Mudanews.com, Langkat – Pemerintah Desa Tapak Kuda, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, secara resmi mencabut rekomendasi pengangkatan Sekretaris Desa (Sekdes) menyusul dugaan kuat praktik nepotisme.
Pencabutan ini dilakukan setelah Kepala Desa Imran S.Pd.I, yang sebelumnya divonis 10 tahun penjara dalam kasus korupsi besar, mengeluarkan rekomendasi tersebut.
Kepala Bidang Pemerintahan Desa (Kabid Pemdes) Dinas PMD Langkat, Selfian Ardi, mengonfirmasi pembatalan rekomendasi yang sebelumnya dikeluarkan oleh camat.
“Rekomendasi dari camat untuk pengangkatan Sekdes sudah saya keluarkan, dan rekomendasi tersebut telah resmi dicabut,” tegas Selfian Ardi saat dihubungi melalui telepon.
Dalam hal ini, Kepala Desa Tapak Kuda, Imran S.Pd.I alias Ucok, diketahui divonis 10 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan Kelas 1A.
Ia terbukti melakukan korupsi terkait alih fungsi kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading, di mana ia secara ilegal mengeluarkan surat izin tanah di kawasan konservasi, yang mengakibatkan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah.
Pasca-vonis, Imran melakukan rotasi mendadak di jajaran perangkat desa. Ia menunjuk adik kandungnya sendiri, Abdul Rahmad, sebagai Sekretaris Desa (Sekdes) untuk menggantikan Khairunnisa, S.Pd, yang dikenal memiliki integritas tinggi.
Perubahan posisi lainnya meliputi Muhammad Ansari yang dimutasi dari Kasi Kesejahteraan ke Kasi Pelayanan, sementara Nurul Husna tetap sebagai Kaur Perencanaan dan Sarifuddin tetap sebagai Kaur Keuangan.
Langkah mutasi ini menuai kontroversi karena diduga tidak melalui mekanisme musyawarah dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang dinilai melanggar semangat transparansi dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Tokoh masyarakat Desa Tapak Kuda, Jainuddin, secara tegas mengkritik mutasi jabatan tersebut. “Ini mutasi karena alasan keluarga, bukan berdasarkan kinerja. Sudah jelas melanggar etika dan regulasi. Jabatan Sekdes bukan warisan keluarga!” ujarnya.
Warga pun menyatakan kemurkaan, menilai pengangkatan Abdul Rahmad tidak layak berdasarkan rekam jejaknya yang dianggap buruk saat menjabat sebagai Kasi Pelayanan.
Mereka justru menyayangkan pemindahan Khairunnisa yang selama ini dikenal rajin, jujur, dan disiplin. “Yang diganti rajin, yang diangkat malah jarang ngantor. Ini bukan penyegaran, ini penyimpangan!” ungkap salah seorang warga dengan nada kesal.
Surat rekomendasi dengan nomor 400.10.2.2-282/TP/2025 dari Camat Tanjung Pura, Tengku Reza Aditya, menjadi sorotan karena pengangkatannya dilakukan saat Imran berstatus sebagai terdakwa dan sedang dalam proses banding.
Surat Keputusan (SK) pengangkatan Abdul Rahmad sebagai Sekdes yang ditandatangani Imran pada 17 Juli 2025 dianggap cacat hukum dan berpotensi melanggar etika tata kelola pemerintahan desa.
Menyikapi berbagai dugaan tersebut, para tokoh dan warga desa mendesak agar rekomendasi Abdul Rahmad dicabut permanen, jabatan Sekdes dikembalikan kepada Khairunnisa, serta proses pengangkatan selanjutnya dilakukan secara transparan, partisipatif, dan objektif.
Mereka juga meminta Camat Tanjung Pura dan Dinas PMD Langkat untuk mengevaluasi seluruh mutasi jabatan yang dilakukan oleh Imran menjelang atau setelah vonis pengadilan.
Kasus ini menjadi bukti penting bahwa tata kelola pemerintahan desa harus terbebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), karena penunjukan perangkat desa bukan sekadar urusan administratif, melainkan menyangkut legitimasi publik dan kepercayaan masyarakat.