Aktivis 98, Nilai Pemerintah Tidak Otoriter Membubarkan FPI

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98  (PP 98) menilai pembubaran dan pelarangan aktivitas Front Pembela Islam (FPI) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) enam pejabat tinggi negara yakni Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kepala Polri Jenderal Idham Azis dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Boy Rafly Amar, sah secara hukum.

Ketua Majelis Nasional PP 98 Sahat Simatupang mengatakan, pelarangan aktivitas FPI bisa dilakukan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan atau Ormas.

“Secara administrasi hukum, pembubaran dan pelarangan aktivitas ormas bisa dilakukan melalui UU Nomor 16 Tahun 2017. Pembubaran atau pelarangan ormas tidak perlu lagi melewati mekanisme hukum di pengadilan. Pembubaran atau pelarangan ormas bisa langsung dilakukan pemerintah lewat keputusan atau kebijakan tanpa ada putusan pengadilan,” kata Sahat Simatupang, Minggu (3/1/2021).

Aturan tersebut berbeda dengan UU Ormas sebelumnya yakni UU Nomor 17 Tahun 2013, yang mana mensyaratkan putusan pengadilan dalam hal pelarangan atau pembubaran ormas.

“Jadi membubarkan FPI bukan tindakan otoriter pemerintah karena dari sisi aturan hukum sah. Otoriter kalau tidak memiliki dasar hukum, namun tetap membubarkan,” ucapnya.

Sahat menyebutkan selain sah dari sisi hukum, pembubaran FPI dari sisi kepentingan bernegara juga sah dilakukan pemerintah.

Menurutnya, jika ada ormas yang tidak setia pada dasar negara atau ideologi bangsa yakni pancasila serta bentuk negara yakni negara kesatuan.

“Maka pemerintah tidak boleh membiarkan aktivitas ormas tersebut di tengah – tengah masyarakat,” kata Sahat.

FPI, sambung Sahat, dengan secara nyata menyerukan NKRI bersyariah sesuai tafsir mereka. Adapun bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan sesuai Undang – Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

“Indonesia menganut bentuk negara kesatuan. Hal itu tertuang pada Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang Berbentuk Republik sering disingkat dengan sebutan NKRI, bukan NKRI bersyariah versi FPI. Jangan sesuka hati menafsirkan bentuk negara. FPI sudah melawan UUD 1945, dan pemerintah berhasil menangkap kegelisahan rakyat dengan membubarkan dan melarang aktivitas FPI,” jelasnya.

Sahat menambahkan, tuduhan otoriter kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo dari sejumlah politisi anti pemerintahan gugur dengan sendirinya karena membubarkan dan melarang aktivitas FPI memiliki landasan hukum yang kuat.

“Kalau pemerintahan Jokowi otoriter, maka seluruh ormas atau lembaga yang berbeda pandangan dengan pemerintah bisa saja dibubarkan, tapi kan tidak seperti itu. Yang dibubarkan itu ormas yang melanggar UU Ormas dan UUD 1945 sebagai dasar konstitusi bernegara. Jika Jokowi otoriter pasti kami lawan. Namun dalam hal pembubaran dan palarangan aktivitas ormas yang melanggar undang – undang, pemerintahan Jokowi tidak otoriter” pungkasnya mengakhiri. Berita Medan, red

- Advertisement -

Berita Terkini