MUDANEWS.COM, Opini – Perang Siber Rusia dan Ukraina: Mengenal Wedding-Cyber Operations
Perang antara Rusia dan Ukraina saat ini sudah berlangsung 5 hari sejak saat resmi diumumkan pada (24/2) oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Kondisi yang setiap saat memperlihatkan konvoi tank-tank Rusia meluncur ke Ibu Kota Ukraina, Kiev dan misilnya yang mengenai sasaran hamper di seluruh wilayah pertempuran merupakan perang konvesional yang melibatkan sistem persenjataan, alat tempur militer, dan kehadiran manusia yang terlihat.
Namun, bagaimana dengan perang yang tidak terlihat yang terjadi di dunia siber dan dunia maya, seperti media sosial, televisi, serta saluran komunikasi digital yang kita gunakan setiap harinya?
Pemerintah Rusia telah lama dikenal memiliki operasi militer dengan menggabungkan serangan siber dan serangan militer di dunia nyata dengan sebutan pernikahan operasi siber (Wedding-Cyber Operations). Konsep operasi tersebut sederhanya ialah melepas seluruh peretas (hackers) yang memiliki kemampuan maupun senjata siber dengan meluncurkan gelombang serangan siber pada fasilitas-fasilitas penting dari lawan.
Serangan operasi Wedding-Cyber tersebut sudah tampak berminggu-minggu dan berhari-hari menjelang invasi Rusia ditandai dengan situs web pemerintah Ukraina yang dirusak dan dijadikan offline, malware penghapus data dilepaskan ke sistem pemerintah dan fasilitas-fasilitas vital pemerintahan seperti militer, pangkalan udara dan bandar udara serta sistem IoT lainnya di Ukraina berdasarkan laporan-laporan dari perusahaan Cybersecurity, ESET.
Serangan fisik dapat dipastikan akan mengejutkan semua negara-negara di dunia, namun serangan siber maupun dunia maya yang tidak dapat dilihat dan dirasakan telah menciptakan peluang untuk melemahkan lawan secara efektif dan efisien sebelum dimulainya serangan agresi militer. Rusia telah menggunakan senjata terbaiknya sebelum serangan agresi militer yaitu senjata siber (cyberweapon) dalam melawan Ukraina selama bertahun-tahun.
Sementara itu, Ukraina selama bertahun-tahun berada di bawah ancaman serangan siber dari Rusia. Jaringan listrik negara itu diserang pada 2015 dan 2016 dan dilaporkan masih rentan hingga saat perang ini terjadi. Dapat dibayangkan apabila serangan siber Rusia berhasil menyerang kota-kota di Ukraina maka akan sangat menggangu kemampuan bertahan maupun menyerang dari pihak Ukraina.
Tidak berhenti sampai disitu, malware bernama NotPetya diluncurkan di sektor keuangan dan perbankan Ukraina pada tahun 2017 dan akhirnya menyebar ke jutaan komputer di seluruh dunia, menyebabkan kerugian miliaran dolar. Serangan Rusia terhadap Ukraina di dunia nyata dan di dunia siber maupun dunia maya, sejauh ini, mengikuti taktik operasi militer yang telah kita ketahui sebelumnya.
Perang dunia siber pada perang saat ini mungkin akan memperlihatkan serangan-serangan yang belum pernah kita lihat sebelumnya, mencakup serangan yang sangat mengganggu (DDoS), berbahaya (Malware/Trojan), dan merusak terhadap infrastruktur vital serta sistem senjata. Kegagalan antisipasi dari tentara siber Ukraina dan Badan Intelijen Ukraina sangat berdampak pada keberhasilan pertahanan Ukraina melawan Rusia saat ini.
Pembelajaran Bagi TNI Angkatan Darat dan Pusat Sandi dan Siber (Pussansiad) TNI AD
Rusia telah meluncurkan serangan baik di darat, laut, dan udara di Ukraina maupun di dunia siber. Serangan-serangan itu, menurut para ahli siber, tidak henti-hentinya hingga saat ini (1/3). Para ahli siber menggambarkan serangan siber Rusia terhadap Ukraina sebagai sebuah kekhawatiran serius di bawah Konvensi Jenewa (Geneva Convention).
Peran hackers dalam perang siber biasanya terjadi tidak secara terbuka melainkan secara kasat mata, namun tetapi dalam kasus perang Rusia ke Ukraina, kelompok yang menyebut dirinya Anonim telah membuat pernyataan perang yang paling umum. Pada Kamis malam (25/2), Akun Anonymous, @YourAnonOne yang memiliki 1.2 juta pengikut di Twitter men-tweet, bahwa mereka melakukan perang siber tersebut dengan pemerintahan Presiden Putin.
Pertempuran siber juga terjadi di platform lain dalam perang Rusia dan Ukraina. Pembatasan opini sebagian telah diberlakukan di Facebook oleh pemerintah Rusia setelah para pejabat menuduh FB menyensor media yang didukung negara di platform tersebut, mendorong FB untuk melarang iklan dari media pemerintah Rusia. Platform YouTube dan Google juga telah melarang iklan media pemerintah.
Raksasa teknologi AS lainnya, Elon Musk, turut serta dalam menyediakan akses internet satelit ke Ukraina melalui satelit Starlink-nya karena serangan siber yang memutuskan akses internet di wilayah Ukraina, sementara pemerintah Ukraina secara terbuka mencari sumbangan internasional melalui cryptocurrency.
TNI AD yang merupakan bagian dari TNI mempunyai tugas pokok menegakkan kedaulatan Negara, menjaga keutuhan NKRI dan menjaga keselamatan Bangsa Indonesia (Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang TNI). Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut TNI AD melaksanakan Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Kegiatan/operasi siber merupakan bagian penting dalam OMP dan OMSP dan menentukan keberhasilannya tertutama setelah terjadinya perang nyata Rusia dan Ukraina saat ini.
Untuk dapat mengemban tugas pokok di bidang peperangan siber, TNI AD membentuk Pusat Sandi dan Siber (Pussansiad) sebagai bagian dari kebijakan pembangunan kekuatan TNI AD dalam minimum essensial force (MEF), termasuk pemenuhan materiil khusus Sandi dan Siber (Matsus Sandi dan Siber)TNI Angkatan Darat. Pussansiad bertugas menjaga pertahanan dan keamanan siber NKRI dan TNI AD terhadap situasi dan kondisi yang perang siber yang terjadi saat ini dengan cara memperbaiki kerentanan siber TNI AD, dan membentuk tentara siber yang handal dan profesional.
Serangan siber berbeda dari serangan konvensional, dimana serangan siber terjadi secara cepat, kapan saja, dan dimana saja secara real-time maupun secara pasif menunggu saat lengah untuk menyerang. Senjata-senjata siber yang berbasikan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan Machine Learning yang sudah dimiliki oleh Pussansiad menjadi semakin memperkuat kemampuan serangan siber dan pertahanan siber TNI AD.
Dengan cara yang sama apabila terjadi serangan maupun perang siber, Pussansiad mampu menangkal serangan dan melakukan serangan balasan yang lebih besar dalam taktik operasi dan perang di dunia siber maupun dunia maya saat ini.
Peperangan yang terjadi di Rusia dan Ukraina saat ini belum masif terjadi namun perang di Indonesia lebih menitikberatkan pada perang penyebaran kebencian, berita bohong, dan akun-akun propaganda yang dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Pembinaan dan penggunaan Pussansiad saat ini lebih menitik beratkan pada kemampuan penangkalan dan penindakan sandi-siber sehingga dalam pemenuhan tugas pertahanan dan serangan juga untuk mendukung kemampuan human intelligence (humint) yang masih mempertahankan penggunaan taktik dan teknik pendekatan fungsi web intelligence (webint).
Pembelajaran lainnya yang masih harus ditingkatkan dari perang Rusia dan Ukraina yaitu pemenuhan kebutuhan Pussansiad dengan teknologi terbaru agar dapat menangkal serangan siber, pemulihan, dan serangan balasan. Serangan siber terjadi secara cepat, tepat, dan sangat sulit diketahui identitas penyerangnya, Pussansiad bertanggung jawab dalam pembinaan Matsus Sandi dan SIber TNI AD dan melaksanakan tugas pokok pembinaan fungsi sandi dan siber di tubuh Angkatan Darat serta menyajikan informasi sandi dan siber kepada pimpinan untuk dapat digunakan melindungi sistem TNI AD.
Perang-perang siber dan dunia maya ke depannya akan banyak menghindari lapisan pertahanan tradisional sebagai serangan awal untuk melumpuhkan kemampuan pertahanan dan di sinilah perang non-konvensional tersebut sangat unggul dalam jenis peperangan masa depan.
Tantangan Perang Siber ke Depan dan Potensi Ancaman Siber
Dari kerentanan dan potensi ancaman yang ada saat ini, maka ancaman siber dan perang di dunia maya dapat diprediksi sebagai berikut:
1. Percepatan digitalisasi akibat pandemi COVID-19 dan pergeseran kebiasaan kerja work from office (WFO) ke work from home (WFH) mendorong meningkatknya serangan siber dan standar keamanan siber dalam waktu singkat.
2. Ancaman malware dan ransomware terus berkembang setiap saat. Perang Rusia dan Ukraina membuktikan pada pemimpin dunia bahwa permasalahan serangan malware dan ransomware adalah ancaman yang berbahaya ke semua negara, organisasi, dan individu-individu penggan internet serta jenis dan cara serangan ini terus berkembang terhadap kemampuan perahanan siber. Para ahli siber mengonfirmasi bahwa serangan malware dan ransomware berada di strategi depan pemikiran para pemimpin dunia maya, seperti serangan Stuxnet sebagai sebuah serangan siber pertama yang teridentifikasi senjata siber dan mendapatkan perhatian terbesar sebagai sebuah ancaman dunia siber maupun maya.
3. Serangan ransomware yang diikuti oleh serangan social engineering hacking merupakan ancaman serangan siber yang menargetkan aktivitas orang-orang melalui perilaku kesehariannya di dunia maya. Target dari serangan ini dapat berupa individu-individu yang memiliki profil elite.
4. Pembelajaran ancaman siber dari perang Rusia dan Ukraina juga mengincar usaha kecil dan menengah (UKM) yang dipandang penting sebagai rantai pasokan kebutuhan primer dan sekunder, mitra jaringan dan ekosistem perekonomian dari suatu negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia saat ini merupakan bagian dari kecepatan pergerakan ekosistem tersebut. Hal ini berarti juga merupakan tanggung jawab bagi Pussansiad dalam memberikan perlindungan dan keamanan bagi NKRI dari serangan-serangan tersebut.
Oleh : Dhany Afrihan, BSc, M.A, M.M, Ph.D – Staf Khusus Komandan Pusat Intelijen TNI AD Bidang Penyelidikan dan Intelijen