Antara Transisi Kepemimpinan dan Macetnya Perkaderan HmI

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Masa transisi telah menjadi masa dimana semua rutinitas dan aktivitas organisasi digantung dalam ketidakpastian (dilema).

Hajatan organisasi dalam ihwal pergantian kepemimpinan di semua tingkatan HmI tidak lagi membicarakan soal kualitas dan kelayakan figur dan masa depan perkaderan tetapi lebih kepada investasi kepentingan politis dan pemangku kepentingan.

Akibatnya organisasi menjadi arena adu strategi dan taktik politik dalam memperebutkan kekuasaan bukan lagi adu gagasan dan misi perbaikan dan pengembangan HmI dalam menjawab tantangan zaman dan tantangan umat secara global.

Dalam ruang-ruang training baik formal maupun non formal kita terus mengumandangkan teori bahwa HmI bukanlah organisasi massa, HmI adalah organisasi yang sifatnya independen sementara di lapangan, faktanya kita dihadapkan dengan fenomena yang lain.
HmI tidak lebih dari sekedar OKP yang sektarian, yang tidak mampu membaur dengan rakyat dan kaum ploterian.

Sangat di sayangkan. HmI dan kader-kadernya yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan kekayaan pemahaman tentang teologi, ideologi, politik, strategi dan taktik tetapi masih ada noda hitam yakni terjadi pembusukan dalam internal organisasi.

Kita tahu bahwa dinamika dan perkembangan HmI tidak bisa di pisahkan dengan problema umat Islam dan problema nasional Indonesia.

Maka dalam relasi itu ketika peristiwa-peristiwa politik besar menjadi masalah pada skala nasional, disitu pula HmI berperan dalam kancah pergerakan politik dan menjadi bagian dalam menilai serta menentukan kebijakan.

Namun satu hal yang perlu di ingat adalah bahwa sumbangsih dan partisipasi politik HmI adalah hanya menyumbangkan ide dan gagasan emas, lebih dari itu, nantinya akan menimbulkan masalah tersendiri bagi organisasi ketika terjun dalam arena praktisnya politik.

Masalah organisasi yang dimaksud adalah bahwa garapan HmI di bidang perkaderan Ilmu pengetahuan dan gerakan intelektual hampir absen dan mulai macet.
HmI hampir-hampir kehilangan ruh Islam dan Intelektualitasnya.
HmI juga hanya sebagai tameng bagi pemangku kepentingan dan terlalu nyaman menjadi setir untuk public relations bukan setir rakyat yang mana HmI adalah wakil-wakil tuha dimuka bumi.

HmI sudah tidak mampu mencetak kader yang bertipe “problem solving” dan lebih cenderung mencetak kader yang bertipe “solidarity making” (44 Indikator kemunduran HmI, Agussalim Sitompul).

Disadari atau tidak, kalau HmI tidak cepat berubah dari orientasi “kegiatan politik” yang berlebihan ini secara perlahan lahan akan “membunuh dan mematikan” HmI.

Sebagai organisasi yang berperan sebagai organisasi perjuangan, untuk melakukan perombakan, perubahan, maka salah satu jalurnya adalah kegiatan ‘perkaderan’.
Dan dapat membatasi diri dari arena politik praktis, sampai situ HmI masih mampu memperpanjang nafasnya untuk tetap hidup zaman berzaman.

Pengurus harus dapat membatasi keterlibatan HmI dan dirinya dalam kegiatan politik sebagai wujud ada dan hidupnya independensi baik etis dan organisatoris. Itupun jika organisasi ini masih kita sayangkan kesuksesannya dalam perjuangannya yang berfungsi sebagai organisasi kader (pasal 8 ad HmI).

Kekuatan HmI hari ini harus : “Kembali ke Prinsip Khittah Perjuangan HmI

Letak kekuatan HmI pada prinsipnya tampak pada tiga wawasannya yakni keislaman, keindonesiaan dan kemahasiswaan yang berorientasi pada diskursus keilmuan.
Sebagai organisasi perjuangan secepatnya kita kembali mengukuhkan dan merawat eksistensi organisasi dengan mengamalkan esensinya yang berasaskan Islam (Al-Qur’an dan Sunnah), menampilkan dalam perbuatan: 5 kualitas insan cita, menjaga nama baik independensi dan menjadi ikon pembangunan bangsa.

Maka tugas organisasi harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan sebagai bagian dari semua proses civitas perkaderan.

Sehingga secara kualitatif proses pembentukan, pembinaan dan pengayaan menghasilkan seorang anggota yang dalam dirinya terdapat empat komponen sekaligus yakni, sebagai mahasiswa, pemuda, warga negara dan sebagai pribadi muslim/muslimah.

Bersambung…

Oleh : Muhammad Najib (Pegiat Literasi & Pemerhati HmI)

- Advertisement -

Berita Terkini