Resuffle Kabinet Terbaru: Stategi Jokowi Mebunuh Atau Dibunuh Lawan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Ditulis :
Heru Subagia
Pengamat Politik dan Sosial

Manuver dan infiltrasi politik tidak bisa dihindarkan lagi. Dinamika politik menjelang disahkan pemerintah baru ” Pranowo-Gibran” semakin menunjukkan bagaimana peta politik nasional warna dan juga pengaruh bakal terjadi dalam waktu 5-10 tahun ke depan. Semuanya mengarahkan ke stategi penguasaan dan pengelolaan kekuasaan.

Dalam konteks relasi dan kompetisi kekuasaan, ada tiga hal yang akan mendominasi kekuatan politik yakni kluster Prabowo, Jokowi dan keluarganya serta kluster oposisi yang akan diwakili oleh PDI-P. Jadi, perebutan dan perseteruan politik bakal terjadi diantara 3 pusaran kekuasaan.

Sudah jelas jika konfigurasi kekuatan sentral politik ada dua. Dua kubu berada dalam satu koalis pemerintah Prabowo-Gibran dan satu kubu aka diperankan oleh PDI-P sebagai mantan penguasa 2 kali di periode Pemerintah Jokowi Jilid 1 dan Jilid 2.

Jadi, kluster Jokowi titik sentral pencapaian politiknya adalah mempertahankan dan juga mengendalikan kekuasaannya di eksekutif melaui Gibran Raka Bumi, Bobby Menantunya yang akan maju di Pilkada Sumut, di parlemen melaui Kaesang Pangereb Ketum PSI serta Golkar yang akan dikendalikan oleh orang Jokowi. Penguasa di parlemen juga akan diteruskan sebanyak-banyaknya melalui penguasaan dan akuisisi partai tengah seperti Partai Amanat Nasioanal ( PAN).

Dibunuh atau Membunuh

Salah satu kader PDI-P yang terkena Resuffle kabinet hari ini. Dalam. Partai Gerindra dan Kluster Jokowi sedang panen jabatan menteri. Mereka adalah politikus Partai Gerindra Supratman Andi Atgas dilantik sebagai Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) menggantikan Yasonna Laoly, Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggantikan Arifin Tasrif, Rosan Roeslani sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menggantikan Bahlil.

Dengan dicopotnya Menkumham Yasonna Laoly PDI-P kehilangan potensi jabatan strategis di Pemerintahan Jokowi. Prediksinya, Jokowi selalu pemegang hak prerogatif sengaja memangkas jabatan Kemenkumham dadi kekuatan dan pengaruh PDI-P. Jabatan ini sangat stategis terutama bagi PDI-P melakukan pengendalian dan eksekusi di bidang hukum serta produknya.

Dengan jatuhnya kementrian ini PDI-P tersingkir dari permainan dan juga tindakannya yang berurusan penegakan hukum, produk hukum dan juga proses dan hasil dari berbagai kasus sengketa hukum dan penyelesaiannya. Kemungkinan bakal terjadi pemerkosaan yang disengaja kader dan jga elite PDI-P baik yang sedang menjalankan tugas di eksekutif atau di parlemen.

PDI-P akan semakin mengalami kerugian dan pukulan tak terbatas dari rejim penguasa. PDI-P akan semakin dimarginalkan apalagi berani dan brutal melakukan oposisi terhadap pemerintah yang sedang berjalan atau pemerintah baru. Tentu hal buruk segera terjadi dalam waktu dekat dan juga proyeksi politik ke depan.

Saat ini PDI-P sudah nyataw-nyata dikucilkan di berbagai perhelatan Pilkada Daerah. PDI-P harus menarik diri para kader PDI-P dari bursa pencalonan Kepala Daerah. PDI-P sengaja dikepung oleh KIM Plus yang menyebabkan tidak mendapat tiket karena PDI-P gagal penuhi parlement threshold sebagai syarat pintu utama dapat mencalonkan kepala daerah.

Bisa jadi dalam Pemilu 2029-2034 nanti, PDI-P akan kalah dan menjadi partai yang dikerdilkan oleh rejim baru dengan sokongan pengaruh dari Jokowi. Dengan begitu, manjadi tantangan besar yang harus diambil dan dipertaruhkan untuk berhadapan atau menjahili Jokowi serta anteknya. Artinya, apakah PDI-P akan berkomitmen menjadi partai yang berada di luar pemerintah atau harus negosiasi ulang hingga menjadi partai “pecundang”, kakiberada di dua kaki.

Berita Terkini