ICW dan SAHdaR Desak KPK Periksa Bobby Nasution Terkait Dugaan Korupsi Proyek Jalan di Sumut

Breaking News
- Advertisement -

Mudanews.com, MEDAN – Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan pemeliharaan jalan di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) kembali mencuat, menyusul operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (26/6/2025) lalu.

Bekas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, menjadi salah satu dari lima orang yang ditangkap dalam operasi tersebut.

Topan ditengarai mengatur proyek jalan senilai Rp231 miliar melalui skema e-katalog, bersama beberapa pejabat lain, termasuk Kepala UPTD Gunung Tua, Rasuli Efendi Siregar, Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut, Heliyanto, serta dua direktur perusahaan swasta: M Akhirun Efendi Siregar (PT DNG) dan M Rayhan Dulasmi Pilang (PT RN).

Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Sentra Advokasi Hak Dasar Rakyat (SAHdaR) menilai kasus ini bukan sekadar penyimpangan individual, melainkan cerminan kegagalan sistem pengadaan digital dalam menutup celah korupsi. Dalam pernyataan bersama, dua lembaga itu mendesak KPK untuk memanggil dan memeriksa Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, yang dinilai mengetahui proyek-proyek terkait.

“Sudah menjadi kewajiban Gubernur Sumatera Utara untuk membongkar dan melaporkan praktik-praktik korupsi yang selama ini kerap terjadi,” ujar Hidayat Chaniago, Koordinator SAHdaR, dalam keterangan tertulis, Minggu (6/7/2025).

Ia menilai Bobby tidak bisa lepas dari tanggung jawab politik maupun administratif, apalagi sempat meninjau langsung proyek jalan yang diduga dikorupsi.

E-Katalog: Canggih Tapi Rawan Dimanipulasi

KPK menduga, proyek jalan di Sumut ini diatur melalui e-katalog, sistem digital yang semestinya mencegah praktik koruptif karena proses pengadaannya terdokumentasi secara transparan. Namun, justru di sinilah letak masalahnya. Sistem digital tanpa akuntabilitas dan keterbukaan informasi, kata ICW, hanya menjadi “kedok legal” untuk memenangkan penyedia jasa yang sudah dikondisikan.

“Sejak 2023 kami mengidentifikasi setidaknya delapan potensi kecurangan dalam metode e-purchasing,” kata Wana Alamsyah, Koordinator Divisi Hukum dan Investigasi ICW.

Salah satu modusnya adalah persekongkolan antara penyedia dan pejabat pengadaan. “Kasus di PUPR Sumut menjadi contoh konkret,” imbuhnya.

Masalahnya bukan hanya pada pelaku, tapi juga pada lemahnya tata kelola. ICW menyoroti pelanggaran terhadap Pasal 15 ayat (9) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021, yang mewajibkan keterbukaan informasi pengadaan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Hingga kini, regulasi itu tak dijalankan sepenuhnya, membuat publik sulit mengakses informasi penting untuk pengawasan.

Sumut, Provinsi Paling Rawan Korupsi

Dalam riset tren penindakan korupsi 2024 yang dirilis SAHdaR, Sumatera Utara tercatat sebagai provinsi dengan jumlah perkara korupsi tertinggi: 153 kasus, dengan total kerugian negara Rp1,05 triliun. Angka ini memperkuat citra Sumut sebagai “wilayah merah” dalam praktik rasuah birokrasi.

Sementara itu, catatan ICW menunjukkan bahwa dari 2019 hingga 2023, terdapat 1.189 kasus korupsi sektor pengadaan publik di Indonesia, melibatkan 2.896 tersangka dan menyebabkan kerugian negara sekitar Rp47,18 triliun. Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cermin kegagalan sistemik dalam reformasi tata kelola anggaran.

Desakan Terhadap KPK dan Lembaga Terkait

Berdasarkan rangkaian temuan dan dugaan tersebut, ICW dan SAHdaR mengeluarkan sejumlah desakan:

  1. KPK memeriksa Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan seluruh pihak yang berkaitan dengan proyek jalan yang sedang diselidiki.
  2. KPK bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aliran dana yang diduga terlibat dalam praktik korupsi ini.
  3. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) segera menyusun mekanisme early warning system untuk seluruh metode pengadaan agar lebih antisipatif terhadap pola-pola kecurangan.
  4. LKPP wajib memfasilitasi kanal informasi yang mendukung keterbukaan kontrak pengadaan, sejalan dengan amanat Pasal 15 ayat (9) Perki No. 1 Tahun 2021.

“KPK memiliki kewenangan memanggil siapa pun yang patut dimintai keterangan, termasuk Bobby Nasutionkata. Jika memang bersih, semestinya Bobby bisa membantu mengungkap pihak-pihak lain yang diduga terlibat,” katanya. (Red)

Berita Terkini