Tindaklanjuti Surat Parlemen Swedia dan Australia, Kemenkumham Sumut Gelar Rapat di Lapas Tanjung Pura

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Langkat – Menindaklanjuti surat dari Parlemen Stockholm Swedia dan Canberra Australia kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) disana, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham RI) Wilayah Sumatera Utara menggelar rapat klarifikasi terkait dugaan kriminalisasi terhadap Ketua dan Anggota Kelompok Tani Nipah Syamsul Bahri dan M Samsir, di Rutan Kelas IIB Tanjung Pura, Kamis (20/5/2021) pagi.

Dalam pertemuan itu, setelah Karutan Kelas IIB Tanjung Pura Parlindungan Siregar menyampaikan kata sambutannya, Tim Pelayanan Komunikasi Masyarakat Kanwil Kemenkumham Sumut kemudian mempertanyakan kepada pengurus Poktan Nipah, terkait latar belakang pelestari hutan itu melakukan kegiatan penghijauan dan restorsi hutan di Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Selanjutnya, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Nipah Syamsul Bahri menyampaikan, bahwa aktivis pencinta lingkungan itu sudah sejak tahun 2016 silam melakukan peremajaan dan pelestarian kawasan hutan, yang sudah mengalami kerusakan cukup parah. Pada April tahun 2018, mereka baru mendapatkan izin pengelolaan kawasan dari MenLHK, dengan SK Nomor 6187/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/9/2018.

Sepanjang perjuangannya melestarikan hutan itu, kata Syamsul, Poktan Nipah kerap mendapat intimidasi dari pihak yang diduga sebagai pemodal perkebunan sawit yang terletak di Kawasan Perhutanan Sosial (PS), yang dikelola kelompok tani tersebut. “Puncaknya, kami dituduh melakukan penganiayaan terhadap Harno Simbolon,” terangnya.

“Kami (Poktan Nipah) juga sudah melaporkan peruskan hutan yang dilakukan pihak perkebunan sawit ke Polres Langkat, namun hingga saat ini belum juga ada perkembangan. Sementara, perkara penganiayaan yang dituduhkan kepada saya, begitu cepat diproses. Jadi, tinggal sama Allah lah kami akan melaporkan intimidasi yang kami alami,” tegas Samsul.

Pada kesempatan itu, Direktur Yayasan Srikandi Lestari Sumiati Surbakti SE menambahkan, kekhawatiran Poktan Nipah terhadap abrasi di sepanjang Pantai Timur Kabupaten Langkat, merupakan faktor utama yang memotivasi pegiat lingkungan hidup itu, untuk terus berjuang melestarikan kawasan hutan yang sudah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit dan tambak.

Kenyataannya, kata Mimi, Poktan Nipah selalau mendapat intimidasi dari pihak perkebunan sawit yang berada dalam kawasan hutan. Hingga saat ini, pemodal perkebunan sawit belum bisa menunjukkan legalitasnya di kawasan hutan, meskipun sudah diminta oleh Kadishut Provsu pada Februari 2021 silam. “Kawsan hutan sudah rusak, jadi harus tetap dilestarikan,” kata pendamping Poktan Nipah itu.

Kuasa Hukum Poktan Nipah M Ali Nafiah Matondang SH MHum mengatakan, bahwa penanganan perkara terhadap kliennya itu terkesan terlalu dipaksakan dan mengabaikan haknya sebagai terlapor. Selama proses penyidikan, tak ada saksi yang meringankan kliennya itu yang diperiksa.

“Ada apa ini, saksi yang meringankan klien kami tidak pernah diperiksa. Gujuk-gujuk mereka malah mendapat surat panggilan dari Polsek Tanjung Pura sebagai tersangka. Dan setelah diperiksa berapa jam, klien kami langsung dijebloskan ke sel tahanan Polres Langkat,” beber Ali.

Selain itu, lanjut Ali, ketika permohonan penangguhan penahanan kliennya dikabulkan setelah dipenjara selama 14 hari, kemudian berkas perkara tersebut dilimpahkan ke JPU dan dalam waktu yang singkat, berkas tersebut dinyatakan sudah lengkap (P21).

“Bahkan, dokter yang memeriksa pelapor juga mengatakan bahwa dirinya tidak pernah mengeluarkan surat Visum et Revertum, melainkan hanya memberikan resep dan obat buat pelapor, yang pada waktu itu datang untuk berobat, bukan untuk membuat visum,” sambungnya.

Perwakilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumut Khairul Bukhari yang juga pendamping Poktan Nipah menyampaikan, bahwa saat terjadi perusakan ribuan tanaman mangrove di areal kelola binaan Poktan Nipah yakni Taruna Mangrove, di sana ada aparat kepolisian yang melihat peruskan tersebut.

“Kenapa aparat kepolisian tidak menghentikan perusakan tanaman mangrove itu, justru mereka malah menghalangi anggota kelompok tani yang ingin mencegah penebangan mangrove di sana,” ungkap Ari, sembari memberikan izin SKM Taruna Mangrove kepada perwakilan Kanwil Kemenkumham Sumut.

Menyikapi pernyataan Ari itu, Kapolsek Tanjung Pura AKP Rudy Sahputra membantah tudingan itu. Rudy mengatakan, anggotanya yang hadir saat perusakan mangrove itu adalah Bhabinkamtibmas yang bertugas di Desa Kwala Serapuh. “Setau saya, Taruna Mangrove gak punya izin. Kita harap, agar Poktan Nipah mau melibatkan kami dalam aktifitasnya, jangan segan melapor jika ada intimidasi,” tandas Rudy.

Akhirnya, perwakilan Kanwil Kemenkumham Sumut Desni Damanik menyampaikan, tujuan digelarnya rapat tersebut bukanlah untuk saling berdebat, melainkan untuk mengklarifikasi terkait dugaan kriminalisasi yang dialami Syamsul Bahri dan Samsir.

“Dari pertemuan ini, hasilnya akan disampaikan pada rapat dengan Dirjen HAM Kemenkum HAM di Jakarta pada 25 Mei mendatang, untuk menyusun rekomendasi penanganan permasalahan HAM terkait sengketa perhutanan ini,” tandas Desni.

Dengan tetap menerapkan prokes Covid-19, turut hadir dalam kegiatan tersebut, Sekdakab Langkat dr Indra Salahuddin, Kapolsek Tanjung Pura, Kadis LH Langkat, perwakilan Kejari Langkat, perwakilan dari Polres Langkat, Camat Tanjung Pura, serta perwakilan dari Pemerintah Desa Kwala Serapuh. Berita Langkat, Wahyu

- Advertisement -

Berita Terkini