Oleh: Agusto Sulistio (Tahun 2003 – 2005: jurnalis otomotif majalah MyCar dan majalah MotoX motocross, Jakarta).
Mudanews.com OPINI JIExpo Kemayoran – 11 Juni 2025. Terlihat disalah satu channel YouTube kilau lampu pameran dan logam segar ketika satu kendaraan menarik perhatian saya lebih dari pesawat nirawak, peluncur roket, atau kendaraan lapis baja, sebuah kendaraan listrik taktis bernama PANDU MV3-EV. Bukan sekadar kendaraan, ia diyakini sebagai pernyataan, bahwa Indonesia tak lagi puas menjadi pasar, dan siap menjadi produsen (Mengutip Pidato Presiden Prabowo saat peluncuran).
Presiden Prabowo Subianto hadir langsung dalam peluncuran itu. Tapi ia tidak bicara panjang soal teknologi atau kecepatan. Ia bicara tentang sejarah, tentang harga diri, dan tentang kekayaan Indonesia yang pernah diangkut kapal-kapal kolonial keluar negeri—hingga senilai 31 triliun dolar AS.
Bagi saya, momen itu lebih dari seremoni. Ini adalah kilas balik dan langkah ke depan dalam satu tarikan napas.
PANDU bukan sekadar mobil listrik. Ia adalah hasil rekayasa anak bangsa yang dirancang untuk medan berat, dijalankan tanpa suara, dan tidak menyisakan jejak panas. Dalam tes terbuka, daya jelajahnya mencapai 400 km sekali isi daya, dengan tenaga hingga 231 hp dan torsi yang cukup untuk menarik beban berat dalam operasi taktis atau kemanusiaan.
Baterainya? Dirancang modular hingga 100 kWh, dengan potensi swap cepat di lapangan. Biaya operasionalnya? Tak sampai Rp 70 ribu per 100 km jjauh di bawah kendaraan diesel sekelas.
Saya sempat membaca salah satu teknisi muda asal Bandung disuatu situs yang menjelaskan bagaimana sistem pendingin baterai disesuaikan dengan iklim tropis Indonesia. Tidak ada hal yang berlebihan di PANDU, tapi semuanya terasa cukup dan cerdas.
Mobil sekelasnya, MC Hummer EV simbol kekuatan Amerika memang punya tenaga lebih besar. Tapi bobotnya 1 ton lebih berat dan harganya dua kali lipat. Rivian dan Ford Lightning juga hadir dengan teknologi tinggi, tapi tak dirancang untuk jalan rusak Papua atau bebatuan perbatasan Kalimantan.
PANDU punya keunggulan khas Indonesia, efisien, ringan, dan cukup tangguh untuk hutan dan bukit. Lebih penting lagi, lebih dari 60% komponennya dibuat di negeri ini. Dari nikel di Sulawesi, hingga inverter rakitan Bandung kendaraan ini berputar di atas poros ekonomi lokal.
PANDU bukan hanya siap untuk pasar dalam negeri. Ia punya celah ekspor di negara-negara ASEAN, Afrika, bahkan untuk misi perdamaian PBB yang mencari kendaraan taktis, senyap, dan hemat energi.
Kemandirian Bukan Slogan, Tapi Dibuktikan
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo mengingatkan, bangsa yang tidak belajar dari sejarah akan terus dijajah dalam bentuk baru. Kita pernah direbut kekayaan alamnya. Kita pernah dihancurkan budayanya. Kini, satu-satunya jalan ke depan adalah dengan membangun industri kita sendiri.
Dan PANDU, seperti juga MAUNG beberapa waktu lalu, adalah bukti bahwa kita bisa memproduksi sendiri bukan hanya membeli dan menempelkan bendera. Inilah bedanya produk dengan martabat, bukan sekadar produk dengan label.
PANDU adalah awal. Bukan puncak. Tapi seperti roda, ia berputar dari tempat berpijak yang nyata di tanah kita tercinta, Indonesia.
Ia tidak lahir untuk bersaing di iklan Super Bowl, tapi untuk menjawab tantangan lapangan. Ia tidak dibangun dari ilusi teknologi luar, tapi dari kebutuhan dalam negeri yang nyata dan di sanalah kekuatannya.
Indonesia tak perlu menjadi tiruan negara besar. Kita hanya perlu percaya bahwa kita bisa membuat sendiri, untuk diri sendiri, dan untuk dunia.
PANDU adalah simbol pergeseran itu dari bangsa yang pernah dijajah, menjadi bangsa yang percaya diri. Dari bangsa konsumen, menjadi bangsa pencipta.
Dan saat saya menyaksikan acara peresmian PANDU dilayar laptop, terlihat roda-rodanya bergerak pelan melewati panggung peluncuran, saya yakin roda sejarah bangsa ini juga mulai bergerak ke arah yang lebih berdaulat.
Apakah kita siap merancang masa depan, atau terus membayar sebagai bangsa pasar?
Kalibata, Jakarta Selatan, 13 Juni 2025, 16:27 Wib.