Resesi Muncul Karena Salah Respon Kebijakan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Resesi yang muncul belakangan ini menyisahkan pertanyaan besar. Apakah memang kita harus berhadapan dengan resesi, atau justru resesi ini sebenarnya kita hindari?. Dari kajian saya melihat apa yang dilakukan banyak pemerintah di banyak negara belakangan ini, kebanyakan pengambil kebijakan seperti salah langkah, atau terlihat pasrah dengan keadaan.

“Gambarannya itu seperti ini. Disaat muncul corona di suatu wilayah. China yang kala itu memberlakukan lockdown wilayah yang menjadi sumber pandemi, juga diikuti negara lain dalam merespon penyebaran Covid-19 di negara masing-masing. Alhasil aktifitas ekonomi masyarakat turun tajam, yang memicu terjadinya krisis atau resesi seperti yang terjadi sekarang,” jelas Analis Pasar Keuangan Gunawan Benjamin, Medan, Rabu (15/7/2020).

China boleh dikatakan berhasil, tetapi banyak negara lain yang justru tidak mampu berbuat apa-apa selain pasrah. Kita ambil contoh Indonesia. Saat terjadi penyebaran corona, aktifitas ekonomi masyarakat juga dibatasi dalam aturan PSBB. Alhasil masyarakat terpaksa harus ditopang dengan berbagai jenis bantuan seperti bantuan Tunai, Pangan, serta bentuk bantuan lainnya.

“Dari aktifitas ekonomi yang memburuk tersebut kita berhadapan dengan ancaman resesi saat ini. Coba kita tarik ke belakang. Kebijakan PSBB sebelumnya justru dilakukan saat jumlah pasien Covid tidak sebanyak seperti sekarang. Nah aktifitas dalam skema new normal justru memicu penambahan jumlah pasien yang mengalami kenaikan berlipat lipat,” imbuhnya.

Tetapi sayangnya, lanjut Gunawan, pelonggaran terjadi saat jumlah pasien angkanya seperti yang sekarang ini. Lebih dari 78 ribu. Nah logika yang muncul itu kan begini, semakin banyak pasien Covid, seharusnya karantina semakin diperketat, bukan diperlonggar. Tetapi saat ini kan tidak, justru terbalik. Jadi motif ekonominya disini yang lebih terlihat. Dan hal ini juga berlaku jamak di negara lain.

“Saya menilai, banyak negara termasuk Indonesia yang sangat yakin bahwa Covid bisa diselesaikan dalam hitung-hitungan tertentu (sekitar 3 bulan sejak temuan kasus awal). Meskipun pada faktanya mayoritas perkiraan tersebut meleset. Termasuk di Indonesia, saat banyak pihak salah memperhitungkan titik puncak pandemi. Dimana bulan Mei kemarin diperkirakan menjadi titik puncak penyebaran corona,” kata Gunawan.

Sayang sampai sekarang pun titik puncak itu belum terlihat. Dan kebijakan ekonomi yang diambil sudah terlanjur menggunakan anggaran super, dan memaksa masyarakat untuk mengurangi aktifitasnya. Dampaknya, kita berhadapan dengan ancaman resesi saat ini.

“Tetapi, saya tetap menilai pemerintah Indonesia juga tidak ikut-ikutan latah dalam merespon Covid-19. Tidak memberlakukan lockdown layaknya negara lain. Sehingga dampak ekonominya bisa diminimalisir. Memang Covid-19 ini menjadi masalah pertama global yang bisa saja membuat banyak negara salah dalam mengambil kebijakan,” ujarnya.

Akan tetapi semuanya sudah terlanjur. Namun jangan sampai kita salah dalam menghadapi ancaman resesi. “Ini pelajaran berharga buat kita semua. Terlalu banyak kita berkorban selama Covid-19 ini menjadi pandemi. Mulai dari nyawa, ekonomi, hingga masalah kemiskinan,” ungkap Gunawan Benjamin. Berita Medan, Fahmi

- Advertisement -

Berita Terkini