GEMA PS Tolak RUU Pertanahan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – RUU Pertanahan seharusnya menjadi hadiah bagi ulang tahun Hari Tani pada 24 September 2019 ini. RUU tersebut juga seharusnya tidak boleh mengkudeta diam-diam terhadap prinsip, substansi dan ketentuan dalam UU No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang bertentangan dengan TAP MPR No IX/MPR/2001.

Perihal tersebut diungkapkan Carkaya, Deputi Kebijakan, Hukum Dan Advokasi DPP Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial (GEMA PS), melalui rilis kepada media, Senin (23/09/2019).

Menurutnya, RUU ini menghilangkan legacy/warisan Jokowi melalui Peraturan Presiden No 86 tentang Reforma Agraria.

“Jiwa dari RUU ini tidak boleh disusupi oleh jiwa domein verklaring yang merupakan konsepsi kolonial, yang digugat oleh Soekarno dalam pleidoi Indonesia Menggugat 1933,” kata Carkaya.

Ia menjelaskan, watak domein verklaring muncul dalam ketentuan mengenai hak milik, hak guna usaha, hak pakai dan hak pengelolaan dalam RUU ini. Hal ini, lanjut Carkaya, rentan bagi masyarakat hukum adat, rakyat miskin, petani.

“Khusus berkaitan dengan hak milik, RUU ini cenderung pada hak milik orang perseorangan, dan belum mengakomodir hak milik bersama yang menjadi aspirasi rakyat dan telah diakomodasi dalam Peraturan Presiden No 86 th 2018 tentang Reforma Agraria,” terangnya.

Dikatakannya, RUU Pertanahan berpihak pada pemilik modal besar dan modal asing melalui hak guna usaha dan hak pakai, serta rentan dengan pasal karet yang memberikan kewenangan kepada menteri ATR BPN untuk kongkalikong dengan pemodal besar dan asing menguasai lahan tanpa batas dan dalam jangka waktu melebihi UUPA.

“RUU ini menyempitkan reforma agraria hanya sebatas penataan asset dan akses (pasal 64 RUU Pertanahan),” tandasnya.

Lebih lanjut Carkaya menerangkan, bahwa Reforma agraria adalah seluruh penataan ulang penguasaan lahan yang timpang, bukan sekedar penataan asset dan akses. Ketentuan reforma agraria dalam Peraturan Presiden jauh lebih maju daripada ketentuan reforma agraria dalam RUU ini.

Selain itu, kata Carkaya, tidak ada penyelesaian konflik melainkan hanya mediasi dan pengadilan, padahal sebagian besar konflik agraria merupakan konflik struktural yang memerlukan penyelesaian melalui kebijakan Negara. Pasal-pasal pemidanaan rentan menyebabkan kriminalisasi bagi masyarakat utamanya petani dan masyarakat adat.

“Fenomena tersebut meyakinkan kami untuk mendukung Presiden Jokowi agar segera melakukan percepatan program Perhutanan Sosial (P.39 KLHK ) dan Reforma Agraria serta tolak dengan tegas RUU Pertanahan,” pungkasnya. Berita Medan, red

- Advertisement -

Berita Terkini