Hedonisme Lebaran

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1442 H. Tepat jatuh pada hari Kamis 13 Mei 2021. Perayaan hari lebaran biasanya dirayakan dengan penuh khidmat oleh Umat Islam di seluruh dunia, karena telah selesai menguji diri berpuasa selama Bulan Ramadhan kemarin.

Hari Raya Idul fitri dalam ritual Islam disebut hari raya kembali pada fitrah, atau kesucian. Fitrah berarti kembali pada idealnya manusia dan tentunya kembali “putih” tanpa noda. Dalam istilahnya seperti Bayi yang baru dilahirkan tanpa dosa.

Konsep Idul Fitri ini lebih kepada penekanan sosialisme yang memiliki dampak.

Idul fitri juga dikatakan hari kemenangan, kemenangan atas melawan nafsu selama bulan Ramadhan.

Tapi ada hal yang sangat disayangkan ketika perayaan Idul Fitri. Yaitu sikap individulisme dan hedonisme yang terjadi pada Umat Islam. Sikap ini menjadi batu sanjungan sosial bagi masyarakat Islam. Malam sebelum lebaran, dimana gema takbir berkumandang, masih banyak masyarakat yang kelaparan dan meminta-minta. Anak kecil, mereka yang dieksploitasi untuk dijadikan obyek ekonomi oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Belum lagi banyak orang-orang tua yang dijalanan kelaparan dan tidur digorong-gorong.

Lalu muncul di dalam benak kita, inikah yang namanya kemenangan? Tentu tidak, tapi lihat kenyataannya, ketika kamu berwisata tetapi masih padahal tetanggamu kelaparan. Ketika kamu makan direstoran mahal, padahal masih orang di jalan kelaparan dan kita abaikan. Ketika kamu berjubel-jubel datang ke pusat perbelanjaan, padahal ada orang yang masih memakai pakaian compang-camping karena tak sanggup membeli pakaian.

Ada pembelaan dari umat Islam ketika Idul Fitri dengan menyatakan “Saya sudah bayar zakat, berarti saya sudah membantu masyarakat miskin”. Iyaa, memang benar. Tapi zakat kita itu tak mampu untuk membeli pakaian baru, tak mampu melunasi hutang orang yang terlilit hutang, tak mampu menjaga perut mereka bahkan beras yang kita berikan hanya mampu bertahan 2-3 hari. Apa yang dapat dibanggakan dari zakat kita itu? kecuali kita sudah menjalankan perintah Tuhan? Itupun karena ada perintah Tuhan untuk membayar zakat, jika tidak. Mungkin tangan kita tetap berat mengeluarkan rezeki kita.

Umat Islam terlalu membangga-banggakan pakaian barunya, sehingga mereka yang miskin yang tak mampu membeli pakaian baru hanya akan gigit jari. Umat Islam memamerkan makanan enaknya ketika berlebaran, membuat mereka yang tak mampu membuat makanan enak hanya akan menelan ludah. Umat Islam terlalu hedon memamerkan wisatanya ketempat-tempat indah hingga menyakiti hati rakyat miskin yang tak bisa melakukan wisata ketempat-tempat mahal itu.

Itukah esensi kemenangan yang umat Islam mau? Sikap pamer dan menunjukan sesuatu yang berlebih-lebihan? Apalagi ditengah-tengah sosial media saat ini, banyak yang menggunakan alat ini untuk pamer rezeki dan pamer Ibadah. Nilai-nilai luhur ibadah yang harusnya sedapat mungkin disembunyikan menjadi ajang untuk diumbarkan, agar dianggap shaleh dan sudah berbuat untuk umat.

Hedonisme menjangkiti umat Islam ketika sudah menjadikan agama sebagai manifestasi tindakan yang harus di pamerkan. Apakah hal itu salah? Tentu tidak, jika ajang itu dilakukan seadanya saja dengan niat ingin mengubah tataran sosial masyarakat agar mengikuti ajaran Islam yang benar.

Tapi apa esensi hikmah yang bisa kita tularkan kepada masyarakat ketika kita memamerkan, makanan enak kita, wisata mahal kita, dan pakaian baru kita ketika lebaran? Tidak ada, kecuali sikap Hedon kita.

Oleh : Januari Riki Efendi SSos
Penulis adalah Pegiat Literasi dan Founder dari Ruang Literasi

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
- Advertisement -

Berita Terkini