Tarik Ulur Kaesang di DKI dan Jateng, Lanjutan Prank Politik Pilkada Seusai Pilpres

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

 

Penulis : S. Ragil

Keputusan Ketum PSI Kaesang Pengarep akan maju dalam Pilkada di provinsi mana, menarik untuk dianalisa. Beberapa elite politik sibuk melakukan tarik ulur, sementara putra bungsu Presiden Jokowi tersebut juga terlihat tidak memberi peryataan tegas.

Dalam sebuah kesempatan, Kaesang Pangarep menyatakan siap menjadi calon gubernur Jakarta jika didukung sejumlah partai pada Pilkada 2024.Pernyataan tersebut merespons pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman yang menyebut Kaesang masuk opsi calon gubernur Jakarta dari Gerindra.

Pada kesempatan lain Kaesang mengatakan bahwa elektabilitas di Jateng lebih tinggi daripada di DKI yang berada di angka 1 % berdasarkan hasil survey litbang Kompas yang juga menemukan fakta 33,8% warga DKI yang menolak Kaesang.

Langkah politik Kaesang mirip-mirip dengan langkah politik Jokowi atau malah omongan Kaesang Pangarep tersebut hanya resonansi dari suara bapaknya. Dalam istilah di media sosial sering disebut nyalakan sein kiri beloknya ke kanan, atau sebaliknya.

Kita mesti ingat bahwa menjelang Pilpres 2024 Jokowi nampak sekali memberi sinyal mendukung Ganjar Pranowo bahkan kesana kemarii bersamanya dan pernah juga memberi petujuk seragam baju lurik hitam putih. Namun tiba-tiba Jokowi mendukung Prabowo dengan memasangkan bersama anak sulungnya Gibran Rakabuming Raka. Kemudian langkah politik selanjutnya merugikan Ganjar Pronowo sekaligus partainya sendiri PDI Perjuangan

Tentunya keberanian Kaesang maju Pilgub DKI yang rencananya berpasangan dengan Anies Baswedan adalah langkah politik yang mengejutkan. Anies selama ini berseberangan dengan Jokowi bahkan berani menolak IKN. Kini elite partai kembali bermanuver dengan menyadingkan Kaesang yang lolos persyaratan calon pemimpin daerah melalui jalur revisi aturan di MA

Keberanian Kaesang Pangarep untuk mencalonkan diri di DKI tentunya bukan langkah yang gegabah pasti dia sudah punya kalkulasi politik. Meskipun di DKI elektabilitasnya rendah namun mendampingi Anies yang sudah menguasai Ibukota selama 5 tahun akan berbeda dengan di Jateng yang harus berhadapan dengan pendukung militan PDI Perjuangan sekaligus jaringan Ganjar Pranowo.

Matematika hasil survey bisa disimak dua sisi. Jika ada 33,8% warga DKI yang menolak Kaesang berarti sisanya 66,2% tidak menolak. Bagaimana menjinakkan angka 33,8% dengan memasang baleho lebih banyak dan guyuran Bansos akan berdampak. Atau justru mengabaikan 33,8% tersebut dan fokus memelihara dukungan yang 66,2%.

Politik memang tidak hitam putih, justru semakin warna abu-abu akan sulit ditebak lawan. Kaesang mau tidak mau adalah representasi politik Jokowi dalam kemasan yang lain. Menjadi Ketua Umum PSI secepat kilat adalah politik transaksional yang terang benderang. Kaesang ditarik ulur di DKI dan Jateng karena magnet dana tak terbatas yang dimilikinya sebagai sosok dinasti politik. Bukan karena kecerdasan dan kemampuan leadershipnya.

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër

Berita Terkini