Munir dan Keharusan Membela HAM

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Siapa yang tidak mengenal Munir Said Thalib (8 Desember 1965 — 7 September 2004) atau akrab disapa Munir. Para aktivis sosial dan lembaga negara penegak hukum, nama Munir pun sudah tidak asing lagi didengar. Walau ada usaha-usaha melenyapkan sejarah perjuangan sosok Munir, tapi kita sangat yakin bahwa itu adalah pekerjaan yang sia-sia. Munir akan terus menjadi sosok yang hidup dan selalu menginspirasi bagi aktivis-aktivis yang membela hak-hak rakyat tertindas.

Kematian Munir di dalam pesawat yang masih misterius hingga saat ini menambah popularitasnya di negeri ini. Perlahan-lahan akan ada yang menggali lebih dalam sejarah kematian Munir. Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang menjadi pejuang sejati Hak Asasi Manusia (HAM) ini meninggal—lebih tepatnya dibunuh, pada usia yang masih relatif muda, mendekati 39 tahun. Apa yang menjadi motif pembunuhan Munir 15 tahun yang lalu (7 Desember 2004) dengan kode eksekusi “Operasi Pembunuhan Ikan Besar” di dalam pesawat yang menerbangkannya ke Belanda, tidak jauh dari sepak terjangnya membela kasus HAM dari era Orde Baru sampai era Reformasi.

Dikatakan masih misterius karena kasus pembunuhan tersebut lewat dimasukkannya racun ke minuman Munir saat berada di dalam pesawat, belum terbongkar siapa aktor utama pembunuhannya. Walau Pollycarpus Budihari Priyanto (seorang pilot) dijatuhi vonis 14 tahun penjara karena dialah yang disuruh memasukkan racun arsenik ke makanan Munir. Catatan perjalanan pembongkaran siapa aktor utama pembunuhan itu, dari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) saat ini belum juga terbongkar. Bahkan, ada kesan pemerintah lepas tanggung jawab atau tidak merasa ada beban sejarah kemanusiaan atas pembunuhan aktivis HAM kelahiran Malang, 8 Desember 1965 ini.

Komitmen Perjuangan Munir

Setelah mendapat gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, dan dengan segala proses pendidikan mentalitas serta pembentukan jati diri di organisasi kampus dan HMI, Munir menjadi seorang yang menjunjung tinggi toleransi dan nilai-nilai kemanusiaan. Ia meneguhkan komitmennya berjuang tanpa kenal lelah dalam membela orang-orang dari tindak kekerasan atau kezaliman.

Bentuk-bentuk komitmennya pun dibuktikan dengan aktif dalam bidang hukum dalam membela atau menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Seperti pembelaan terhadap kasus HAM yang menimpa seorang aktivis buruh bernama Marsinah, kasus petani-petani di Madura, korban-korban Penghilangan Orang, korban penembakan mahasiswa di Semanggi I dan Semanggi II, dan banyak lagi kasus-kasus pelanggaran HAM yang ditanganinya di berbagai daerah, hingga Munir pun dilenyapkan oleh pihak-pihak yang tidak suka dengan perjuangannya.

Pada saat membela orang-orang yang dizalimi, yang mendapat tindak kekerasan hingga pembunuhan, Munir berjuang lewat berbagai lembaga yang memfokuskan masalah urusan HAM. Dalam catatan perjalan hidupunya, ia menjadi Dewan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang awalnya bernama KIP-HAM, dan terakhir sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.

Selain dikenal sebagai orang yang berkomitmen untuk membela siapa saja yang haknya dizalimi, Munir juga dikenal sebagai sosok yang memiliki kepribadian yang teguh, berani, kritis, sederhana, ramah, tidak gila jabatan, tidak gila harta, tidak gila fasilitas dan selalu mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan walau ancaman buruk datang bertubi-tubi selama ia berjuang membela HAM di Indonesia.

Atas pengabdian dan perjuangannya membela nilai-nilai kemanusiaan, Munir mendapatkan penghargaan dari masyarakat luas, baik dalam negeri maupun luar negeri. Sepeti; Pin Emas dari kampusnya sendiri sebagai lulusan yang sukses, Man of The Year 1998 versi Majalah Ummat, tokoh terkenal Indonesia pada abad ke-20 versi majalah Forum Keadilan. Dari luar negeri, ia dinobatkan menjadi AS Leader for the Millenium dari Asia Week tahun 2000, The Right Livelihood Award (Alternatif Nobel Prizes) untuk promosi HAM dan control sipil atas militer di Stockholm tahun 2000, dan dari UNESCO tahun 2000. (M. Alfan Alfian, dkk, 2016:214).

Keharusan Membela HAM

Di atas telah kita bicarakan sedikit tentang sosok aktivis HAM sejati yang hidup dan matinya membela serta memperjuangkan HAM di Indonesia ini. Maksud saya menceritakan sosok Munir secara singkat di atas bukan hendak memprovokasi, tetapi ingin hendak memperingati jasa-jasa perjuangan Munir di Hari HAM sedunia yang jatuh pada hari ini, 10 Desember.

Selanjutnya, betapa pentingnya mengambil suatu nilai-nilai perjaungan yang pernah ditunjukkan oleh Munir kepada dunia bahwa membela dan memperjuangkan HAM adalah suatu keharusan, baik dilakukan secara pribadi (individual), kelompok (kolektif) juga pemerintah penegak hukum, untuk saat ini dan yang akan datang.

Terkait pelanggaran-pelanggaran HAM yang masih terjadi hingga saat ini, baik kasus yang dianggap kecil maupun kasus pelanggaran HAM berat, seperti kasus yang menimpa Novel Baswedan sampai pada tindakan buruk pada mahasiswa Papua di Jawa Timur sehingga memicu kerusuhan di tanah Papua, harus dibela dan diselesaikan.

Kemudian, kasus pelanggaran HAM tinggal internasional, seperti pembunuhan umat muslim di Palestina, Suriah, dan terhadap manusia-manusia lainnya di seluruh tempat harus dibela dan dituntaskan permasalahannya. Organisasi PBB tidak boleh tutup mata dengan banyak pembunuhan saat ini. Bukan hanya pembunuhan, dalam bidang lainnya pun yang menciderai HAM harus ditindak lanjuti.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan bahwa ada 525 kasus dugaan pelanggaran HAM pada caturwulan I tahun 2019 yang berasal dari berbagai elemen. Dari banyaknya laporan tersebut, hanya 213 kasus pelanggaran HAM yang ditindaklajuti karena telah memenuhi syarat-syarat oleh penegak hukum. (Okezone.com).

Tentunya kita sangat mengapresiasi kinerja penegak hukum yang telah menindaklanjuti pelanggaran HAM tersebut, dan kiranya terus ditingkatkan mengingat banyaknya pelanggaran HAM yang belum dilaporkan dan belum terakomodir karena berbagai kendala. Begitu juga dengan lembaga-lembaga bersangkutan harus terus membela, memperjuangkan dan mengawal rakyat atas pelanggaran HAM, mengingat masalah sosial, politik, budaya, ekonomi, hukum, SARA dan aspek lainnya semakin kompleks di era digital saat ini.

Membela HAM adalah suatu keharusan di negara kita ini, karena merupakan amanah dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM) dan peraturan-peraturan hukum yang berkaitan lainnya. Deretan peraturan-peraturan mengenai HAM tersebut—meminjam istilah Andryan (Dosen UMSU), jangan sampai dijadikan sebuah pajangan buku yang disimpan begitu saja.

Tujuan membela atau memperjuangkan HAM ini, bagaimana pun sistem kemasyarakatan yang dianut yaitu untuk menghormati serta menjamin hak-hak dan martabat kemanusiaan orang perorangan yang hidup di dalam masyarakat atau negara. Dengan dijamin atau dilindunginya HAM, maka setiap manusia itu tetap utuh harkat dan martabat kemanusiaannya. (Adnan Buyung Nasution, 2011:10).

Dengan demikian, pemerintah atau penegak hukum, setiap organisasi dan setiap individu harus membela dan memperjuangkan HAM dari pelanggaran-pelanggaran yang terjadi atau yang akan terjadi. Sebagaimana Munir telah menunjukkan pada kita semua, bahwa membela HAM adalah suatu pengabdian pada manusia walau nyawa menjadi taruhannya. Semoga semangat Munir dalam membela HAM masuk ke dalam diri kita dan mudah-mudahan aktor utama pembunuhan Munir segera terbongkar. Amiin!*

Penulis: Ibnu Arsib (Instruktur HMI dan Penggiat Literasi di Sumut).

- Advertisement -

Berita Terkini