Relawan Indonesia Kerja, Usulkan Dana Desa Dihapus 2021

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Dewan Pimpinan Pusat Relawan Indonesia Kerja (RIK) mengusulkan agar dana desa dihapus. Menurut Ketua Umum RIK Sahat Simatupang, anggaran desa yang dikucurkan oleh pemerintah pusat ke desa – desa belum menjadi pemicu ekonomi desa membaik. Faktanya, ujar Sahat, dalam lima tahun sudah dialokasikan APBN mencapai Rp 329,8 triliun untuk desa.” Namun pergerakan ekonomi di desa tidak kunjung naik.” kata Sahat, Rabu malam (12/12/2019).

Ekspektasi dana desa bisa membuat produktifitas dan ekonomi desa membaik, menurut Sahat hanya sebuah harapan hampa setidaknya hingga lima tahun terakhir.

Menurut Sahat yang pernah menjadi Tenaga Ahli Pengelolaan Sumber Daya Manusia Program P3MD atau program dana desa, anggaran dana desa yang diharapkan untuk dua hal yakni pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat desa justru banyak melenceng dari tujuannya.

“Saya menyaksikan bagaimana banyak kepala desa gagal dan menyerah mengelola Badan Usaha milik Desa atau BumDes. Padahal harapan pemerintah agar BumDes jadi pemantik ekonomi desa sangat besar,” tutur Sahat.

Ada baiknya, Sahat menyarankan, Joko Widodo (Jokowi) mengembalikan dan merevitalisasi puluhan ribu Koperasi Unit Desa atau KUD untuk memberdayakan ekonomi desa dari pada berharap dari BumDes.

“BumDes menurut kami hanya sia – sia belaka. Efektifkan kembali KUD melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Paling tidak hingga saat ini ada 9.437 KUD yang bertahan. Tinggal bagaimana caranya agar KUD adaptif terhadap perkembangan berusaha,” ujar Sahat.

Jokowi, ujar Sahat, menyarakan, agar menghapus program dana desa tahun 2021 mendatang jika tidak ingin kecewa. Apalagi, sambung Sahat, presiden sering mengeluh defisit transaksi berjalan hanya bisa diatasi dengan meningkatkan ekspor dan meningkatkan investasi.

“Tapi disatu sisi anggaran APBN kita ratusan triliun untuk dana desa ternyata tidak sesuai dengan harapan untuk menutupi perlambatan ekonomi atau paling tidak menggerakkan ekonomi desa. Namun disisi lain Jokowi berharap pengusaha bertarung habis – habisan meningkatkan nilai ekspor menutupi defisit meski Jokowi tahu saat ini produk ekspor Indonesia sulit menembus pasar dunia. Mohon maaf ini sesuatu yang keliru,” ujar jurnalis Tempo ini.

Belum lagi, ujar Sahat, dana desa untuk membangun infrastruktur acapkali menjadi bancakan para kepala desa dan penegak hukum. Pembangunan infrastruktur desa, ujar Sahat sering kali diubah dari hasil rapat desa yang sudah dimasukkan kedalam dokumen RAPBDesa.

“Kasus seperti ini sering saya temukan. Untuk membangun infrastruktur desa semua bahan material harus dibeli dari satu toko material yang direkomendasikan oleh penegak hukum atau bupati. Bayangkan jika ada ratusan desa dalam satu kabupaten harus membeli bahan material senilai ratusan juta di satu toko material yang direkomendasi itu. Para kepala desa tak berdaya menghadapi itu semua,” ujar Sahat.

Belum lagi gaji untuk tenaga ahli nasional, tenaga ahli tingkat provinsi, tenaga ahli kabupaten, pendamping desa hingga pendamping lokal desa yang jumlahnya puluhan miliar setiap bulan ditanggung APBN. Padahal, kata Sahat para pendamping desa tidak punya wewenang mengawasi dana desa. “Lantas harapan Jokowi agar penggunaan dana desa diawasi tidak kesampaian,” ujar Sahat. Berita Medan, red

- Advertisement -

Berita Terkini