Mudanews.com-Karo | Gunung Sibayak, yang oleh masyarakat Karo dijuluki “gunung raja”, merupakan gunung berapi aktif yang terakhir kali meletus pada tahun 1881. Dengan ketinggian 2.181 mdpl, gunung ini termasuk dalam gugusan Bukit Barisan dan menjadi destinasi favorit bagi wisatawan dari berbagai kalangan, baik muda maupun tua. Lokasinya berada di Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, sekitar 55 kilometer dari Kota Medan.
Terdapat beberapa jalur pendakian menuju puncak Gunung Sibayak yang umum digunakan para pendaki. Jalur pertama melalui Desa Semangat Gunung atau Desa Raja Berneh, mengombinasikan tangga dan jalur alam dengan medan yang relatif landai dan cocok untuk pemula. Jalur kedua dari Desa Jaranguda cukup populer di kalangan wisatawan, sedikit lebih panjang dari jalur sebelumnya namun tetap mudah dilalui. Jalur ketiga dikenal sebagai Jalur 54—merujuk pada jarak kilometer dari Kota Medan—berada di Desa Doulu II, dengan medan yang lebih menantang sehingga biasanya ditempuh oleh pendaki berpengalaman.
Untuk memasuki kawasan Gunung Sibayak, pendaki dikenakan retribusi sebesar Rp10.000 oleh UPTD Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, sesuai Perda No. 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selain itu, terdapat biaya parkir kendaraan sebesar Rp15.000 untuk sepeda motor, dan antara Rp20.000 hingga Rp30.000 untuk mobil, yang dikelola oleh PT Pariban Sibayak Zilena.
Namun, kondisi pengelolaan kawasan ini dikeluhkan sejumlah pendaki. Andri, seorang pendaki asal Helvetia – Medan, menyampaikan kesannya saat ditemui Selasa(16/07/2025).
“Kalau boleh jujur, Gunung Sibayak ini semakin tidak terkelola. Sampah berserakan, untung sempat viral kemarin jadi ada petugas yang turun membersihkan. Tapi sekarang air susah, kamar mandi jorok, dan kantin di Pos 2 sudah tutup. Mau buang air besar pun terpaksa di semak-semak, Bang,” keluhnya.
Laporan: Tim Redaksi – Mudanews