Lebaran Sebentar Lagi??

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Bagi sebagian kita yang menjalani puasa tahun ini dengan aktivitas fisik yang berat mungkin akan berkata “ gak terasa ya sudah mau habis puasa, lebaran sebentar lagi ya” (mungkin sangking letihnya bekerja saat puasa), sehingga momentum istimewa pasca puasa sebulan jadi sesuatu yang sangat ditunggu kedatangannya. Dalam istilah tahunannya (bukan istilah sehari-hari ya karena emang tahunan momennya) kita sebut sebagai Lebaran.

Bila kita ingin memaknai Idul Fitri, dalam konteks Indonesia ungkapan yang sering muncul adalah Lebaran dalam konteks Indonesia. Bila mendengar istilah ini ada sebuah pemahaman yang lazim tapi terkesan miring yang sering terpikir oleh kita (kalau berpikir). Lebaran yang bila kita lihat secara gramatikal berasal dari kata Lebar yang berarti luas, lapang ditambahkan dengan sufiks–an (sok jago gramatikal), sehingga bila kita maknai secara spintas berarti melebarkan, melapangkan, meluaskan, apa yang diluaskan, dilapangkan? Meluaskan atau melapangkan apa yang selama sebulan ini sempit, tidak leluasa (saat puasa) yang menuntut umatnya untuk menahan apa yang selama ini diperbolehkan pada siang hari. Sehingga bila masa (puasa) tersebut berakhir maka tiba saat bagi umatnya untuk kembali leluasa melapangkan apa yang sebulan sebelumnya dilarang.

Pemahaman tersebut, jelas tidak banyak yang menyepakati, akan tetapi bila kita melihat realitas yang terjadi pada masyarakat kita khususnya menjelang idul fitri, seakan-akan menyiratkan pada kita semua bahwa makna miring lebaran tadi adalah benar adanya. Bila kita bandingkan pola aktivitas masyarakat sebelum ramadan dengan sesaat sebelum idul fitri, ada kecendrungan makna lebaran tersebut benar sesuai kondisinya (sambil mkir-mikir benar gak ya?). Informasi Kementerian Perdagangan (tahun yang lalu, tahun ini update datanya agak susah infonya) menyebutkan bahwa konsumsi masyarakat terhadap kebutuhan pokok pada pekan pertama bulan Ramadan naik sekitar 15 hingga 20 persen ketimbang awal pekan pada bulan biasa, begitu juga saat penyambutan Idul Fitri.

Contoh lokalnya terjadi di Balikpapan (tahun yang lalu dari data yang sama), dimana terjadi peningkatan konsumsi daging mencapai lima kali lipat dari kondisi wajar saat Idul Fitri, kebutuhan perhari di hari biasa hanya sekitar 30 ekor sapi akan etapi saat menjelang Idul Fitri bisa mencapai 100-150 ekor sapi per harinya, begitu juga yang terjadi di Belitung untuk pemotongan sapi di bulan ramadan rata-rata 6 sampai 7 ekor sapi per hari dipotong. Sedangkan untuk kebutuhan Idul Fitri berdasarkan data tahun 2011, sekitar 120 ekor sapi yang dipotong. Tidak hanya daging peningkatan pola konsumsi juga berimbas terhadap peningkatan kebutuhan lainnya, seperti gas dan juga beras, serta kebutuhan lainnnya, dan itu terjadi dalam rangka menyambut Idul Fitri.

Selain pola konsumsi, hal lain yang mengisyaratkan kebenaran maknawi miring lebaran tadi dapat dilihat dari gaya hidup lainnya, yaitu terjadinya peningkatan transaksi gadai menjelang lebaran mencapai 15 hingga 20 persen dibandingkan bulan-bulan biasa di pegadaian (datanya gampang dcari di google). Hal ini dilakukan untuk menyambut idul fitri dengan segala kebutuhannya, sehingga dengan penghasilan biasanya tidak cukup, oleh karena itu masyarakat cenderung mencari penghasilan tambahan melalui pinjaman singkat yang tidak beresiko besar, jalannya adalah menggadaikan harta yang dimilikinya.

Belum lagi kita lihat di pusat perbelanjaan seperti mall, ledakan pengunjung terjadi saat menjelang Idul Fitri (mengalahkan momen tanggal merah lainnya di Indonesia), mulai dari toko pakaian, makanan, sampai kebutuhan rumah tangga lainnya penuh dipadati pengunjung. Bila anda pedagang kebutuhan masyarakat mungkin anda akan untung besar menjelang Idul Fitri ini (sayang, usaha saya libur puasa ini), tetapi bila kita lihat konteks masyarakat, ada pola aktivitas yang tidak wajar dengan makna Idul Fitri yang harusnya tidak sampai membuat masyarakat berpola laku seperti yang sudah diungkap di atas.

Idul Fitri masih dipahami masih dalam konteks psikosystem (masuk sedikit yang agak berat bahasnya), artinya Idul Fitri masih menjadi konsep berpikir yang masih mengutamakan emosional kita secara pribadi, “keenakan” pribadi, belum menjadi konsep berpikir yang lebih mengarah kepada sosial system, betapa tidak, zakat fitrah sebagai bagian dari adanya Idul Fitri yang harusnya mampu mengentaskan kemiskinan kini hanya menjadi sebuah rutinitas belaka yang belum mampu mengubah kondisi masyarakat dalam konteks ekonomi menjadi lebih baik, indikasinya adalah dari tahun-ke tahun yang menerima zakat sama setiap tahunnya dan belum mengubah kondisinya, kalaupun berkurang itu karena meninggal atau pindah tempat tinggal.

Kamus Besar Bahasa Indonesia pun mengartikan kata “lebaran” sebagai “hari raya ummat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal setelah menjalankan ibadah puasa di bulan sebelumnya (Ramadan). istilah “lebaran” berasal dari ungkapan bahasa Jawa (maklum karena saya orang jawa, pndketan jawa yang tampak oleh saya) “wis bar (sudah selesai)”, maksudnya sudah selesai menjalankan ibadah puasa. Kata “bar” sendiri adalah bentuk pendek dari kata “lebar” yang artinya “selesai”. Kata “bubar” dan “lebar” memiliki kesamaan makna, tetapi kata “bubar” cenderung digunakan oleh masyarakat awam, sedangkan kata “lebar” sering digunakan oleh kelompok bangsawan, sebagai istilah yang lebih halus/sopan. Sehingga dapat kita pahami bahwa kata “wis bar” sendiri merupakan kata sering digunakan masyarakat awam pada masanya. Dari penjelasan ini kita bisa memahami bahwa istilah lebaran belum bisa menggantikan makna Idul Fitri sebenarnya, karena istilah lebaran hanya menegaskan pergantian waktu, istilah yang muncul karena serapan bahasa jawa yang merupakan bagian dari budaya. Jadi secara konkrit istlah lebaran hanya istilah budaya yang tidak bisa kita temukan konsep pembinaan umat di dalamnya. Opini Sumut, Roni Gunawan

Penulis adalah Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat USU dan juga merupakan Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang semasa aktif berorganisasi banyak melakukan perjuangan keumatan melalui organisasinya.

- Advertisement -

Berita Terkini