Kekuatan Tuhan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Calon Legislatif alias Caleg, yang terpilih pada Pemilihan Legislatif, telah diangkat sumpahnya kemudian sah menjadi Wakil Rakyat atau nama kerennya dipanggil DPR, baik yang di Pusat dan di Daerah. Satu gerbong lagi juga telah sah menjadi Wakil Daerah alias DPD.

Di hari pertama mereka menduduki kursi yang sangat mahal itu, terukir sungging senyuman. Ada penghuni lama dan ada juga pendatang baru. Mereka mulai berbisik-bisik proyek mana yang basah serta mudah dimuluskan. Rekening kurus sudah disediakan untuk digemukkan. Kantong yang kempes pelan-pelan mulai terisi. Kwintansi utang mulai berkurang. Katalog selimut-selimut hangat nan mulus, rumah-rumah mewah, dan mobil-mobil mewah pun mulai dibolak-balik.

Hari perdana sidang pun dimulai. Betapa terkejutnya mereka mendengar kabar adanya pemandangan yang membuat bola mata keluar saat melihat manusia-manusia tumpah di depan gedung yang mereka tempati. Tidak ada yang menyangka tiba-tiba manusia berkumpul di sana. Pihak intelijen juga tidak tahu, karena mereka sedang sibuk menikmati secangkir kopi sambil membagi-bagi bungkusan roti berwarna merah cap dua bapak-bapak.

Seluruh mata dunia terkejut dan terheran-heran. Awak-awak media berhamburan menuju kumpulan manusia itu yang sebentar lagi menjadi lautan manusia. Bendera Merah-Putih berkibar dengan gagah berani. Sorak-sorak massa bergema memenuhi ruang pusat Indonesia. Gelombang massa telah berubah menjadi gelombang lautan manusia dalam hitungan menit.

Siapa dalang yang menggerakan ini? Apa maksud ini semua? Mengapa gelombang lautan manusia itu awalnya tidak terdeteksi? Apakah alat-lat penyadap teknologi informasi tidak lagi berfungsi? Tidak ada jawaban yang pasti. Jawaban yang ada hanya duga-duga yang bernada tanya.

Di tempat lain, di suatu gedung bertingkat, yang tidak jauh dari gelombang lautan manusia itu, sekelompok orang sedang tegang dan penuh hati-hati dalam mengeluarkan pendapatnya. Terlihat, hanya satu orang saja yang tetap santai.

“Apakah di daerah, rakyat akan meledak menjadi gelombang lautan manusia mendatangi gedung DPRD?” Seorang lelaki berpakaian rapi bertanya ragu.

“Melihat gelombang lautan manusia di depan Gedung Senayan, aku yakin mereka akan bergerak juga.” Seorang pemuda berkaos oblong warna putih menjawab dengan santai. “Tim kita akan bergerak. Setelah mendengar tuntutan kita di depan Gedung Senayan yang disampaikan lewat media, perlahan-lahan massa akan bergerak juga. Karena mayoritas rakyat kita sudah muak dengan sistem Pilkada dan Pilpres secara langsung. Dan rakyat kita ingin lagi mengokohkan kekuatannya lewat DPR, baik di Pusat maupun di Daerah.” Lanjutnya sambil menghisap rokoknya.

“Benar. Setelah dipaksa secara halus memilih Kepala Daearah dan Presiden, rakyat tidak memiliki kekuatan apa-apa lagi.” Seorang perempuan ikut membenarkan kata-kata pemuda tadi. “Wakilnya di DPR pun tidak punya kekuatan penuh.” Perempuan itu membasahi kerongkongannya.

“Untuk itu, DPR sebagai perwakilan rakyat, harus punya kekuatan penuh untuk memilih dan memberhentikan Kepala Daerah dan Presiden apabila rakyat secara mayoritas menginginkannya.” Seorang pemuda berkacamata yang sedari tadi sibuk dengan leptopnya ikut angkat bicara.

“Ya, itu harus! Rakyat harus begerak mengembalikan kekuatannya karena demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.” Kata pemuda berkaos oblong tadi sambil memetik jarinya. “Dan perlu diingat, suara rakyat adalah suara Tuhan. Kekuatan rakyat adalah kekuatan Tuhan.” Lanjutnya mengepalkan tangan.

Sekelompok orang itu memiliki keahliannya masing-masing. Mereka juga memiliki basis massa yang banyak di daerah dan di pusat. Mereka mengendalikan lautan manusia yang ada di depan Gedung Senayan. Dan mereka juga telah menunjukkan beberapa orang yang bertugas di lapangan.

Di depan Gedung Senayan, gelombang lautan manusia tak terbendung lagi. Pihak kepolisian pun diturunkan. Tapi apalah di kata, tidak ada lagi jalur yang dapat dilalui untuk sampai di gerbang Gedung Senayan. Gedung yang diberikan rakyat pada wakilnya untuk memperjuangan hak-hak rakyat.

Ratusan kilometer dari gedung rakyat itu, pihak kepolisian yang tak berimbang jumlahnya dengan masaa terpaksa berhenti karena tidak mau mengambil risiko.

“Pak Polisi! Kami mohon jangan mendekati massa. Bapak-bapak tidak akan berhasil memukul mundur kami.” Kata seorang massa aksi pada pimpinan polisi yang turun. “Aku berjanji dan menjamin bahwa kami tidak akan keos. Jika kami keos, kepalaku menjadi taruhannya.” Lanjutnya.

Mendengar perkatan itu, pihak kepolisian pun diam tak berkutik, mulutnya kaku membisu. Jika mereka terus maju memukul mundur massa, maka sebelum sampai di depan Gedung Senayan, dengan mudah gerbang itu akan roboh dan dengan hitungan detik saja gedung rakyat itu akan dikuasai pemilik aslinya; rakyat. Tapi bukan itu tujuan mereka berkumpul di sana. Rakyat hanya menginginkan kekuatan mereka dikembalikan, kemudian dijalankan oleh Wakil Rakyat.

Seluruh media lokal, nasional, bahkan turut hadir beberapa media internasional, menyiarkan gelombang lautan manusia itu. Benar-benar tak terbendung lagi. Di daerah-daerah pun masyarakat telah tumpah di depan gedung DPRD. Tuntutannya memperkuat tuntutan yang di Gedung Senayan. Ada masyarakat yang awalnya apatis mulai simpatik, kemudian tergeraklah hati dan pikirannya ikut turun.

Di gedung rakyat itu, massa aksi meminta wakilnya turun untuk menjumpai mereka. Seorang lelaki yang bertugas menjadi Pimpinan Aksi akan menyerahkan berkas tuntutan untuk mengembalikan kekuatan rakyat atau kekuatan Tuhan.

Mendengar permintaan massa aksi, beberapa orang yang ada di dalam gedung rakyat itu turun menemui lautan rakyat. Di dalam gedung tidak ada lagi sungging senyuman, tidak ada lagi bisik-bisik proyek basah. Katalog selimut-selimut nan halus, rumah mewah dan mobil mewah sudah ditutup. Yang tinggal hanya wajah pucat pasi bagai mayat.

“Pak! Ini hadiah untuk Bapak-Ibu semuanya di hari pertama kerja untuk rakyat. Ini berkas tuntutan kami. Mohon dibahas dan disahkan hari ini juga.” Pimpinan Aksi itu pun menyerahkan berkas tuntutan dalam map berwarna merah. “Kami akan tunggu. Kami tidak ingin lama-lama. Cukup satu jam saja, karena kami yakin Bapak-Ibu semuanya yang di dalam sudah mengerti ini. jika tidak mengerti juga, kami seluruhnya akan masuk ke sana untuk mengajari Bapak-Ibu semau.” Lanjutnya sambil menunjuk-nunjukkan berkas tersebut.

Wajah Bapak-bapak berdasi itu pucat pasi. Kaki mereka gemetar. Hampir saja terkencing-kencing. Tidak ada satu kata pun terucap, hanya kepala mengangguk-angguk tanda telah paham. Mereka pun kembali masuk ke dalam gedung membawa berkas tersebut.

Sesampai di dalam gedung ruang rapat, penghuni lama yang membidangi tuntutan itu pun dipanggil. Pendatang baru yang mengerti persoalan itu ikut memberi solusi, “Banyak Undang-Undang yang kita robah, cabut dan dihapus.”

“Apa asas yang memperkuatnya?” Tanya seorang berkumis tebal.
“Asas demokrasi dan kekuatan atau permintaan rakyat.” Jawab pendatang baru itu lagi.

Semua mengangguk setuju. Rapat pun dimulai dan bisa disaksikan oleh seluruh massa aksi dan mata manusia lewat Live Streaming media yang menyiarkannya.

Palu sidang pun berbunyi. Tuntutan rakyat pun dikabulkan dan disahkan. Undang-undang yang bertentangan dengan tuntutan rakyat pun dicabut. Kepala Daerah serta Presiden-Wakil Presiden tunduk pada Wakil Rakyat. Dan Wakil Rakyat pun tunduk pada Rakyat.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Instruktur HMI dan Penggiat Literasi di Sumut).

- Advertisement -

Berita Terkini