Ancaman Bunyi Keras di Dunia Hiburan: Suara Sound Horegi Bisa Merusak Pendengaran

Breaking News
- Advertisement -

 

Penulis : Anton Christanto  Pengamat dan Pemerhati Sosial Politik di Boyolali

Mudanews.com OPINI  — Dalam tayangan program Insert Investigasi yang disiarkan oleh TransTV, seorang dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorok (THT), dr. Muslim, Sp.THT, menyampaikan peringatan serius terkait bahaya suara keras di lingkungan hiburan, terutama dari perangkat audio yang dikenal dengan istilah “sound horegi”. Menurut dr. Muslim, kekuatan bunyi yang berlebihan dari sistem tata suara seperti ini dapat mengancam kesehatan pendengaran masyarakat.

“Kekuatan bunyi sound horegi bisa mengancam pendengaran orang,” demikian kutipan pernyataan dr. Muslim dalam program tersebut yang tayang dalam segmen investigatif.

Apa Itu “Sound Horegi”?

Istilah “sound horegi” populer di kalangan masyarakat Indonesia untuk menyebut sistem tata suara portabel yang sering digunakan dalam acara hajatan, konser dangdut, pesta rakyat, atau kafe jalanan. Ciri khasnya adalah kekuatan suara yang sangat tinggi, bass yang menggema, dan durasi pemutaran musik yang sering berlangsung berjam-jam, bahkan hingga dini hari.

Walaupun memberikan hiburan yang meriah, ternyata penggunaan sound system dengan volume ekstrem ini menimbulkan risiko medis yang tidak boleh diabaikan.

Dampak Medis Paparan Bunyi Keras

Menurut dr. Muslim, paparan suara keras secara terus-menerus, apalagi tanpa pelindung telinga, dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Secara medis, gangguan ini disebut Noise-Induced Hearing Loss (NIHL).

NIHL terjadi ketika sel-sel rambut halus di dalam koklea (bagian dalam telinga) mengalami kerusakan akibat getaran suara yang terlalu kuat. Kerusakan ini bersifat irreversibel—artinya tidak bisa dipulihkan dengan obat maupun operasi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri memperkirakan bahwa lebih dari 1 miliar remaja dan dewasa muda di seluruh dunia berisiko mengalami gangguan pendengaran akibat kebiasaan mendengarkan musik keras dengan earphone atau berada di lingkungan bising seperti konser dan klub malam.

Ambang Batas Aman Suara

Sebagai informasi, tingkat kebisingan diukur dalam satuan desibel (dB). Berikut adalah acuan umum:
* Percakapan normal: 60 dB
* Lalu lintas padat: 85 dB
* Sound system konser: 100–120 dB
* Mesin jet (jarak dekat): 130–140 dB
WHO menyarankan agar manusia tidak terpapar suara di atas 85 dB selama lebih dari 8 jam, atau lebih dari 100 dB selama lebih dari 15 menit tanpa pelindung pendengaran. Banyak sistem “sound horegi” yang melampaui angka ini dengan durasi lama, bahkan tanpa pengawasan teknis.

Seruan dari Profesional Medis

dr. Muslim menyerukan agar masyarakat, khususnya para pelaku usaha hiburan, lebih peduli terhadap keamanan pendengaran publik. Ia menyarankan beberapa langkah preventif:
* Batasi durasi dan intensitas suara
* Gunakan pelindung telinga bila berada dekat speaker
* Patuhi aturan kebisingan sesuai peraturan daerah
* Libatkan pemeriksaan audiometri secara rutin bagi pekerja hiburan
Ia juga berharap media dan pemerintah ikut aktif dalam edukasi publik untuk menyelamatkan generasi muda dari kerusakan pendengaran yang tak terlihat namun berdampak seumur hidup.

Penutup

Tayangan ini menjadi momentum penting untuk membuka mata publik bahwa ancaman gangguan pendengaran bukan hanya dari pabrik atau kendaraan bermotor, tetapi juga dari kegiatan yang selama ini dianggap “wajar” seperti hiburan musik keras.

Mari mulai peduli dengan telinga kita. Karena saat pendengaran rusak, tidak ada “mute” atau “reset” untuk mengembalikannya seperti semula.

Referensi:
* WHO. (2022). Make Listening Safe Initiative.
* Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pengendalian Kebisingan Lingkungan.
* Insert Investigasi, TransTV. Episode: “Ancaman Sound Horegi”. Tayang Sabtu, 19 Juli 21.00 WIB

Berita Terkini