Tamat 14 Semester di UISU, Mara Dingin Tak Gentar Cari Kerja: Udah Jadi Bos Thrifting, Bro!

Breaking News
- Advertisement -

Mudanews.com, MEDAN – Empat belas semester. Bagi sebagian orang, itu terdengar kayak kutukan. Tapi buat Mara Dingin Siregar (25), itu justru kisah cinta-benci yang bikin dia kenal dirinya sendiri. Mahasiswa Fakultas Hukum UISU ini bukan lulusan cumlaude, apalagi punya medali emas kayak di Olimpiade. Tapi jangan salah, dia lulus bukan buat jadi pengangguran, tapi langsung cuan dari bisnis thrifting yang udah dia rintis dari zaman masih bingung isi KRS.

“Dulu kupikir kuliah itu ya dateng, ngerjain tugas, terus lulus. Ternyata banyak plot twist-nya, lebih seru dari sinetron Anak Jalanan,” kata Mara, sambil ngopi hitam di warung kecil langganannya di Jalan Halat, Medan, Senin (30/6/2025).

Dari Salah Jurusan ke Surga Pakaian Bekas.

Cerita Mara bermula dari niat mulia khas anak rumahan: kuliah, cepet kerja, bahagiain orang tua. Jurusan Hukum dipilih karena katanya keren dan peluang kerja besar. Tapi masuk semester tiga, dia malah makin yakin kalau dia nggak cocok cosplay jadi jaksa. Belum apa-apa udah stres duluan lihat baju formal.

“Saya sadar, saya nggak cocok jadi lawyer, capek ngurusin masalah orang. Apalagi kalau harus pake baju rapi tiap hari,” katanya, dengan tawa getir yang penuh perenungan.

Titik baliknya muncul bukan dari kampus, tapi dari liburan ke negeri tetangga. Di sana, dia lihat gunungan limbah tekstil gegara fast fashion yang makin menggila. Pulang ke Medan, dia kepikiran: kenapa nggak sulap limbah jadi duit?

Semua bermula dari jaket vintage dua puluh ribuan yang dia beli karena suka. Iseng dijual lagi di Instagram. Eh, dua hari langsung laku. Dari situ, dia mulai rajin blusukan ke pasar dan gudang barang bekas, dari Brastagi sampai Belawan. Pokoknya, kalau ada tumpukan baju, dia datang. Kayak detektif pakaian bekas.

Bisnis Thrifting: Lahir dari Keresahan dan Jaket Murah.

Keresahannya akan dampak industri fast fashion akhirnya jadi fondasi bisnisnya. Daripada ngeluh doang, Mara pilih aksi: bikin bisnis thrifting yang ramah lingkungan dan penuh gaya.

“Pakaian bekas tuh bukan sampah, tapi barang punya cerita. Tinggal gimana kita ngemasnya,” ujarnya.

Dia percaya bahwa di balik baju murah fast fashion, ada limbah yang menggunung, buruh yang dieksploitasi, dan konsumen yang dibikin lapar tren. Maka muncullah ide: jual barang bekas berkualitas, kurasi yang niat, tampilkan dengan estetika. Bukan cuma jualan, tapi juga kampanye gaya hidup: reuse, reduce, recycle.

Prospero Project: Gaya Lama, Visi Baru.

Tahun 2021, lahirlah Prospero Project. Bukan toko gede, tapi akun Instagram yang konsisten upload baju-baju kece hasil buruan. Yang bikin beda? Caption-nya. Nyeleneh, kadang filosofis, tapi tetap relate. Slogannya: Prosper Together – Sejahtera Bersama.

Target pasarnya jelas: anak kuliahan, pekerja muda, dan siapa pun yang mau tampil modis tanpa harus nyolong ATM sendiri. Semua dipotret sendiri, diedit pakai HP kentang, dan dijual via Instagram dan TikTok. Cek aja akunnya: @prosperoproject.co

Sekarang, pengikutnya udah lebih dari seribu. Orderan tiap hari. Dan ketika temannya sibuk bikin CV dan buka LinkedIn, Mara malah asyik nge-packing baju dan belanja bubble wrap.

“Waktu teman-teman sibuk apply kerja, saya sibuk lipat baju,” katanya, kalem tapi bangga.

Tamat Kuliah, Tapi Bukan Tamat Hidup.

Skripsi ditolak tiga kali, dosen pembimbing sempat hilang kontak sebulan, bikin dia nyaris give up. Tapi akhirnya sidang juga. Lulusnya standar, tanpa pesta mewah. Tapi cukup buat orang tua lega, dan pacarnya bisa update story: “Finally!”

“Saya nggak malu tamat 14 semester. Toh, saya nggak nganggur. Bahkan bisa bantu finansial pribadi,” ujarnya.

Kini, Mara lagi ngumpulin modal buat buka toko fisik di Medan. Mimpinya sederhana tapi manis: tempat thrift yang juga jadi ruang nongkrong. Ada kopi manual brew, playlist The Adams, dan baju bekas yang dikurasi dengan cinta.

“Biar orang bisa belanja sambil ngobrol. Soalnya, thrifting itu bukan cuma beli baju murah. Tapi gaya hidup. Statement. Dan kadang, bentuk terapi juga,” katanya, agak serius tapi tetap dengan tawa kecil.

Hidup Itu Bukan Sprint, Bro.

Bagi Mara, hidup nggak harus cepat. Tamat kuliah di umur 25 bukan kegagalan. Justru jalan memutar itu yang bikin dia lebih kenal diri sendiri.

“Kalau bisa milih ulang, saya tetap pilih jalan yang ini. Walau mutar, tapi nyampe,” katanya mantap.

Mara mungkin nggak akan diundang ke seminar motivasi. Tapi kisahnya relevan dengan banyak anak muda hari ini: tumbuh di tengah tekanan, tapi tetap bertahan dengan cara yang jujur dan seadanya. Tanpa template.

Dan siapa tahu, kalau nanti dia buka butik sendiri, plang tokonya akan bertuliskan:

“Tempat Lulusan Lama Berkarya dan Bergaya.”

Oh iya, satu lagi. Dulu katanya Mara sempat digandrungi banyak mahasiswi. Soalnya, menurut mereka, wajahnya mirip Nicholas Saputra. Katanya, loh.

Kalau kamu lagi nunda skripsi sambil nyicil mimpi, ingat: jalan memutar juga bisa sampai tujuan. (din).

Berita Terkini