MUDANEWS.COM, LANGKAT – Dugaan korupsi proyek pengadaan SMARTboard senilai Rp49,9 miliar di Kabupaten Langkat kian menghangat. Bukan lagi sekadar isu berbisik di lorong-lorong sekolah, aroma tak sedap megaproyek yang semestinya mencerdaskan anak bangsa itu kini semakin menyengat.
Setelah sebelumnya menyeret sejumlah pejabat Dinas Pendidikan, giliran 20 Kepala Sekolah penerima SMARTboard resmi diperiksa penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat, Selasa (26/8/2025). Pemeriksaan maraton sejak pagi hingga sore ini seakan menjadi tontonan bagaimana dunia pendidikan Langkat tengah diguncang badai besar.
Kasi Pidsus Kejari Langkat, Rizky Ramdhani SH, melalui Jaksa Penyidik David Ricardo Simamora SH, menegaskan bahwa pemanggilan massal ini bukan sekadar formalitas.
“Hari ini ada sekitar 20 Kepala Sekolah yang kami periksa. Semuanya penerima SMARTboard. Ini penting untuk melengkapi konstruksi perkara dan memperkuat alat bukti,” ujarnya dengan nada serius.
Pantauan wartawan, sejak pukul 10.00 WIB suasana di Kejari Langkat terasa tegang. Satu per satu Kepala Sekolah masuk ruang penyidik. Publik semakin heboh saat Yusianti, Plt Kepala Sekolah SDN 050714 Tanjung Beringin, hadir bersama suaminya, Supriadi, yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek SMARTboard. Nama Supriadi kini menjadi buah bibir masyarakat Langkat.
Yang mengejutkan, Yusianti ternyata diperiksa terkait penandatanganan berita acara serah terima 4 unit SMARTboard untuk SMP Swasta Tunas Mandiri. Fakta ini makin menguat, sebab penyerahan barang dilakukan langsung oleh Rom, putra kandung Supriadi.
Praktik nepotisme pun kian jelas. SMP Swasta Tunas Mandiri seolah menjadi “anak emas” proyek. Dalam dua tahun terakhir, sekolah swasta itu menerima bantuan hingga Rp1,9 miliar ditambah pengadaan SMARTboard senilai Rp635 juta.
Untuk mengaburkan jejak, kepala sekolah di sekolah tersebut bahkan sudah tiga kali berganti dalam setahun terakhir, diduga sebagai cara mengelabui pemeriksa BPK maupun aparat hukum.
Nama Supriadi pun disebut-sebut sebagai aktor utama. Sebagai PPK, posisinya sangat vital. Tanpa persetujuannya, proyek tidak mungkin berjalan mulus. Potensi kerugian negara diperkirakan sangat besar, sementara Supriadi diduga leluasa menyalahgunakan jabatannya.
Kasus ini kini menjadi ujian besar bagi Kejari Langkat. Publik bertanya-tanya, apakah penyidik berani menetapkan Supriadi dan kroninya sebagai tersangka utama, atau justru memilih jalan aman dengan menjadikan para Kepala Sekolah sebagai kambing hitam.
Satu hal pasti, dugaan korupsi hampir Rp50 miliar ini tidak bisa lagi ditutup-tutupi. Mata publik menyorot tajam, telinga rakyat mendengar jelas, dan suara keadilan menggema lantang:
“Jangan berhenti di Kepala Sekolah. Tangkap aktor intelektualnya! Jadikan Supriadi tersangka demi marwah hukum di Langkat,” tegas kalangan aktivis antikorupsi.