Rupiah Menguat, Dibayangi Corona Jadi Beban Utang

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Kinerja mata uang rupiah belakangan menguat sangat tajam. Rupiah menguat ditopang oleh sejumlah berita baik, diantaranya adalah kemungkinan gelontoran stimulus yang akan dilakukan oleh AS seiring dengan peningkatan jumlah angka pengangguran, serta kebutuhan dana dalam menanggulangi penyebaran corona dan dampak buruknya terhadap ekonomi.

Hal demikian diungkapkan Analis Pasar Keuangan, Gunawan Benjamin, di Medan, Sabtu (11/4/2020) malam.

“Namun diluar itu, pemerintah Indonesia juga melakukan sejumlah upaya untuk membuat likuiditas atau ketersediaan valas di dalam negeri meningkat. Sejumlah upaya yang dilakukan diantaranya adalah dengan menerbitkan global bond atau sovereign bond sebesar $ 4.3 Milyar yang nantinya akan mendongkrak cadangan devisa ke level $ 125 milyar,” ujarnya.

Dijelaskan Benjamin, Bank Dunia (world bank), ADB (Asian Development Bank), dan Asian Infrastructure Invesment Bank (AIIB) juga berencana meminjamkan uang sebesar $ 7 Milyar ke Indonesia. Belum lagi rencana IMF yang akan memberikan bantuan kepada Negara anggotanya termasuk Indonesia. Jelas utang tersebut nantinya akan membuat pasokan valas di tanah air mengalami peningkatan.

“Belum lagi Repo Line dari Bank Sentral AS yang bisa dipakai kapan saja saat dibutuhkan. Menurut penilaian saya, Indonesia tengah melakukan apapun agar Krisis yang pernah kita alami tidak terulang. Pelaku pasar diyakinkan dengan kemampuan kita menghadapi tekanan pasar keuangan. Mulai dari pengelolaan fiscal yang hati-hati, hingga menambah beban utang,” ungkapnya.

Disisi lain, terangnya, untuk meredam gejolak Rupiah, intervensi Rupiah tidak selamanya bisa diharapkan. Tanpa ada aliran valas dalam bentuk apapun (seperti utang, perjanjiaan swap, hingga REPO), intervensi Rupiah hanya akan membuat kepercayaan investor terhadap republik ini memudar. Semakin sering diintervensi, maka semakin cepat krisis moneter itu terjadi.

“Yang menjadi persoalan adalah, Negara lain besar kemungkinan juga melakukan hal yang sama untuk menambah pasokan valasnya dan menggelontorkan stimulus fiskal maupun moneter untuk memerangi virus corona serta memperbaiki dampak buruk dari corona itu sendiri. Tetapi, bagaimana seandainya corona ini  tidak terselesaikan dalam 3 hingga 5 bulan kedepan,” jelasnya.

Bagaimana seandainya ada pandemi corona kedua yang lebih parah dari yang terjadi saat ini. Dan jika nantinya dunia usaha tidak kunjung membaik. Lantas apa manfaat uang baik itu dari stimulus fiscal, moneter, hingga utang. Tanpa ada dunia usaha yang hidup, uang yang banyak beredar akan menjadi penyakit bagi masyarakat. Bentuknya krisis ekonomi.

“Kalau pemerintah saya yakin memahami masalah ini. Tapi masyarakat tidak semuanya faham. Perlu dibangun kesadaran akan adanya kemungkinan terburuk. Masyarakat harus diajak untuk ikut terlibat memberikan kontribusi. Jalan yang paling mudah adalah mentaati aturan social distancing, memakai masker, hingga penggunaan hand sanitizer,” tambahnya.

Namun demikian, jika semua masyarakat mematuhi, potensi penyebaran corona bisa diminimalisir, maka ketergantungan kita akan utang juga semakin kecil. Karena masalah fundamental ekonomi dunia itu adalah corona. “Menambah utang ini hanya bentuk reaksi Negara dalam memerangi corona,” pungkas Benjamin.

- Advertisement -

Berita Terkini