa perubahan mendasar. Untuk pertama kalinya dalam sejarah regulasi kesehatan Indonesia, Kolegium diatur secara jelas sebagai bagian dari sistem pendidikan dan praktik kedokteran nasional, bukan sekadar entitas internal organisasi profesi.
Dalam kerangka hukum baru ini, Kolegium memperoleh mandat strategis, di antaranya:
1. Menyusun dan menetapkan standar kompetensi dokter dan dokter spesialis secara nasional.
2. Merumuskan dan mengawasi kurikulum pendidikan kedokteran dan spesialisasi berbasis kebutuhan sistem kesehatan.
3. Menyelenggarakan atau mengatur uji kompetensi kedokteran nasional yang transparan, terukur, dan akuntabel.
4. Mengatur program Continuing Professional Development (CPD) agar kompetensi tidak berhenti pada kelulusan.
5. Menjadi mitra negara dalam perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan analisis epidemiologi, peta kebutuhan layanan, dan pemerataan tenaga medis.
6. Menjamin kompetensi dokter sesuai prinsip keselamatan pasien, etika kedokteran, dan standar pelayanan kesehatan nasional.
Dengan demikian, Kolegium berubah dari lembaga profesi menjadi institusi strategis negara yang bekerja dalam sistem kolaboratif antara pemerintah, pendidikan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan organisasi profesi.
Dimensi Politik-Regulasi: Potensi Dualisme dan Seruan Penyatuan
Transformasi ini tidak sepenuhnya mulus. Masa transisi memunculkan fenomena dualisme antara:
1. Kolegium “lama” yang beroperasi berdasarkan sistem sebelum adanya UU.
2. Kolegium “baru” yang dibentuk atau diadaptasi sesuai mandat undang-undang.
Dalam dinamika rapat koordinasi lintas pemangku kepentingan, muncul perhatian serius dari legislatif. Edy Wuryanto, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, menyampaikan himbauan tegas:
> “Kolegium harus bersatu. Yang lama dan yang baru harus melebur menjadi satu sesuai amanat konstitusi. Jika dualisme dibiarkan, maka yang dirugikan adalah negara — bukan hanya lembaga profesi.”
Pernyataan ini memiliki bobot strategis. Jika dualisme berlanjut, konsekuensinya bukan sekadar kebingungan administratif, tetapi dapat memengaruhi sistem sertifikasi, legalitas kompetensi dokter, hingga konsistensi standar pelayanan kesehatan nasional.
Take Home Message : Kolegium sebagai Pilar Mutu dan Kedaulatan Kesehatan Bangsa
Kolegium kini bukan sekadar penjaga standar akademik profesi, tetapi bagian dari arsitektur nasional sistem kesehatan. Tugasnya bukan hanya mencetak dokter yang kompeten secara ilmu, tetapi juga memastikan pemerataan, akuntabilitas hukum, keselamatan pasien, serta standar etika yang kokoh.
Momen saat ini adalah masa penataan ulang, bukan perpecahan. Persatuan Kolegium sesuai amanat UU justru memperkuat profesi, memperkuat sistem kesehatan, dan memastikan rakyat Indonesia menerima pelayanan medis terbaik.
Karena pada akhirnya, tujuan utama keberadaan Kolegium bukanlah mempertahankan struktur.
Tujuan utama Kolegium adalah memastikan rakyat Indonesia dilayani oleh dokter yang aman, kompeten, dan bermartabat.
