JM3, Ngopi Bareng Bicara Deradikalisasi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM

Sejarah Gagasan

Berawal dari sebuah kota kecil, Pematangsiantar, Sumatera Utara, kelompok kecil yang disepakati bernama Meja Batu Pematangsiantar, muncul banyak kegelisahan dan harapan terhadap wujud nyata Indonesia Raya. Refleksi atas kondisi bangsa yang menjadi jelmaan zamrud khatulistiwa, keragaman suku, budaya, istiadat, ras, dan semangat perwujudan Islam Rahmatan lil’alamin, di tengah kondisi sosial politik 2018-2019 yang cenderung hingar bingar, efek head to head pilpres 2014 yang kehangatannya terus terasa sepanjang rezim Jokowi, Pilkada DKI Jakarta rasa pilpres yang melahirkan 212, aksi bela Islam atas penistaan agama, dan kondisi kekinian, head to head Pilgubsu 2018, yang tidak pernah terjadi selama musim pilgub 5 tahunan di Sumatera Utara, seperti pada tahun 2008 dan 2013 lalu.

Terasa namun jarang diungkapkan, sesungguhnya Sumatera Utara itu adalah bentuk miniatur keberagaman Indonesia Raya. Betapa tidak, ada 17 suku yang berkembang di provinsi yang dihuni oleh sekitar 13 jt jiwa penduduk ini.

Oleh karenanya, terawang kebangsaan dan semangat untuk mempertegas bahwa provinsi ini pantas menjadi Laboratorium Toleransi Nusantara, kemudian, menjadi salah satu spirit yang perlu diperjuangkan.

Pada perkembangannya, tanggal 07 Mei 2018, JM3 bekerja sama dengan Gerakan Daulat Desa (GDD) dan Komunitas Masyarakat Informatika (KomIT), digelar sebuah agenda nasional di Gedung Joang Menteng, Jakarta Pusat. Semangatnya adalah menyuarakan semangat konsolidasi nyata anak bangsa terhadap kondisi ril sosio politik yang dihadapi Bangsa Indonesia.

Bagi JM3, di samping mendeklarasikan lahirnya JM3, diskusi solutif yang digelar adalah momentum yang paling tepat untuk mempertegas partisipasi JM3 dalam memikirkan, merancang, dan menyelenggarakan even nasional itu, sebab dinilai, bangsa kita saat ini memang “benar-benar perlu” untuk mengurai dan menemukan solusi atas persoalan demokrasi zaman now, di tahun politik 2018 dan tahun 2019 mendatang.

Saat ini, di hadapan kita, telah berlangsung Pilpres, Pilleg, dan PilDPD Serentak 2019 di seluruh Indonesia. Tentu kondisi pasca pemilu yang sedang berlangsung saat ini, diduga keras terkait erat dengan skenario besar perebutan kekuasaan eksekutif dan legislatif 2019. Kita sedang berada di dalamnya. Nyata di depan mata kita, betapa semakin banyak fakta yang menyebabkan kita pantas untuk memahami secara tegas, gejala kekacauan pada sistem demokrasi negeri kita, yang kemudian diproyeksi menyebabkan terjadinya polarisasi demokrasi yang brutal, atau sebagaimana disitir oleh Buya Ahmad Syafi’i Ma’arif, sebagai demokrasi yang tuna adab, di tandai dengan:

1. Semakin meningkatnya Golput (Golongan Putih) dari pemilu ke pemilu, bahkan pilkada terakhir di Kota Medan, total pemilih hanya 26% dari total 100% DPT,

2. Semakin meningkatnya hoax dan ujaran kebencian, khususnya di media sosial dan media mainstraim,

3. Hal ini semakin mempertegas kebenaran dari temuan terkini; yakni bahwa kita sesungguhnya telah masuk pada era Post-Truth (dimana, sesuatu dinilai sebagai kebenaran karena rumor/persepsi yang berkembang, bukan karena realita/fakta yang terjadi),

4. Kemudian, proyeksi BPS bahwa pada tahun 2019 mendatang, jumlah pemilih pemula dan generasi milenial, sebanyak +/-50%, akan menjadi persentasi penentu dalam Pileg dan Pilpres yang lalu.

Banyak masalah yang dihadapi dalam dinamika politik para generasi milenial, dan ini merupakan keunikan sendiri bagi kualitas demokrasi bangsa Indonesia kelak.

Dalam perspektif Islam dan Demokrasi, banyak lagi problem yang seyogyanya dapat dibicarakan khusus, serta ditemukan jalan keluarnya, seperti:

1. Fakta dan realitas kegiatan-kegiatan politisasi agama dalam kehidupan sehari-hari, disaat idealnya demokrasi kita berbasis kerakyatan, justru pada faktanya semakin cenderung berbasis SARA.

2. Pemanfaatan dan pendayagunaan masjid dan simbol-simbol Islam sebagai media sosialisasi dan manuver politik. Kondisi yang potensial menjebak umat Islam untuk membelah diri pada dukungan dan kampanye2 politik; pilkada, pileg, dan pilpres.

3. Meluasnya upaya-upaya mendeskreditkan pemerintah dengan dalih agama dan simbol-simbol agama, dll.

Jaringan Masyarakat Muslim Membangun (JM3)

Dideklarasikan di Gedung Joeang Jakarta pada tanggal 7/5/2018 bertepatan dengan Acara: Diskusi Solutif Menorehkan Sejarah Baru Indonesia dalam Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu Serentak 2019. Acara yang diprakarsai oleh 3 organisasi yakni: Jaringan Masyarakat Muslim Membangun (JM3), Gerakan Daulat Desa (GDD), dan Komunitas Masyarakat Informatika (KOMIT).

Latar belakang lahirnya JM3 tidak terlepas dari kegelisahan mendalam atas maraknya penggunaan agama dan simbol2 agama yang salah kaprah. Hal yang justru membenturkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan membenturkan sesama Islam, khususnya dalam kontestasi demokrasi di Indonesia. Akibatnya demokrasi di Indonesia saat ini cenderung panas, tak beradab dan jika salah mengelolanya, dapat saja menimbulkan chaos dan perpecahan bangsa yang kita cintai ini.

Pada citanya, JM3 hadir agar dapat mengisi alam demokrasi diIndonesia ini bisa lebih menggembirakan dan mencerdaskan masyarakat Indonesia.

Deradikalisasi; Tawaran Solusi Atas Hankam Kita

“ALUR BERLIKU” tampaknya menjadi istilah yang tepat terhadap kondisi bangsa kita pasca pilpres 2019. Kita pikir rekonsiliasi adalah solusi dan obat mujarab untuk meredakan efek domino dari puncak bola panas Pilpres 2019. Pantas kemudian Mega-Prabowo melejit menjadi sorotan.

Adalah menarik ketika pemindahan ibu kota menjadi isu nasional, di tengah masih banyak pihak yang panik atas manuver Mega-Prabowo. Namun, tiba-tiba, rasisme dan separatisme berdengung keras dari ufuk Cenderawasih.

Hingga kini, anak bangsa kita hanya mampu prihatin atas kondisi ini. Sudah banyak korban jiwa, harta benda, fasilitas umum, dll. Suasana chaos di depan mata dan sedang dalam sorotan dunia.

Saat ini, banyak isu beredar terkait disintegrasi bangsa di timur (Papua) dan barat (Aceh) yang sedari dulu redup, tampak nyata makin membara.

Dibutuhkan solusi pamungkas atas kondisi bangsa ini. Secara de jure, Jokowi-JK masih memimpin Indonesia, namun secara de facto, banyak lini pemerintahan yang sedang vacum of power menunggu pengumuman kabinet baru. Ruh kebijakan sedang benar-benar vacuum. Banyak struktur yang sedang wait and see. Semua sedang menunggu pengumuman kabinet.

Mengingat kondusifitas Papua semakin runyam, yang kemudian berpotensi membuka ruang referendum, sisi pertahanan dan keamanan bangsa tiba-tiba menjadi sangat penting untuk diatasi. Dari itu, JM3 meyakini, “ngobrol deradikalisasi bangsa” menjadi hal yang penting untuk dilakukan.

Dibutuhkan penajaman gagasan yang “strike to the point” untuk menetralisir hamkam kita ke depan. Bagaimana konstalasi pertahanan dan keamanan nasional kita terkini, akan coba dikupas oleh Bapak H. Albiner Sitompul, Dewan Pembina PP JM3, yang sehari-hari bertugas sebagai Tenaga Ahli Bidang Diplomasi di Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) Jakarta. Bagaimana tawaran sosiologis dalam perspektif kajian Islam Transitif mengenai hankam kita, akan coba dikupas oleh Bapak Dr H Ansari Yamamah, juga Dewan Pembina PP JM3, yang sehari-hari bertugas sebagai Tenaga Pengajar UIN-SU, di samping sebagai Sekrataris Kopertais XI Wilayah Sumatera Utara.

Tentu, berkoordinasi dengan seluruh stake holder menjadi kebutuhan. Diproyeksi, dalam jangka pendek, diskusi ini akan berkembang menjadi program kerjasama berkelanjutan, diinisiasi dari Sumatera Utara untuk Indonesia. Secara umum, akan ada MoU antara JM3, UIN, KOPERTAIS XI, LEMHANAS, JBMI, dan institusi lain. Langkah kerjasama ini menjadi titik substansi “problem solving” yang pada akhirnya dapat diukur.

Hankam bangsa kita tidak boleh larut dalam situasi panas sosial politik. Sedapat mungkin stabil, dalam rangka mewujudkan kehidupan anak bangsa kita yang membutuhkan keamanan dan kedamaian dalam menjalani keberlangsungan hidupnya. Kita menyadari, hal ini merupakan tanggung jawab penuh negara dengan dukungan seluruh anak bangsa tentunya.

Setiap kali bicara deradikalisi banyak orang yang tidak puas, karena tidak menyentuh akar masalah, dan akhirnya bisa keluar dari masalah.

Kita tidak pernah serius membahas masalah-masalah yang urgent, bagaimana bangsa ini bisa lebih maju, kesejahteraan masyarakat lebih meningkat, lapangan kerja tersedia banyak, sehingga masyarakat bisa lebih sayang dan cinta terhadap bangsa dan negerinya, yang sebenarnya adalah solusi efektif bagi masalah deradikalisasi dimaksud.

Ngopi Bareng Ngobrol Deradikalisasi Ala JM3
Avros Park, Medan, 23 September 2019

Penulis : Delpi Susanti

- Advertisement -

Berita Terkini