Dr. Redyanto Sidi, S.H., M.H: Perlu Pengaturan Chek and Balances Hindari Ambigu Kewenangan Penyidikan – Penuntutan Perkara

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Mudanews.com – Dr. Redyanto Sidi Dosen Pasacasarjana Universitas Pembangunan Panca Budi Medan mengatakan bahwa Perlu Pengaturan Chek and Balances Hindari Ambigu Kewenangan Penyidikan – Penuntutan atas suatu perkara.

Sesuai Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor: 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Kejaksaan RI merupakan lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang“.

Dalam konteks penanganan perkara harus dipisahkan kapasitas penyidik pada Kejaksaan dan kapasitas Penuntut Umum pada Kejaksaan dalam menjalankan fungsi Dominus Litis.

Pemisahan ini sangat diperlukan agar tidak ambigu, sehingga menimbulkan terlanggarnya prinsip check and balance dalam penegakan hukum pidana itu sendiri, sehingga perlunya suatu pengaturan hukum” ujarnya.

Untuk diketahui sesuai dengan ratio decindendi pada Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 130/PUU-XII/2015, terdapat ketentuan limitatif waktu paling lambat 7 (tujuh) hari bagi penyidik untuk menyampaikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada Jaksa Penuntut Umum.

Lalu bagaimana jika Penyidiknya adalah juga Jaksa? lanjutnya, tentunya dapat terjadi abuse of power dalam pemahaman yang terintegrasi dan berlandaskan pada rule of law pada proses penegakan hukum pada sistem peradilan pidana yang didasarkan pada asas diferensiasi fungsional.

Rule of law secara tegas menyatakan bahwa penyidik selain penyidik Kepolisian (ontologis prime mover), harus berkoordinasi dengan Korwas PPNS pada institusi Kepolisian.

“Prinsip check and balance ini secara tegas diatur oleh peraturan perundang-undangan (norm verklaring). Misalnya penyidik Kepolisian wajib mengirimkan SPDP ke Penuntut Umum dan menjalankan petunjuk dalam pemberkasan perkara yang diberikan oleh penuntut umum untuk kepentingan pembuktian sebagai bentuk fungsi Kejaksaan dalam menjalankan dominus litis.

Dalam hal Kejaksanaan melakukan tindakan penyidikan tentunya bukan sebagai penuntut umum yang menjalankan fungsi dominus litis, sehingga untuk berjalannya prinsip check and balance, maka penyidik pada Kejaksaan harus berkoordinasi dengan koordinator pengawasan penyidik sebagai pengejawatahan asas diferensiasi fungsional,” agar tidak terjadi abuse of power yaitu Pelanggaran terhadap Pasal 109 ayat (1) KUHAP.

Dalam keadaan umum, penyidik harus melaporkan kepada penuntut umum tentang saat dimulainya penyidikan suatu perkara. Apabila penyidik tersebut berasal dari instansi yang sama dengan penuntut umum, maka penyidik tidak pernah dan merasa tidak perlu memberitahukan kepada penuntut umum pada saat dimulainya penyidikan.

Dalam perkara tindak pidana korupsi, sering penyidik berasal dari Kejaksaan Agung, dari segi kepangkatan, senioritas dan pengalaman, lebih tinggi dari penuntut umum yang berada di Kejaksaan Negeri.

Sehingga jaksa penyidik tidak merasa perlu untuk memberitahukan kepada penuntut umum, yang berpangkat lebih rendah, saat dimulainya penyidikan yang dilakukannya.

Kalaupun ada pemberitahuan, maka jaksa yang pangkatnya lebih rendah tidak mungkin mengontrol sesuai dengan legal culture kita di mana berlaku budaya petunjuk dan Pelanggaran terhadap Pasal 110 KUHAP tentang keharusan penuntut umum untuk menerima berkas perkara (hasil penyidikan), mempelajari dan menentukan apakah hasil penyidikan sudah lengkap atau belum.

Apabila penyidik dan penuntut umum berada pada satu instansi yang sama (satu atap), maka tidak pernah terjadi, penuntut umum memberikan “formulir P-18 atau P-19 (berkas penyidikan dikembalikan disertai catatan-catatan) kepada penyidik.

Apalagi jika penyidik memiliki pangkat yang lebih tinggi dari penuntut umum, maka apapun bentuk hasil penyidikan tersebut, penuntut umum akan segera “wajib” meneruskan perkara tersebut dan tidak mungkin menyatakan bahwa berkas perkara tersebut tidak/belum lengkap.

- Advertisement -

Berita Terkini