Pejuang Islam NUsantara Sumatera Utara Sesalkan Pembubaran Pertunjukan Kuda Kepang

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Indonesia negeri indah nan kaya budaya, keberagaman suku bangsa, bahasa dan budaya merupakan kebangga anak negeri zamrud khatulistiwa ini.
Kita harus rawat kemajemukan yang ada di Nusantara. Tidak boleh ada yang merasa benar sendiri, main hakim sendiri dan melakukan pembubaran terhadap kegiatan pagelaran seni budaya suatu bangsa atau suku.

“Setiap etnis, suku bangsa dan pemeluk agama berhak menjalankan kegiatannya menurut budaya, keyakinannya dan agamanya masing-masing,” tegas Ardian, Wakil Kabid ITE Pejuang Islam Nusanata Sumatera Utara (PIN Sumut) kepada mudanews.com di Medan, Jumat (9/4/2021).

Ia mengatakan pertunjukan kuda kepang atau jaran kepang budaya leluhur bangsa Indonesia, khususnya etnis Jawa, melarang pagelaran tersebut berarti melecehkan etnik tertentu. Masyarakat buat hiburan, terlepas dari keadaan pandemi saat ini.

Ardian menyesalkan tidak sepatutnya pembubaran dilakukan oleh Ormas tertentu yang berbeda pandangan. Seharusnya kepilng tidak mengundang organisasi masyarakat tertentu untuk pembubaran crowd atau kerumunan dimasa pandemi ini. Dia bisa kontak Bhabinkamtibmas setempat. Atau melakukan negosiasi antropologi, sehingga tidak terkesan memaksakan kebenaran tunggal yang dianutnya.

“Oknum Kepling dan Ormas tersebut bisa jadi telah terkontaminasi pemahaman salafi Wahabiy yang hobinya menyesatkan, mengkafirkan dan intoleran,” ungkapnya.

Ardia menegaskan kita sangat sesalkan peludahan terhadap wanita saat pembubaran petunjukan jarang kepang, bersihkanlah rumah dengan sapu yang bersih. Tidak zamannya saat ini berdakwah dengan egosentris.

“Dakwah merangkul jangan memukul. Yang dilakukan oleh oknum laskar Forum Umat Islam (FUI) sudah sangat tidak berakhlak, menghinakan budaya dan kaum wanita. Semua kita memiliki pemahaman beragama, hargai pendapat orang lain, untuk pelestarian budaya janganlah kita saling menghakimi,” tambah Ardian.

PIN Gerakan dakwah yang turut merawat pelestarian budaya nusantara di dalam kehidupan umat Islam.

Sementara Emil Hardi, Bendahara PIN Sumut menjelaskan bahwa tari Kuda Lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga. Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda. Juga ada yang mengatakan ada hubungannya dengan tari Reog Ponorogo, dan Jaran Kepang dari Kediri dalam cerita Songgo Langit.

Disisi lain, Krisnadi Yudhono, Kabid Seni dan Budaya PIN Sumut menerangkan pakar budaya dan sejarah Nusantara, Agus Sunyoto menyatakan bahwa bahwa kesenian Kuda Kepang adalah kesenian yang lahir pada masa peralihan zaman Hindu ke Islam.

“Dimana yang diketahui menggelar kesenian kuda kepang untuk dakwah yang pertama adalah Sunan Ngudung. Seni sejenis, dimana kuda kepang ditambah Reog, Bujangg Anong, Pentul, dan Tembem dikembangkan raja muslim Bathara Katong,” jelasnya.

Krisnadi menambahkan semua kesenian itu untuk mengumpulkan orang untuk didakwahi agama Islam. Dengan demikian adalah tergesa-gesa jika dinyatakan bahwa kesenian kuda kepang dianggap seni syirik warisan agama bukan Islam.

Menurutnya, tradisi yang berkembang di masyarakat seperti jaran kepang, misalnya, selama dalam konteks tidak membawa kekufuran dan tidak membahayakan dirinya dan orang lain serta melestarikan budaya dan adat istiadat (yang tidak bertentangan dengan hukum syara’) maka hukumnya diperbolehkan. Adapun jika ada yang tidak sesuai maka perlu kita edukasi bersama agar masyarakat dan generasi muda tidak menyalah artikan tradisi.

Sementara itu, Ustadz Zulkarnain, pembina PIN Sumut menegaskan para wali terdahulu ketika masuk dalam ranah masyarakat, diterapkan Fiqhud Dakwah, ajaran Islam diterapkan secara lentur, sesuai dengan kondisi masyarakat, dan dengan terus mengedukasinya.

“Dengan demikian para muballigh dan Wali Songo mengembangkan agama Islam dengan bertahap, berangsur-angsur (tadrijy),” pungkasnya.

Ketua PIN Sumut Ustadz Agus Rizal mengharapkan semoga dimasa yang akan datang jangan adalagi pembubaran pagelaran seni, jangan ada penistaan terhadap wanita dan kebudayaan etnis apapun di negeri yang terkenal pluralis, kita rawat kebhinekaan.

“Tingkatkan tasamuh, bila sesama umat beragama kita bisa ber-Lakum dinukum waliyadin, (bagi kamu agamamu, bagiku agamaku), paling tidak internal umat Islam kita bisa ber-lanaa a’maluna walakum a’maalukum, (bagi kami amal perbuatan kami bagi kamu amal perbuatan kamu,” tutup Agus Rizal. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini