Dinilai Minim Kajian dan Rentan Risiko Sosial, Rencana Lima Hari Sekolah di Sumut Panen Kritik

Breaking News
- Advertisement -

Mudanews.com – MEDAN | Rencana Dinas Pendidikan Sumatera Utara (Disdik Sumut) untuk menerapkan sistem sekolah lima hari dalam sepekan mulai tahun ajaran 2025–2026 memantik kekhawatiran dari kalangan legislatif.

Sejumlah anggota DPRD Sumut menilai kebijakan tersebut belum melalui kajian komprehensif, apalagi melibatkan suara para pemangku kepentingan pendidikan di daerah.

Anggota Komisi E DPRD Sumut dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fatimah menilai keputusan ini tidak bisa diterapkan sepihak oleh pemerintah daerah. Ia menekankan pentingnya pelibatan publik dan konsultasi dengan tokoh pendidikan sebelum sebuah perubahan mendasar diterapkan dalam sistem pembelajaran.

“Kita harus duduk bersama dalam forum public hearing, libatkan guru, kepala sekolah, hingga masyarakat. Ini bukan soal mengganti hari belajar, tapi soal arah pendidikan kita ke depan,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (11/6/2025).

Menurutnya, banyak sekolah di Sumatera Utara saat ini masih berjuang menerapkan sistem enam hari dengan kualitas yang belum merata. Penerapan sistem lima hari justru dinilai bisa memperlebar ketimpangan, terutama jika tidak semua sekolah mampu menerapkan model full day school secara optimal.

“Jangan hanya karena ingin meniru kebijakan nasional atau tren global, lalu anak-anak kita jadi kelinci percobaan. Sekolah enam hari saja masih banyak masalah,” katanya.

Fatimah yang juga memiliki latar belakang sebagai tenaga pendidik, mengaku lebih mendukung sistem full day yang tetap menyisakan hari Sabtu untuk kegiatan pengembangan minat dan bakat siswa.

Dalam konteks ekosistem pendidikan yang kompleks dan beragam secara geografis dan sosial di Sumatera Utara, keputusan yang diambil secara top-down berisiko mengabaikan dinamika lokal. Pemerintah provinsi diminta lebih terbuka dalam menyusun kebijakan publik, termasuk melalui kajian mendalam dan konsultasi multipihak.

“Jangan sampai keputusan yang dimaksudkan untuk memperbaiki justru menjadi bumerang,” tutup Fatimah.

Kekhawatiran serupa juga disampaikan oleh Dameria Pangaribuan dari Fraksi PDI Perjuangan. Ia menyayangkan belum adanya komunikasi resmi dari Disdik Sumut kepada Komisi E DPRD, padahal kebijakan ini berdampak langsung terhadap jutaan siswa dan keluarganya.

“Kami belum menerima konsep atau metode pembelajaran dari Dinas Pendidikan. Tidak ada penjelasan resmi sejauh ini,” ujar Dameria dihubungi terpisah.

Meski kebijakan ini dimaksudkan sebagai salah satu strategi untuk menekan kenakalan remaja (dari tawuran, geng motor, hingga penyalahgunaan narkoba) Dameria menilai penerapannya berpotensi kontraproduktif, terutama jika anak-anak justru lebih bebas tanpa pengawasan pada dua hari libur.

“Sabtu itu masih hari kerja bagi banyak orang tua. Bagaimana mengawasi anak ketika mereka libur, sementara orang tua masih bekerja? Ini bisa membuka ruang baru bagi risiko sosial,” tegasnya.

Ia menambahkan, kebijakan seperti ini membutuhkan data riil tentang kondisi sosial masyarakat, termasuk pola kerja orang tua siswa. Tanpa itu, keputusan lima hari sekolah bisa melahirkan celah baru, bukan solusi. (din).

Klik disini dan ikuti kami di WhatsApp.

Berita Terkini