Siapa Yang Melumpuhkan Pancasila?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Prof. Ahmad Syafii Maarif, salah seorang anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dengan nada yang “keras” menuliskan ungkapan pikiran, hati dan perasaannya tentang situasi Kebangsaan Indonesia dewasa ini, dalam suatu artikel berjudul: “Lumpuhnya Pancasila”.

Artikel itu dimuat di Harian Kompas, Senin 31 Mei 2021. Didalamnya beliau menyoroti terutama semakin merajalelanya aktifitas para koruptor dalam merampok uang negara, yang menurutnya terjadi disemua lini pemerintahan.

Diangkatnya oleh beliau dalam artikel tersebut misalnya, aktifitas korupsi di Pertamina era Suharto dan masih berlangsung hingga saat ini. Juga disebutnya skandal BLBI, skandal Century, Scandal Jiwasraya, sekedar contoh bahwa sedemikian massifnya perampokan uang negara itu berlangsung dan tidak dapat dicegah oleh rezim demi rezim yang silih berganti berkuasa.

Sebagai anggota Dewan Pengarah BPIP, dapat dipahami jika perspektif yang disampaikan berkenaan dengan keberadaan Pancasila sebagai ideologi Negara. Menurut Prof Ahmad Syafii, Pancasila sebagai ideologi telah lumpuh.

Membaca artikel tersebut, memantik beberapa pertanyaan karena tidak dijelaskan oleh beliau sebelum menyimpulkan bahwa Pancasila telah lumpuh. Pertanyaan-pertanyaan seperti: siapa yang telah melumpuhkan Pancasila, sehingga para koruptor bebas bergerak, merampok uang negara? Adakah peran partai Politik dalam melumpuhkan Pancasila?

Mengingat koruptor yang seringkali ditangkap selalu ada keterkaitannya dengan petinggi partai politik? Misalnya kasus lobster (Petinggi Partai Gerindra), Kasus Bansos (Petinggi PDI Perjuangan). Apa pula relevansinya kesimpulan bahwa “Pancasila Lumpuh” dengan aparat Negara. Kepolisian misaknya, apakah “Pancasila Lumpuh” itu terjadi di Kepolisian?

Dalam rekrutmen polisi, sekolah perwira, pengisian jabatan di kepolisian, apakah semua itu tidak lagi mengindahkan ideologi Pancasila? Apakah ada gratifikasi, korupsi dalam tata laksana pembangunan kepolisian negara kita? Demikian halnya di DPR, di lembaga Yudikatif, apakah semuanya telah lumpuh?

Partai Politik dan Korupsi

Menarik bahwa amat sangat banyak kasus korupsi yang melibatkan kader partai politik. Apa sebenarnya yang sedang terjadi pada Partai-partai politik di Indonesia? Pertanyaan ini selalu gagal dijawab jika kita menggunakan teori-teori demokrasi modern, atau yang mutakhir. Karena salah satu unsur penting di era industri 4.0 yang sama sekali tidak bisa beradaptasi adalah Partai Politik di Indonesia.

Partai-partai politik di Indonesia, hanya dapat diamati dengan menggunakan teori-teori politik kepartaian era 2.0. misalnya teori organisasi dan oligarki dari Robet Michelle, teori model spasial dari Anthony Downs, atau teori kemenonjolan (saliency theory) dari Roberton. Menggunakan teori dari Syemor Martin Lipset atau Stein Rokkan pun, sudah susah untuk menjelaskan situasi partai politik di Indonesia.

Disamping cirinya yang sangat birokratis oligarkis, situasi politik di Indonesia makin diperparah dengan adanya ciri oligharki yang paternalistik. Sudah ologhakhis, paternalistik pula. Sebab itu, kalau masyarakat awam di tanya apakah anda tahu partai PDI Perjuangan, mereka akan jawab “oh itu partai Bu Mega”. Kalau ditanya tentang partai Demokrat, mereka akan jawab “oh itu partai pak SBY”. Kalau Gerindra, “oh itu partai pak Prawbowo”.

Nasdem? ohh itu partai brewok, pak Surya. Demikian itulah perspepsi publik, yang menunjukkan bahwa pengetahuan publik atas suatu partai politik di Indonesia, erat kaitannya dengan “pemilik partai”.

Karena itu, partai-partai di Indonesia (umumnya) tidak semuanya menunjukkan budaya seperti dalam perusahaan keluarga. Bukan perusahaan go publik. Perusahaan keluarga cenderung ‘tertutup” apalagi dalam urusan keuangan. Ketertutupan itulah yang membuat publik tidak bisa mengkritisi internal partai politik, termasuk dalam urusan keuangan yang semestinya dapat diakses oleh publik, jika partai itu telah melakukan go publik, dan melantai dalam sistem demokrasi yang terbuka, dan bertanggung jawab.

Inilah faktor kenapa, di partai-partai politik itu, budaya korupsi marak terjadi. Transaksi gelap berlangsung. Selanjutnya, fungsi dan peran partai politik demikian besar dalam mengisi jabatan-jabatan politik negara. Dan mereka tidak pernah puas, serta terus berusaha memperbesar kewenangannya. Sesuai dengan adagium yang terkenal dari Lord Acton, tentang kekuasaan yang selalu “corrupt”.

Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa Partai Politik memiliki resonansi yang tinggi, dengan maraknya korupsi di Indonesia. Dan jika korupsi itu salah satu indikasi lumpuhnya Pancasila seperti yang ditulis Prof Ahmad Syafi’i Ma’arif, maka Parpol adalah salah satu penanaman saham dan bisa jadi penanaman saham terbesar dalam melumpuhkan Pancasila itu.

Menguatkan Kembali Pancasila

Jika asumsi bahwa Pancasila benar-benar telah Lumpuh, maka tentu perlu upaya memberikan penguatan kepada Pancasila. Dan untuk hal ini, ada beberapa hal yang perlu dilakukan: (1) membersihkan benalu yang mematikan sendi-sendi Pancasila itu. Jika benalu itu bernama Partai Politik yang tidak demokratis, maka partai politik mesti di demokratisasi. Dibebaskan dari kepungan oligharki dan diberi ruang yang luas agar “go public”, melantai di bursa demokrasi yang terbuka.

Jika, benalu itu adalah para konglomerat, pengusaha hitam, yang menyogok aparat negara, mengendalikan pemerintahan dari balik layar, maka mereka mesti diatasi dengan memutus mata rantai penguasaan mereka atas aparat negara. Jika aparat negara yang korup, dan terlanjur terkooptasi oleh budaya sogok menyogok, perlu di amputasi.

Jika Presidan yang juga adalah kepala negara dan kepala pemerintahan adalah boneka dari para konglomerasi, maka Presiden seperti ini mesti tidak dipilih kembali. Dan atau harus ada pemilihan Presiden yang jurdil agar benar-benar kita menemukan pemimpin yang otentik bekerja untuk bangsa dan negara.

Tapi, jika Presiden, Parpol, Polisi, ASN semua sudah rusak, hianat kepada Pancasila, maka harapan satu-satunya adalah TNI bersama Rakyat mesti mengambil alih negara. Mengembalikannya ke rel yang benar, sesuai Pancasila dan UUD 1945.

Renungkanlah, bagaimana keadaan yang sebenarnya, dan mari kita ambil langkah yang tepat dan terukur.

Senin, 31 Mei 2021

Oleh : Hasanuddin
Ketua Umum PB HMI 2003-2005

- Advertisement -

Berita Terkini