Kitab 1 (Kitab Kehidupan)

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM

في نفس كل إنسان كتاب يكون هاديا، منبها و مرشدا. يجري به الناس الحياة ملائما بهداية الله – الخالق لكل حياة.
يشتمل هذا الكتاب جميع سير الحياة و سيحكي عن صدقهم و كذبهم المتجاوز.
هو محفوظ في خزينة القلب الذي لا يكذب، و هو لا يستوي الهوى التي تخون القلب دائما.

Dalam diri manusia ada ‘kitab’. Itulah yang menjadi pandu, sensor dan penuntun bagi mereka bagaimana sepatutnya menyelenggarakan hidup agar sesuai dengan petunjuk Sang Maha Pencipta Kehidupan.

Kitab itulah yang memuat catatan akhir seluruh perjalanan hidup dan akan bercerita tentang kejujuran dan kebohongan mereka yang melampaui batas.

Kitab itu tersimpan di lemari hati yang tak pernah berdusta, tidak seperti hawa nafsu yang terbiasa menelikung hati nurani.

Allah memperkenalkan diri-Nya dengan ar-Rahman, lalu menciptakan manusia seraya tak luput mencurahkan kasih sayang-Nya. Alquran menyebut manusia sebagai khalifatullah –yang bisa diartikan dengan pengganti Allah di muka bumi–, sehingga ia memiliki cerminan sifat ilahiah. Beberapa sufi kemudian memahami bahwa manusia merupakan cerminan dari Allah, sekaligus mengandung potensi-potensi ilahiah dalam kapasitas kemanusiannya.

Al-Hallaj yang dikenal sebagai sufi mengajukan teori mendasar melalui renungan sufistiknya yaitu teori nasut dan lahut. ‘Abd al-Qadir al-Jilani selanjutnya mengusung konsepsi ini secara konsisten di dalam kitab tafsirnya. Nasut dimaksudkan sebagai unsur sifat kemanusian dan lahut adalah unsur sifat ketuhanan. Manusia memiliki unsur yang ganda, yaitu nasut sekaligus lahut. Begitu juga dengan Allah yang tentunya menguasai unsur nasut dan lahut. Sifat nasut pada manusia bersifat mayor dan dominan, sedangkan lahutnya bersifat minor dan tidak dominan. Begitu juga berlaku sebaliknya pada Allah SWT.

Melalui unsur nasut dan lahut yang ada pada Allah dan manusia membuka ruang untuk mempertemukan Allah dan manusia dalam frekuensi yang sama, inilah yang kemudian dikenal dalam tradisi sufi sebagai al-hulul, al-ittihad, wahdah asy-syuhud atau bahkan wahdah al-wujud. Melalui keberadaan unsur ganda ini, manusia diberikan Allah instrumen petunjuk dalam melangsungkan kehidupannya di muka bumi, laksana sebuah chip yang disematkan dalam sebuah komputer. Guru kami menyebutnya dengan ‘kitab’, yaitu sebuah buku. Kata ‘kitab’ yang bermakna buku digunakan untuk mewakili makna bahwa manusia dituntut untuk membaca kembali kitab yang telah diberikan Allah sebagai upaya menapaki kehidupan yang terbentang dihadapannya.

Untuk itu, Guru kami mengatakan: “Dalam diri manusia ada ‘kitab’”. Allah, Sang Maha Pencipta, Tuhanmu tidak pernah meninggalkanmu sekejap pun, karena Dia telah memberikan kitab di dalam dirimu. Kitab ini memiliki tiga peran utama dalam kehidupanmu, yaitu:

1. Menjadi panduan dan tuntunan bagimu untuk mengarungi kehidupan;

2. Menjadi rujukan evaluasi dirimu, karena ia memuat setiap tindakan yang engkau perbuat;

3. Menjadi pendampingmu dalam berdialog terkait setiap persoalan, karena ia adalah pendamping yang jujur dan tak pernah berkhianat.

Bukankah Allah berfirman: “Bacalah kitabmu! Cukuplah dirimu sendiri pada waktu itu menjadi saksi atas perbuatanmu” Q.S. al-Isra’ [17]: 14. ath-Thabari menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kitab pada ayat adalah catatan yang memuat tentang dirimu yang meliputi garis-garis besar takdir kehidupan, kebahagian atau kesengsaraan.

Al-Baidhawi menambahkan bahwa kitab ini adalah lembaran catatan tentang dirimu dan amalmu. al-Alusi selanjutnya menggambarkan bahwa kitab ini ditanggungjawabi oleh dua malaikat mulia yang bertempat di sisi kanan dan kirimu, mereka bertugas mencatat perbuatan baik dan buruk.

Guru kami menjelaskan, meskipun kitab ini nantinya akan diberikan dan dipaparkan di Hari Kiamat kelak untuk menghisab seluruh amal yang telah engkau perbuat. Kitab ini juga tentunya dapat engkau hadirkan saat ini di dalam kehidupan duniawi, karena seyogyanya ia berasal dari perbuatanmu, takdirmu dan dirimu. Hadirkanlah kitab ini dalam kehidupanmun sehari-hari, kemudian baca, telaah dan renungkan sehingga engkau temukan petunjuk kebenaran dan kebahagian sekaligus warning system terbaik bagi dirimu.

Selanjutnya Guru kami mengajarkan cara untuk menemukan buku ini dalam diri kita, yaitu dengan mengetuk pintu hati nurani; bersikap jujur terhadap diri sendiri seraya melakukan muhasabah (intropeksi). Kejujuran diri menjadi kunci utama untuk mengakses kitab ini, karena ia adalah kitab kejujuran yang hanya akan menampakkan dirinya ketika dusta dan hipokrisi sirna dari diri. Ketika diri telah berlaku jujur dan kitab pun terbentang, maka pada saat itu, setiap diri layak mendapatkan penyaksian dari Allah SWT, wa kafa billahi syahida.

Oleh : Sholahuddin Ashani, M.S.I.
(Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN Sumatera Utara)

- Advertisement -

Berita Terkini