MBN Langkat Luncurkan Program Kemandirian Kaos Standar Distro

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Langkat – Majlis Belia Negeri (MBN) Langkat meluncurkan program kemandirian kaos standar distro yang bertajuk Tamadun Emas, Moh Kite Bangket Sekali Lagi dengan bahan kaos terbaik katun Combet 20 s warna hitam.

Menariknya, hasil keuntungan dari penjualan kaos tersebut, 100% akan di pergunakan untuk melaksanakan kegiatan pengkaderan bagi generasi baru di organisasi tersebut.

Dalam program ini, MBN Langkat menjalankan 4 misi dalam satu paket program unggulannya yaitu misi budaya, misi sosial, misi ekonomi sekaligus misi generasi dalam semangat membangun kemandirian, kepeloporan dan kesukarelawanan.

“Tajuknya saja kita pilih Tamadun Emas yang artinya peradaban emas yang maju, tinggi dan unggul dengan aksara Arab Melayu sebagai aksara asli kepunyaan bangsa kita. Sedangkan tagline Moh Kite Bangket Sekali Lagi, walaupun menggunakan aksara latin, akan tetapi kita memakai bahasa Melayu Langkat asli sebagai bentuk eksistensi jati diri kebudayaan daerah kita di Langkat ini,” ujar Agusma Hidayat selaku Wali Utama Pengurus Besar Majlis Belia Negeri Langkat yang di dampingi Muhammad Akbar selaku Setia Usaha Utama pada Rabu(18/11/2020).

“Sebenarnya hal tersebutkan secara otomatis menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan nasional bangsa kita. Hal ini juga sebagai upaya kita dalam mendorong penerapan konsep 4 pilar kebangsaan bahwa negara kita mengakui adanya kebhinekaan dan keberagaman dalam komposisi masyarakat kita yang sangat majemuk. Hal ini jugakan merupakan warisan kekayaan leluhur bangsa kita sejak dulu, kini dan hendaknya sampai masa yang akan datang,”lanjutnya lagi.

“Alhamdulillah program ini mendapat sambutan yang cukup baik, dimulai dari bang Ondim sebagai Wakil Bupati Langkat mau membeli kaos yang kita desain sendiri. Ada juga abangda Tengku Chandra selaku Kejuruan Stabat juga membeli bahkan bersedia mempromosikan program yang kita rencanakan ini. Selain itu, ada pula bang Haji Firmansyah SE MARS selaku Direktur Utama PT Bidadari Medikal Nusantara dan PT Ade Putri Medikal Nusantara, abangda Muhammad Nawawi SSTP MSP selaku Camat Hinai, bang Surkani selaku Ketua Dikdasmen Muhammadiyah Langkat dan lainnya juga memesan kaos kita, artinya responnyakan sudah cukup baik,” ungkapnya.

“Kenapa tagline nya Moh Kite Bangket Sekali Lagi ? Jika kita kaji sejarah bahwa tanah bertuah Melayu Langkat yang saat ini kita pijak di era generasi sebelumnya sudah pernah roboh di awal abad 16 akibat penyerangan Kesultanan Aceh Darussalam di Kota Sipinang Besitang serta berujung dengan berdirinya Labuhan Deli yang di pimpin panglima perang Aceh, Gocah Pahlawan setelah berhasil meluluhlantakkan Aru tapi walaupun begitu, generasi sebelumnya bisa bangkit lagi dengan berganti nama menjadi Langkat sejak 1750 yang di prakarsai Raja Kahar dan di lanjutkan Raja Badiuzzaman membangun Kota Dalam ibukota pertama Langkat sekaligus sebagai pusat pemerintahan Kerajaan yang baru berdiri saat itu,” jelasnya lagi.

“Kemudian harus kita ingat pula, puak ini juga pernah remuk pada 1818 akibat ekspansi militer Kesultanan Siak Sri Indrapura di Kota Dalam Secanggang. Dan yang sangat menyedihkan, puak kita pernah di gempur Kerajaan Belanda pada 1862 hingga 1865 melalui agresi militer di Jentera Malay yang menewaskan ratusan putra-putri terbaik puak Melayu Langkat dalam mempertahankan tanah tumpah darah leluhur dan kelahirannya. Bukti kuburan massalnya dapat kita temukan di hilir Jentera Malay,” terangnya mengenang sejarah Langkat dimasa silam.

“Seharusnya kita mengingat peristiwa agresi Belanda yang pernah terjadi di masa silam untuk menjadi bahan renungan dan refleksi bagi kita dengan membuat monumen sejarah dan memperingatinya setiap tahun agar generasi baru saat ini tak mudah melupakan sejarah kelam tersebut,” harapnya melanjutkan.

“Bukan hanya itu, selain Tengku Amir Hamzah yang sudah di kukuhkan oleh Pemerintah Pusat sebagai Pahlawan Nasional, kita juga masih punya Tan Matsyekh yang layak kita perjuangkan untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional,” sambungnya.

“Sebab beliau gigih dalam berjuang mempertahankan tanah air dan tumpah darah warisan leluhurnya bersama ratusan putra-putri terbaik puak Melayu Langkat lainnya melawan agresi militer Belanda dengan mengangkat senjata dan mengerahkan kekuatan askar dirajanya sampai akhirnya beliau di tangkap secara licik melalui jebakan undangan adat pernikahan oleh Belanda bersama sekutu lokalnya di Hamparan Perak pada Oktober 1865 dan dibuang ke tanah jawa hingga wafat dan di makamkan di Pelabuhan Ratu Sukabumi Jawa Barat pada Oktober 1885,” bebernya menjelaskan.

“Sampai akhirnya puak inipun tersungkur oleh puak komunis dan pengkhianat pada peristiwa Maret berdarah 1946 di Tanjung Pura dan Binjai hingga membuat puak ini kucar kacir bahkan tersungkur ke titik nol peradabannya,” ungkapnya.

“Walaupun berulang-ulang kali kalah namun generasi sebelumnya bisa bangkit kembali membangun masa depan peradaban daerahnya. Dan kita harus ingat bahwa peradaban Melayu Langkat di masa lampau sudah begitu sangat maju dan modern pada masanya,” lanjutnya lagi.

Dalam catatan sejarah, Mancanegara menjuluki Langkat sebagai salah satu daerah Pelabuhan Lada di Pantai Timur Sumatera. Selain itu, Langkat juga pernah menjadi daerah lumbung pangan disebabkan areal persawahan yang begitu luas dan tradisi pertaniannya yang mendukung.

“Coba saja kita kaji lagi tradisi ber Ahooy nya, itukan tradisi pertanian Melayu yang ada di Langkat. Hingga Langkat dalam catatan sejarah pernah ekspor Lada, Cengkeh dan Beras dengan menggunakan kapal kargo buatannya sendiri ke Kedah dan Melaka,” ungkapnya melanjutkan.

Lanjut Gusma lagi bahwa kala itu, Langkat sudah berhasil membangun pabrik atau galangan kapal. Berdasarkan laporan John Anderson selaku utusan dagang Kerajaan Inggris yang berkedudukan di Pulau Pinang (Malaysia) yang pernah berkunjung ke Langkat pada 1823 dalam bukunya Mission to the East Coast of Sumatra bahwa Anderson tercengang menyaksikan 200 unit kapal dalam berbagai bentuk dan ukuran hilir mudik di perairan Sei Wampu, Sei Batang Serangan bahkan Selat Melaka.

Bahkan menurut laporan John Anderson lagi, Langkat sudah memiliki 8 unit kapal yang berukuran besar yang bermuatan 20 hingga 30 ton. Galangan kapal kerajaan Langkat tersebut berdasarkan cerita turun temurun di Langkat dibangun oleh Tan Jabbar di kampung Jongkong dan Tan Husen di kampung Inai Lama.

“Jejaknya pun masih dapat kita saksikan sampai saat ini. Kisah kapal perang Jongkong yang pernah bersandar di Pelabuhan Sei Wampu dan Meriam ghaib yang ada di Paya Jongkong menjadi cerita yang menarik untuk ditelusuri,” sebutnya mengungkapkan.

“Saat itu, kerajaan Langkat sudah memiliki senjata modern di masa jayanya seperti Meriam, Lela, Rentaka, Pemuras, Istinggar, Terakol maupun Tumbak Lada yang masih asing di sebagian besar telinga generasi kita saat ini yang hanya mengenal jenis senjata pistol, senapan, AK-47 dan seterusnya yang merupakan buatan bangsa asing. Senjata api tersebut sudah dipakai dimasa itu bahkan Puak Melayu Langkat sudah mampu membuat bubuk mesiu sendiri. Hal ini dapat kita baca dalam buku yang ditulis oleh Tengku Sulung Chalizar,” jelasnya lagi.

“Kisah ini bukan cerita dongeng tapi fakta sejarah yang tak pernah diungkap apalagi di ceritakan ke generasi hari ini. Salah satu peninggalan senjata api Lela Rentaka masih ada disimpan oleh salah seorang zuriat Panglima atau Laksamana Banding di era pemerintahan Kejuruan Tuah Hitam sampai sekarang sebagai bukti peradaban Melayu Langkat kala itu yang sudah begitu tinggi dan maju,” ucapnya kembali menjelaskan.

“Bangkai kapal perang Kerajaan Belanda sebagai bukti agresi militernya ke Langkatpun masih dapat kita temukan tenggelam di Sei Wampu akibat di bakar oleh Askar Diraja Langkat atas perintah dan komando Tan Matsyekh,” jelas Wali Utama PB MBN Langkat yang akrab di sapa Gusma ini melanjutkan.

Dalam buku Tengku Sulung Chalizar, saat agresi Belanda tersebut sejak tahun 1862 hingga 1865, Tan Matsyekh memerintahkan pasukannya untuk mengumpulkan balok kayu yang cukup besar dan disirami minyak sehingga ketika kapal perang Belanda masuk ke Sei Wampu mengejar kapal perang Jongkong kepunyaan kerajaan Langkat, balok kayu tersebut di gulingkan ke sungai Wampu hingga akhirnya Tan Matsyekh berhasil membuat kapal perang Belanda kebingungan dan mereka berhasil membakar kapal perang tersebut hingga tenggelam di Sei Wampu. Makanya ada desa Kebun Balok di kecamatan Wampu, balok-balok kayunya diambil dilokasi tersebut dan bangkai kapal perang Belanda tersebut ada di dalam Sei Wampu di pantai Jongkong.

“Menjadi tanda tanya bagi kita dalam kisah tersebut yang diceritakan dalam buku Tengku Sulung Chalizar itu, artinya saya ingin sampaikan bahwa puak Melayu Langkat sudah menggunakan minyak mentah untuk penerangan di rumah-rumah panggung orang Melayu kala itu, sebab zaman itu belum ada listrik tetapi masih menggunakan obor, lampu semprong maupun lampu petromak, minyaknya darimana kalau tidak orang Melayu sendiri yang sudah menemukan dan mengolahnya, kalau ini kita ungkap ke permukaan banyak yang tak percaya, tapi coba sajalah di buat kajiannya,” tegasnya menjelaskan.

“Artinya saya ingin sampaikan secara logika berfikir kita, sebelum Belanda berhasil mengklaim menemukan minyak pada tahun 1886 di Telaga Said, jauh sebelum itu Puak Melayu sudah menemukan dan memanfaatkan minyak bumi,”ucapnya lagi.

“Kita lihat saja di Paya Jongkong di Sei Wampu saat ini, Pertamina sudah mengebor minyak mentah. Dulu di Pantai Gani Sei Wampu juga banyak orang yang mencoba peruntungan mengebor minyak. Potensi minyak di Sei Wampu juga ada sebelum di temukannya minyak bumi di Telaga Said oleh orang Belanda yang di klaim sebagai penemuan minyak pertama yang terbesar didunia dan urutan kedua setelah di Amerika Serikat,” lanjutnya menegaskan.

“Belum lagi kita bongkar sisi sejarah yang lain, seperti tradisi kekayaan kulinernya yang begitu lezat. Kuliner Melayu Langkat sangat kaya, latar belakang kebudayaan maritimnya sangat kuat. Kita bisa temukan makanan yang tahan lama seperti rendang puteh, serunding, halua, ketupat, pulut kuning, bumbu bubur pedas bahkan sampai ada pisang emas yang di bawa berlayar, masak sebiji di atas peti, hutang emas boleh di bayar, hutang budi di bawa mati. Pisang emas memang ada seperti dalam syair tersebut dan masaknya sebiji-biji makanya bisa di bawa berlayar ke laut berminggu-minggu bahkan sampai sebulan lamanya,” terangnya.

“Selain itu, kekayaan etnobotani yang hutannya telah dibabat habis dan disulap menjadi perkebunan tembakau, kopi, tebu, kelapa sawit, lada dan cengkeh oleh Penjajah Belanda. Saat ini etnobotani Melayu Langkat sudah hampir lenyap, harusnya kita ada upaya untuk melakukan pembibitan dan membangun taman etnobotani atau sekalian kebun raya seperti yang di Bogor,” ujarnya.

“Bisa saja lokasinya berada di situs sejarah Kota Dalam sebagai eks pusat pemerintahan kerajaan Langkat, ibukota Langkat pertama, arealnya cukup memenuhi syarat daripada situs itu di tinggalkan dan dilupakan menjadi perkebunan sawit, bagus di buat kebun raya untuk pusat kajian, riset dan pendidikan,” lanjutanya.

“Paling tidak generasi sekarang bisa melihat lagi jenis tanaman Melayu Langkat sepeti pohon Tualang yang menjadi sarang lebah berganrung, Tanjung yang motif bunga dijadikan tenun songket, Kenanga, Bunga Raya, Inai, Nibung, Rotan Durian, Manggis, Rambutan, Limau Mungkur, Damar, Jati, Duku, Renda, Kecapung, Cempedak, Rambe, Buluh, Nangka, Ara, Glugur, Klambir, Pinang, berbagai jenis kayu, bunga dan obat-obatan bahkan pohon Langkat dan Asam Binjai yang sudah sangat langka itu,” jelasnya lagi.

“Tak hanya itu, tradisi etnomusikologi Melayu Langkat pun begitu indah dan merdu dengan syair dan lagu yang di lengkapi alat musik tradisionalnya seperti gendang, seruling, biola dan seterusnya. Belum lagi kita membahas tambang emas kuno yang ada di Bahorok dapat kita temukan dalam catatan sejarah, mangkuk dan pinggan penawar rasa yang bisa menawarkan racun juga ada sebab dalam tradisi Melayu Langkat ada tepung tawar dan ada juga racun,” sambungnya.

“Belum lagi kita melihat keindahan seni bina bangunannya, reruntuhan istana Darul Aman dan Darussalam di Tanjung Pura, Istana Binjai, Masjid Azizi, Masjid panggung tertua diBingai yang berada di tepi sungai Wampu, reruntuhan Masjid tertua di kampung Inai Lama, Masjid Raya Stabat dan Selesai bahkan ada Masjid Aziziah di Secangang,” ungkapnya.

“Selain Istana dan Masjid, juga ada Makhtab yang ada di Tanjung Pura, Stabat dan Secanggang. Belum lagi gedung Kerapatan Adat yang ada di Tanjung Pura dan Binjai, model jembatan kayu yang memiliki atap yang berada di sungai dapat kita temukan di photo sejarah. Benteng Putri Hijau di Deli Tua menjadi bukti kebesaran warisan seni bina puak kita, wah sangat luar biasa peradaban tamadun alam Melayu Langkat kala itu jika kita mau mengkajinya kembali,” terangnya melanjutkan.

“Kita bukan ingin mengajak untuk kembali ke masa lampau dimana jaman dan tantangannya sudah jauh berbeda, kita ingin situs sejarah kita dapat terjaga dengan baik sebagai bukti nyata peristiwa dimasa lampau, kalau bukan kita yang menjaganya, lalu siapa yang kita harapkan akan menjaganya yang hingga kini saja masih banyak situs yang bernilai sejarah yang terlantar bahkan rusak dan ada juga yang telah lenyap” lanjutnya lagi.

“Melalui program kemandirian kaos standar distro yang di luncurkan MBN Langkat saat ini, kita ingin mengetuk hati setiap individu Melayu agar tak malu mengaku sebagai Melayu, bangga memakai teluk belanga dan bertanjak. Kalau bukan kita yang melestarikan budaya kita sendiri, lalu siapa lagi yang kita harapkan,” lanjutnya kembali.

“Kita ingin mengingatkan bahwa peradaban Melayu Langkat di masa lampau sudah begitu maju sehingga kita sebagai generasi saat ini tidak bergerak mundur kebelakang, kalah sama generasi sebelumnya yang telah berhasil membangun tamadun emasnya,” terangnya.

“Seharusnya kita malu, tak usahkan melampaui kejayaan leluhur kita pada masa lampau, mempertahankan warisan kebudayaannya sajapun kita sudah nungap, apalagi mengembangkannya,” bebernya melanjutkan.

“Hal ini seharusnya menjadi cambuk bagi kita semua untuk bangkit sekali lagi membangun kembali Tamadun Emas Alam Melayu Langkat dan memikirkan masa depan daerah ini jika kita mengharapkan tanah Langkat yang bertuah ini bisa bangkit dan jaya kembali, bukan untuk diri kita saja tapi untuk masa depan anak cucu kita semua di masa yang akan datang,”pungkasnya mengakhiri. Berita Langkat, red

- Advertisement -

Berita Terkini