PKPA Khawatirkan Bahaya Kelaparan di Tengah Pandemi COVID-19

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Penyebaran Virus Corona-19 (COVID-19) yang mulai masuk ke Indonesia pada awal maret 2020 menjadi pukulan yang berat bagi bangsa Indonesia. Perkembangan terakhir yang dikutip dari website resmi covid-19.go.id menyatakan bahwa 2.273 orang telah menjadi korban terinfeksi positif dan 198 orang meninggal di Indonesia, sedangkan 164 orang telah dinyatakan sembuh.

Sumatera Utara menjadi salah satu daerah di Indonesia yang telah ditandai sebagai zona merah covid-19, karena sebanyak 56 orang postif terinfeksi virus dan sebanyak 3.638 orang dalam pemantauan (ODP). Berdasarkan pemaparan juru bicara Gugus Tugas COVID-19 Sumut, Mayor Kes Whiko Irwan yang dikutip dari laman news.detik.com, bahwa penyebaran virus corona di sumut masih terus meningkat.

Situasi ini menyebabkan kegelisahan di masyarakat. Pandemi COVID-19 menjadi ancaman yang tidak hanya membahayan keselamatan jiwa namun juga mempengaruhi sektor pendidikan, ekonomi bahkan juga berdampak pada psikologi masyarakat. Ibu Rusma Ester br Tobing yang berprofesi sebagai pedagang asongan di simpang lampu merah simpang pos menuturkan bahwa beliau sudah mencoba untuk tidak berjualan sejak diberlakukan kebijakan untuk tetap berdiam diri di rumah selama masa darurat COVID-19, namun hal tersebut hanya bertahan selama beberapa hari saja.

“Kebutuhan kami tidak ada yang mencukupi, bagaimana kami bisa bertahan hidup dengan tidak bekerja. Bisa bisa kami mati karna kelaparan bukan karna Corona,” paparnya di Selasa (7/4/2020).

Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Rusmaya dan Ibu Hartini yang mengaku jika situasi COVID-19 menyebabkan mata pencaharian mereka hilang. Keluarga ibu Rusmaya selama ini bergantung pada pendapatan adiknya yang bekerja sebagai tukang becak, namun selama situasi darurat COVID-19 tidak ada masyarakat yang berpergian sehingga keluarganya tidak lagi memperoleh pendapatan. Hal ini sama dengan situasi Ibu Hartini yang suaminya bekerja sebagai kuli bangunan.

“Bahan pokok yang ada di rumah sudah habis, mau makan harus belanja sementara uang enggak ada, suami sudah nggak kerja. Karena uang nggak ada, jadinya sering ribut dengan suami, jadi gampang salah paham,” paparnya.

Menyikapi hal ini, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak berpendapat bahwa dalam merespon situasi ini, pemerintah harus peka dan jeli mendeteksi persoalan persoalan yang dihadapi masyarakat khususnya masyarakat yang berasal dari komunitas kurang mampu, bagaimana mereka akan bertahan dalam situasi yang merugikan ini.

“Banyak resiko dan kerentanan yang akan terjadi jika hal ini tidak disikapi dengan cepat oleh pemerintah, selain penyebaran yang akan makin meluas karena masyarakat tidak mematuhi social distancing, akan ada kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, yang merupakan dampak dari situasi ini,” tegas Keumala Dewi selaku Direktur Eksekutif Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA).

 

- Advertisement -

Berita Terkini