Mudanews.com, Langkat — Layar “pintar” bernama SMARTboard yang semestinya menjadi simbol kemajuan pendidikan di Kabupaten Langkat kini justru berubah menjadi layar skandal dugaan korupsi senilai Rp49,9 miliar.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat resmi menaikkan status perkara pengadaan SMARTboard tahun anggaran 2024 pada Dinas Pendidikan Langkat ke tahap penyidikan, Jumat (15/8/2025).
Langkah ini diambil setelah penyelidik melakukan pemeriksaan intensif selama dua bulan terakhir. Kepala Seksi Intelijen Kejari Langkat, Ika Lius Nardo, membenarkan peningkatan status perkara tersebut.
“Terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan SMARTboard pada Dinas Pendidikan Langkat tahun anggaran 2024, telah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Penetapan tersangka belum dilakukan, akan menyusul setelah bukti cukup,” ujar Nardo.
Sejauh ini, 18 orang telah diperiksa, termasuk unsur pemerintah dan swasta. Salah satunya adalah Supriadi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, yang sudah dimintai keterangan pada akhir Juli lalu.
Proyek Kilat Bernilai Fantastis
Pengadaan 312 unit SMARTboard menelan anggaran Rp49,9 miliar, terdiri dari Rp17,9 miliar untuk SMP dan Rp32 miliar untuk SD. Produk yang digunakan adalah Viewsonic/Viewboard VS18472 75 inci dengan harga satuan Rp158 juta, ditambah ongkos kirim Rp620 juta. Dua perusahaan pelaksana, PT Gunung Emas Ekaputra dan PT Global Harapan Nawasena, hanyalah reseller di bawah lisensi PT Galva Technologies.
Tahapan proyek berlangsung super cepat. P-APBD disahkan pada 5 September 2024, RUP tayang 10 September, kontrak selesai 11–12 September, dan barang diserahkan 23 September 2024 dengan pembayaran 100 persen. Rangkaian ini memunculkan dugaan bahwa pengadaan telah diatur sebelum anggaran disahkan.
Barang Negara Nyasar ke Sekolah Swasta
Alih-alih seluruhnya masuk ke sekolah negeri, 12 unit SMARTboard justru ditemukan di enam sekolah swasta. Empat unit di antaranya masuk ke SMPS Tunas Mandiri, Desa Sukamaju, Kecamatan Tanjung Pura, yang disebut-sebut milik Supriadi.
Istrinya tercatat sebagai Ketua Yayasan dan Kepala Sekolah Tunas Mandiri, sekaligus Plt Kepala SMP Negeri Hinai saat penerimaan barang.
Dalam dua tahun terakhir, sekolah ini juga mendapatkan proyek APBD bernilai hampir miliaran rupiah, mulai dari rehabilitasi kelas, toilet, hingga laboratorium komputer, seluruhnya di bawah kendali Supriadi ketika masih menjadi PPTK.
Belanja Modal Tak Boleh Jadi Hibah
Wakil Ketua DPRD Langkat, Romelta Ginting (PDI-P), menegaskan bahwa barang yang dibeli melalui belanja modal tidak boleh dihibahkan ke swasta.
“SMARTboard adalah milik daerah, tidak boleh dikuasai swasta. Kalau 12 unit diberikan ke swasta, Laporan Realisasi Anggaran belanja modal akan lebih saji Rp1,9 miliar. Tarik segera sebelum jadi temuan BPK,” ujarnya.
Bayang-Bayang Mantan Kadisdik
Nama mantan Kadis Pendidikan Langkat, Syaiful Abdi yang kini dipidana tiga tahun dalam kasus PPPK 2023 ikut disebut. Ia mengaku tidak menerima keuntungan dari proyek ini dan siap membuka praktik kotor jika namanya diseret.
Publik kini menunggu langkah Kejari Langkat, apakah akan membongkar tuntas dugaan permainan ini atau membiarkannya menguap. Kasus ini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum untuk memastikan SMARTboard benar-benar menjadi alat pendidikan, bukan simbol korupsi.