Perang Pantun Kopernikus vs Gia Kosan

Breaking News
- Advertisement -

Oleh : Rosadi Jamani,Ketua Satupena Kalbar

Mudanews,com SOSBUD – Di sebuah provinsi bernama Ketumbar mendadak heboh. Bukan karena banjir, bukan pula karena jalan rusak, tapi gara-gara pantun. Semua bermula dari Wakil Gubernur Ketumbar, Kopernikus melontarkan pantun penuh makna politik. Tentu saja pantun itu diarahkan ke pasangannya sendiri, Gubernur Ketumbar, Gia Kosan.

Melihat kehebohan itu, kelompok pemuda “Sekota Berpantun” langsung menggelar even besar di sebuah hotel mewah. Nama evennya “Perang Pantun” memfasilitasi Kopernikus vs Gia Kosan. Kedua pendukung dihadirkan. Di tengah hadirin dua sahabat pensiunan, Wak Dalek dan Wan Dolah juga hadir. Tiga juri ahli pantun duduk di kursi bagian depan. Mereka akan menilai siapa paling hebat berpantun. Berikut cuplikan perang pantun itu.

Pantun Kopernikus;
Kucing kurus mandi di papan,
Mandi di papan di kayu bungur.
Badan Kopernikus bukan kurus tak makan,
Karena ingin jadi Gubernur.

Sontak, pantun itu membuat suasana grand ball hotel riuh rendah. Tak mau tinggal diam, Gubernur Gia Kosan pun menanggapinya dengan pantun sindiran halus. Wak Daleh dan Wan Dolah ikut tepuk tangan juga.

Jawabannya Kosan;
Pergi ke pasar beli kelapa,
Kelapa muda diminum segar.
Kalau niat jadi kepala,
Harus sabar dan banyak belajar.

Tentu saja, duel pantun tidak berhenti di situ. Kopernikus balik membalas dengan gaya yang tenang.

Kopernikus menyerang lagi;
Burung merpati terbang berdua,
Hinggap sebentar di ranting jati.
Kalau sabar hanya menunggu saja,
Kapan sampai ke kursi tinggi?

Publik makin riuh. Kosan pun menjawab lagi dengan pantun menohok namun tetap elegan.

Jawaban Kosan;
Pergi melaut pasang pukat,
Ikan ditangkap banyak di sungai.
Kalau kursi masih terikat,
Jangan rebut, nanti patah ramai.

Kopernikus terus menyerang;
Pergi ke ladang menanam jagung,
Jagung dipetik di waktu siang.
Kalau niat hati sudah digantung,
Tak ada kursi pun tetap berjuang.

Kosan membalas;
Jalan ke hutan mencari rotan,
Rotan diikat dibawa pulang.
Kalau kursi memang jodoh Tuhan,
Tak usah rebut, datangnya tenang.

Kopernikus semakin bersemangat, lalu keluarkan pantun lagi;
Bunga melati harum di taman,
Tumbuh bersanding dengan mawar.
Kalau hanya pasrah di pangkuan,
Bagaimana bisa jadi penguasa besar?

Kosan juga tak mau kalah, balas;
Pergi ke laut bawa perahu,
Angin berhembus layar terbentang.
Kalau pemimpin tak sabar menunggu,
Nanti karam sebelum berlabuh tenang.

Serangan Kopernikus lagi;
Naik sampan di tepian rawa,
Air bergelombang ikan berlari.
Kalau menunggu sampai tua,
Kapan rakyat dapat ganti diri?

Dibalas Kosan;
Padi menguning di sawah luas,
Petani menanam penuh harapan.
Kalau niatnya terlalu lekas,
Terkadang lupa menyiapkan bekalan.

Masing-masing kedua menghela napas. Kopernikus pesan kopi tubruk. Sementara Kosan pesan kopi saring. Kedua pendukung bergemuruh. Perang pantun dua pemimpin itu membuat suasana semakin panas. Tibalah ronde terakhir perang pantun.

Pantun Kopernikus (Jual):
Pergi ke pasar beli terasi,
Jangan lupa sambal belacan.
Kalau kursi mau diisi,
Pantun ini saya jual, siapa berkenan?

Pantun Kosan (Beli):
Orang berdagang bawa dagangan,
Hasil dijual tukar dengan uang.
Pantun dijual saya belikan,
Sekali beli, kursi tetap tenang.

Seluruh hadirin tepuk tangan. Lalu, juri pantun memberikan penilaian. Hasilnya, keduanya dinyatakan seri. Ada yang kecewa keputusan itu. Namun, ada yang bilang minta digelar perang pantun edisi kedua.

Disclaimer: Ini hanya fiksi tak ada di dunia nyata.

 

Berita Terkini