Masyarakat Jangan Terjebak Isu Hoaks Tentang Omnibus Law

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Ada banyak kabar hoax yang beredar memang terkait dengan omnibus law. Bahkan saya kerap menerima pertanyaan mengenai sejumlah kabar yang sengaja dibagikan dalam pesan berantai. Pesan tersebut tidak menyebutkan sumber yang jelas. Dan cenderung bernada provokatif serta menyesatkan. Dan mudah sekali memicu amarah masyarakat khususnya para pekerja.

Hal tersebut dikatakan oleh Gunawan Benjamin yang juga merupakan Analis Pasar Keuangan, Kamis (8/9/2020).

Gunawan menuturkan bahwa beberapa diantara berita yang sering dibagikan seperti hak cuti hilang, penghapusan UMP dan UMK, pesangon hilang, masalah outsourcing, status karyawan tetap dan harian, ancaman PHK karena protes hingga tenaga kerja asing.

“Kalau pesangon bagi yang terkena PHK memang ada pengurangan disitu. Artinya perusahaan membayar dengan angka yang lebih kecil,” ujar Gunawan Benjamin.

Tetapi disisi lainnya lanjut Gunawan, pemerintah tengah mengajukan ke KEMENKEU untuk mengganiu pesangon tersebut. Dalam konteks ini pemerintah lagi-lagi menjadi bumper dan menjadi pihak yang dirugikan karena harus menalangi pesangon yang seharusnya diberi oleh perusahaan sebelumnya. Dan rencananya akan menggunakan dana APBN.

“Kebijakan cuti juga demikian. Seakan diblowup bahwa cuti hari raya hanya pada tanggal merahnya saja. Padahal tidak ada yang berubah dari kebijakan ini. Sementara kita tahu bahwa selama ini cuti tersebut pemerintah yang atur. Tidak ada aturan khusus, dan faktanya selalu lebih lama dari tanggal merahnya,” tutur Gunawan.

Ada juga terkait karyawan kontrak, padahal aturan ini  masih akan diatur dalam peraturan pemerintah nantinya. Padahal ketentuan tersebut sudah tertuang dalam pasal 59 ayat 4. Namun seakan-akan diberitakan bahwa tidak ada status karyawan tetap atau kontrak seumur hidup. Demikian halnya juga terkait dengan tenaga alih daya atau outsourcing.

Gunawan juga mengatakan bahwa untuk tenaga kerja asing, aturan mainnya sebenarnya sudah jelas. Tidak semudah itu tenaga asing masuk ke Indonesia.

“Logika yang bisa ditanamkan seperti ini. Saat tenaga asing masuk ke Indonesia, katakanlah standar gaji buruhnya untuk Indonesia 3 jutaan. Tetapi negara lain justru sudah ada di 6 jutaan, bahkan ada yang 12 jutaan. Masa iya segampang itu mereka berpindah kemari. Walaupun UU Omnibus Law sudah jelas mengenai syarat dan ketentuan yang berlaku,” paparnya.

Dan ada juga isu mengenai acuan pendapatan atau UMP. Disini penetuan KHL pun masih dalam proses pematangan. Namun seakan-akan digoreng tidak ada acuan lagi. Sehingga selah-olah pengusaha bisa menetapkan upah yang semena-mena.

Gunwan menilai, perdebatan mengenai Omnibus Law ini tidak menyentuh substansinya. Seperti Omnibus Law belum sepenuhnya selesai. Dikarenakan masih ada produk hukum turunannya yang tengah digodok.

“Jadi kenapa kita tidak menanti kebijakan tersebut. Selanjutnya, substansi lainnya adalah UU ketenagakerjaan yang lama saja masih banyak pengusaha yang tidak memenuhinya,” ujarnya.

Memang kondisi bisnis setiap perusahaan itu berbeda. Sehingga terkadang beberapa perusahaan kesulitan dalam memenuhi aturan main yang sesuai perundang-undangan.

“Seperti para pekerja informal misalnya. Jarang ada yang memperdebatkan bagaimana implementasi Omnibus Law berkaca pada UU yang lama itu,” kata Gunawan.

“Bagaimana perlakuan dunia usaha yang jelas tidak memiliki kemampuan finansial yang sama dengan perusahaan lainnya. Nah ini juga masih perlu diperdebatkan lagi. Jadi semua harus menyikapi dengan kepala dingin. Dan bagi penyebar hoaks sebaiknya ditindak,” pungkas Gunawan mengakhiri. Berita Medan, red

- Advertisement -

Berita Terkini