Hukum Islam di Kesultanan Melayu Serdang

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Pengaruh agama Islam berurat berakar pada Kebudayaannya dan adat-istiadatnya. Karena itulah, dalam perjalanan sejarah peradaban Nusantara, kedatangan Islam di wilayah kepulauan Indonesia merupakan peristiwa terpenting dalam sejarah kepulauan tersebut.

Hukum Islam telah menjadi hukum yang hidup dalam masyarakat yang beragama Islam di Asia Tenggara, termasuk kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Syariat Islam sejak lama digunakan dalam memutus perkara-perkara yang terjadi dalam masyarakat di masa kesultanan-kesultanan Islam. Syariat Islam menjadi hukum positif yang memiliki daya laku yang luas dalam kekuasaan kesultanan Islam.

Pengkodifikasian hukum Islam di Serdang dalam sejarahnya terdiri atas dua fase: pertama, Periode Melayu, kedua, Periode Penjajahan Belanda. Pada periode Melayu, telah dihasilkan beberapa pokok hukum serta terjemahannya. Seperti kodifikasi hukum yang termuat dalam dan ditulis dalam aksara Jawi, tahun 1303 M. Risalah hukum “Qanun”.

Ada juga beberapa kaidah hukum yaitu pertama, Hukum pemilikan Malaka (the malaca Law Proper). Kedua, Hukum Maritim. Ketiga, Hukum Keluarga Islam dan keempat, Hukum kewajiban-kewajiban orang Islam. Empat pokok hukum di atas, disamping mereduksi hukum adat melayu serta aturan istana juga diimbuhi hukum Islam. Bahkan pokok hukum keluarga Islam hampir sebagian besar memuat aturan-aturan hukum dari mazhab Syafi‘i. Naskah hukum itu merupakan terjemahan dari kitab Minhaj al-Thâlibîn karya Imam Nawâwi, Taqrîb Abû Suja‘, Fathhul Qarîb Ibn Qasim al-Ghazzi, dan Hasiya alâ fath al-Qarîb karya Ibrâhim al-Bajûrî.

Tercatat, ada beberapa sarjana Melayu yang menulis ulasan atau terjemahan karya ulama-ulama abad pertengahan seperti, Syekh Daud bin Idris yang menulis kitab Furu‘ al-Masail wa Ushûl al-Masâ’il yang berasal dari fatwa Ramli. Serta sebuah risalah mengenai perkawinan yang merupakan kompilasi dari kitab Minhaj al-Thalibîn, Fath al-Wahhab karya Zakaria al-Ansari dan kitab Tuhfah karya Ibn Hajar. Kitab tersebut, dikemudian hari menjadi buku teks bagi sarjana dan praktisi hukum Islam.

Hukum Islam di Kesultanan Melayu Serdang
Datuk Imam Marzuki

Penerapan Syariat Islam di seluruh wilayah Indonesia telah menarik perhatian beberapa ahli lalu mengeluarkan pendapat dalam teori-teori mereka. Keberadaan teori tersebut menjadi bukti yang mengindikasikan bahwa Syariat Islam benar-benar pernah menjadi rujukan hukum utama bagi umat Islam di Indonesia.

Hukum adat dipakai sepanjang tidak bertentangan dengan akidah hukum Islam. Misalnya untuk urusan agama Islam, di samping Sultan ada perpanjangannya yaitu mufti Kerajaan. Ia adalah ahli hukum agama Islam untuk kerajaan. Selanjutnya di daerah-daerah ada kadhi dan naib kadhi yang diangkat juga oleh Sultan. Antara hukum syariat Islam dengan hukum adat harus mengacu pada filosofi pepatah “Adat Melayu bersendikan Hukum Syara’ dan Hukum Syara’ bersendikan Kitabullah”. Kerajaan Melayu yang berlandaskan hukum syari’ah, bersendikan Al-Qur’an.

Masuk pada periode penjajahan pada periode ini, posisi hukum Islam sebagai dasar negara pun berubah. Administrasi hukum Islam dibatasi pada hukum keluarga dan beberapa masalah tentang pelanggaran agama. Kemudian Kolonial Belanda mempersempit ruang gerak penerapan Syariat Islam di Tanah Air melalui pemberlakuan hukum-hukum Belanda.

Setelah Belanda masuk, dibuat perjanjian yang disebut politiek contract dengan Sultan Siak, Sultan Serdang, Sultan Deli, Sultan Langkat, Sultan Asahan, serta korte verklaring (pernyataan pendek) dengan raja-raja Melayu yang kecil-kecil lainnya.

Di dalam perjanjian itu disebut mana hak dan kewajiban Belanda dan mana yang di pihak kerajaan. Mengenai adat dan agama Islam sepenuhnya menjadi hak dan kewajiban raja-raja Melayu itu yang tak boleh dihalangi dan dicampuri Belanda. Masuknya dominasi kolonialisme Belanda pada periode penjajahan Belanda berupaya membedakan dengan jelas hubungan antara agama dan Negara, dengan diperkenalkannya administrasi sipil dan sistem hukum yang berbeda dengan sistem.

Penulis:Datuk Imam Marzuki
Dosen STAIN Madina dan UMSU

- Advertisement -

Berita Terkini