Konferensi ke-XLIII HMI Cabang Medan Menghasilkan Pemimpin “Sunsang”

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Himpunan Mahasiswa Islam adalah cermin dari sebuah komitmen besar tentang keislaman dan keindonesiaan, tentang arti perjuangan dan ideologi kita. Komitmen bersama untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT serta Janji-janji mewujudkan masyarakat adil makmur di lingkungan eksternal organisasi niscaya terwujud jika objek dan subyeknya saling bersinergi dan saling mengedepankan kepentingan bersama. Namun, kondisi objektif internal himpunan kini seperti rumah “tua” yang usang dan tidak lagi ditempati dan tak berpenghuni.

Kondisi dan Suasana menjelang Konferensi selalu saja memanas. Semua pada Ramai-ramai gaduh ingin berebut kuasa menjadi kader nomor wahid di HMI Cabang Medan. Dan yang menarik serta lucu jika di dalam satu periode kepengurusan bisa terjadi dua kali konferensi dengan jarak waktu yang hampir bersamaan yang kesemuanya itu dilakukan demi merebut kekuasaan melalui jalur yang menurut mereka benar dan saling klaim bahwa mereka lah yang bener menurut konstitusi, padalah nyatanya salah dan nol dari nilai-niali konstitusi dan rasa kekeluargaan. Dan pada akhirnya menghasilkan pemimpin yang “sunsang”. Inilah dasar awal matinya budaya intelektual yang kritis-progresif di tubuh Himpunan Cabang Medan saat ini.

Keadaan ini membuat para penerus kader HMI Medan, merasa malu dan marah terhadap segala apologi dan gombal-gombal politikus amatiran di internal himpunan yang berasal dari senior-senior serta alumni yang memiliki kepentingan yang merusak “Independensi” etis dan organisitoris HMI, untuk kelompok dan kesenangan pribadinya. Yang semua itu hanya dapat memecah persaudaran antara sesama kader HMI, khususnya HMI cabang medan. Menarik ketika saya membaca tulisan senior saya mas Zen dalam tulisanya “Seharusnya Aku Bukan HMI,” beliau mengatakan begini :

“Bayangkan, saya tidak mendapatkan pengetahuan apa-apa di HMI, selain teknik lobi. Saya tidak diberikan keterampilan apa-apa, selain skill untuk menang sendiri. Saya tidak mendapatkan pengalaman religiusitas apa-apa, selain pengalaman religiusitas hipokrit yang so liberal atau so religius.

Alih-alih mendapatkan pelajaran semangat berkorban bagi organisasi atau orang lain, di HMI saya mendapatkan pelajaran melakukan sesuatu karena insentif tertentu: karena aku punya target politik, karena itu aku berbuat sesuatu. Alih-alih mengedepankan intelektualitas, di HMI saya belajar bagaimana mengorganisir masa dan melobi kekuatan-kekuatan yang ada. Di HMI saya tidak belajar bagaimana caranya mandiri karena saya selalu diajarkan bagaimana caranya meminta uang kepada abang-abang. Di HMI semua kader diajarkan bagaiaman caranya membina hubungan berdasarkan patron-klien. HMI kehilangan daya kritisnya, kehilangan sensitifitasnya, kehilangan pikirannya. Yang tersisa tinggal nafsunya”. (lihat: Seharusnya aku bukan HMI).

Saya semakin yakin, Himpunan Mahasiswa Islam saat hanya menjadi arena pertarungan kelompok yang tidak lagi mementingkan esensi dan substansi organisasi himpunan. Kita di nina bobokkan serta dijauhkan dari aktivitas sosial bermasyarakat. kader dihantarkan pada aktivitas yang kontra-produktif. Tak rasional dan cenderung bersifat doktriner. Saya berkeyakinan, tanpa bermaksud menghakimi siapapun dalam hal ini, keadaan ini merupakan hasil dari tidak cakapnya seluruh jajaran pengurus, mulai dari Ketua Umum hingga jajaran departemen di segala bidang struktural. Juga tanpa bermaksud menghakimi, mereka lupa janji-janji suci perjuangan himpunan. Seolah mereka ‘pede’ bahwa himpunan ini miliknya yang bisa dimainkan, dimodifikasi, diatur sesuai dengan kemauan pemiliknya. Ini potret kelam himpunan kita. dan yang teramat menyakitkan senior-senior yang merasa paling memiliki HMI dan anggapan penulis mereka masih ingin merasakan menjadi pengurus di HMI cabang Medan lagi, entahlah.

Hidup atau matinya HMI sangat tergantung pada ada dan tidaknya proses perkaderan dan regenerasi yang digelar secara normal, beradab dan tentunya dengan rasa kekelurgaan. Tentu saja, arti perkaderan bukan perkederan. Sebab, perkaderan dan regenerasi berarti usaha organisasi yang dilaksanakan secara sadar dan sistematis yang selaras dengan pedoman perkaderan HMI, sehingga memungkinkan seorang kader HMI mengaktualisasikan potensi dirinya menjadi seorang kader muslim, intelektual, dan profesional yang memiliki kualitas insan cita, sehingga melahirkan kader yang utuh. Sementara saat ini HMI melalui para seniornya membuat kader menjadi keder tanpa inisiasi yang mandiri dan tak memiliki skill.

Bagaimana mungkin Perkaderan dan pola regenerasi yang dijalankan HMI menggunakan strategi pendekatan yang mampu menjawab kebutuhan seperti student reasoning, melalui wahana intellectual exercise, kebutuhan student interest, dan kebutuhan student welfare Jika proses memilih pemimpinya sudah tak lagi beradab dan mengedepankan etika organisasi…

Salam perubahan HMI…

Ahmed adalah salah satu Kader HMI 

- Advertisement -

Berita Terkini