Kitab 2 (Dengarkanlah Bisikan Kitabmu)

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM

من علامات رحمة الله بالناس أن خلق لهم كتابا ينير أنفسهم
لم يبكم هذا الكتاب عما يفعل الناس و ما يلزم أن يفعلوه
إذا عمل صالحا فأظهر ابتسامته و رضاه و إذا عمل فاحشة فصاح و أظهر سخطه
يلزمنا أن نسمعه كي يشتد نوره و تزداد قوته فينا
و إذا أبينا أمره و نهيه فضاع نوره و أبي أن ينبهنا
فصرنا في ظلمة الحياة تدريجا

Salah satu bukti kasih sayang Tuhan kepada manusia adalah bahwa dia menciptakan ‘kitab’ yang memberi cahaya dalam diri mereka.

Kitab ini tidak pernah membisu terhadap apa saja yang diperbuat dan seharusnya diperbuat oleh manusia.

Bila manusia berbuat baik ia akan menampakkan senyum ridhanya dan bila mereka berbuat salah dia akan menjerit dan menunjukkan ketidaksetujuannya.

Kita harus mendengar bisikannya agar dia semakin terang dan efektif mendorong dan mengingatkan kita.

Namun bila kita mengabaikan dorongan dan larangannya ia akan redup dan mengurungkan niat untuk mendorong dan mengingatkan kita. Kita pun secara perlahan akan tenggelam dalam gulitanya kehidupan.

Era post-truth dan perkembangan teknologi membuat kebanyakan manusia kehilangan pedoman dalam melihat kebenaran dan kesalahan. Terkadang kebenaran dianggap kesalahan, begitu juga sebaliknya kesalahan menyamar secara baik dalam wujud kebenaran. Kemampuan post-truth dalam memanipulasi kebenaran dengan cara terus-menerus menampilkan kebohongan sebagai kebenaran melalui penggunaan media elektronik dan internet menjerumuskan umat manusia dalam kebingungan dan kemiskinan-peradaban (Keyes, 2004).

Pada dimensi ruang waktu yang berbeda, destruksi logika yang semacam ini juga pernah dilakukan oleh golongan manusia yang dikenal dengan sofisme. Golongan yang berusaha memutarbalikkan kebenaran menjadi kesalahan dan begitu juga sebaliknya. Efek dari post-truth menjadikan manusia kesulitan untuk melihat kebenaran dan sekaligus menapakinya.

Guru kami senantiasa mengingatkan bahwa bukti dari kasih sayang Allah kepada manusia adalah menciptakan dalam diri manusia itu sebuah kitab –yang dimana dan kapan saja dapat diakses– untuk mempertanyakan kebenaran. Selanjutnya, dia menambahkan: “kitab ini tidak pernah membisu …”. Kitab ini bersifat aktif, secara terus menerus menunjukkan kebenaran dan menyingkap kepalsuan setiap kesalahan. Karena Allah telah mengilhamkan kepadanya pengertian dan substansi kebenaran dan kesalahan, “maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannnya” (Q.S. asy-Sams: 8).

Ath-Thabari menjelaskan bahwa setiap jiwa telah memperoleh penjelasan dari setiap hal yang harus dilakukan dan ditinggalkan. Penjelasan itu meliputi kebenaran dan kesalahan, kebaikan dan keburukan, ketaatan dan kemaksiatan (Thabari, 2001, h. 440-441). Al-Jilani menambahkan bahwa jiwa telah dianugerahi kemampuan membedakan kebenaran dan kebatilan, iman dan kufur, petunjuk dan kesesatan (al-Jilani, 2010, h. 430-431).

Pada kesempatan lain, Zamakhsyari menjelaskan bahwa diri manusia sejatinya telah mencapai pemahaman intelektual terhadap makna kebaikan dan keburukan yang kemudian ditanamkan di dalam dirinya (Zamakhsyari, 1998, h. 382). Dengan demikian, seorang yang beriman tidak lazim berlaku gugup dalam memilah dan menentukan kebenaran yang harus ditapaki, karena sejatinya pengajaran Allah tentang kebenaran dan kesalahan telah tertanam sebelum manusia dilahirkan di muka bumi.

Penggunaan kata ilham di dalam al-Qur’an bermakna bahwa pengetahuan tentang kebenaran dan kesalahan diperoleh manusia secara langsung dari Allah, bukan berdasarkan kegiatan intelektual manusia baik melalui rangkaian percobaan (eksperimen) maupun nalar teoritis (Ibn ‘Asyur, 1984, h. 369). Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Mintalah fatwa kepada hati dan jiwamu! Kebajikan adalah apa yang menyebabkan jiwa dan hati tentram kepadanya, sedangkan dosa ialah apa yang merisaukan jiwa dan menyebabkan ganjalan dalam dada walaupun orang-orang meminta atau memberi fatwa kepadamu” (Muslim).

Ketika engkau melakukan kebaikan dan kebenaran, maka kitab ini akan menampilkan suka citanya seakan dia tersenyum. Suka cita dan senyumnya akan memancarkan cahaya dari dalam dirimu, sehingga engkau tampil dalam pribadi yang menyenangkan dan bahagia.

Pada sisi berbeda, ketika engkau berbuat keburukan dan kesalahan, maka kitab ini akan menunjukkan ketidaksukaan dan amarahnya. Ketidaksukaan dan amarahnya akan meredupkan cahaya dirimu dan memperlihatkan tampilan buruk pada dirimu. Untuk itu, Guru kami berkata: “Kita harus mendengar bisikannya…”.

Selalu persiapkan dirimu untuk mendengar bisikan dan nasehatnya, karena ia adalah khazanah kebenaran dalam dirimu. Apabila engkau senantiasa mendengarkan dan mematuhinya, maka engkau akan menjadi pribadi yang beruntung. Allah berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu” (Q.S. asy-Syams: 9).

Al-Ghazali mengungkap rahasia tentang hati dengan uraiannya bahwa hati laksana sebuah cermin yang akan menampilkan hakekat-hakekat dari Yang Maha Benar (al-Haqq). Hati tidak akan mampu menampilkan pancaran hakekat tersebut kecuali telah terlebih dahulu menjalani tahapan berikut; (1) tashqil: dipoles dengan menghilangkan keburukan syahwat dan dibalut akhlak yang mulia, (2) tanwir: diterangi dengan cahaya zikir dan ibadah yang sempurna kepada Allah, (3) ta’dil: diseimbangkan dengan penempatan dan koordinasi yang tepat antara hati dan seluruh anggota tubuh lainnya (al-Ghazali, 2003, h. 100). Bagi manusia terbaik hendaklah menunaikan ketiga tahapan tersebut agar hati mampu menampung hakekat kebenaran dan memancarkannya dalam kehidupan.

Selanjutnya, Guru kami menegaskan bahwa apabila engkau terus-menerus mengabaikan petunjuknya dan terlarut dalam mengerjakan keburukan, maka ia pun akan mengambil posisi diam terhadap dirimu. Kitab ini akan mengabaikan setiap perbuatan yang engkau lakukan, dan engkau pun menjadi imun terhadap bisikan kebenaran dan teguran kesalahan yang disampaikannya.

Maka tak pelak, dirimu akan merugi dan terjebak dalam nestapa gulita kehidupan. Allah berfirman: “dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya” (Q.S. asy-Syams: 10).

Daftar bacaan
Ghazali, Kitab al-Arba’in fi Ushul ad-Din fi al-‘Aqaid wa Asrar al-Ibadat wa al-Akhlaq (Damaskus: Dar al-Qalam, 2003)

Ibn ‘Asyur, Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, Jilid 30 (Tunisia: ad-Dar at-Tunisiyyah, 1984)
Jilani, Tafsir al-Jilani; al-Ghauts ar-Rabbani wa al-Imam ash-Shamadani, Jilid 5 (Pakistan: al-Maktabah al-Ma’rufiyyah, 2010)

Ralph Keyes, The Post-Truth Era; Dishonesty and Deception in Contemporary Life (St. Martin’s Press, 2004)

Thabari, Tafsir ath-Thabari; Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an, Jilid 24 (Kairo: Hajr, 2001)

Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqaiq Ghawamidh at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Ta’wil, Jilid 6 (Riyadh: Maktabah al-‘Abikan, 1998)

Oleh : Sholahuddin Ashani, M.S.I.
(Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN Sumatera Utara)

 

- Advertisement -

Berita Terkini