Mudik Haji dan Pandemi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Permasalahanan mudik dan haji di masa pandemi Covid-19 memiliki kesamaan implikasi. Secara maknawi mudik dipahami pulang sebentar yang diadakan setahun sekali menjelang hari raya idul Fitri. Ranah peribadatannya lebih pada hubungan vertikal antara manusia dan sosial.

Sedangkan haji, pulang sebentar, pada ranah hubungan horizontal dengan Allah yaitu pergi haji ke baitullah. Keduanya memiliki keutamaannya masing-masing yang memiliki nilai spiritual yang tidak sedikit.

Keutamaan mudik: Pertama, mengokohkan tali silaturahmi dengan keluarga, tetangga, dan warga di kampung halaman. Kedua, terdapat nuansa membersihkan kemelut dan konflik jiwa yang selama ini dilakukan ketika bekerja dan berkehidupan di kota kota besar. Jika masyarakat kota cenderung lebih individualis sedangkan masyarakat di kampung cenderung bergumun, standar ta’awunnya atau tolong menolong dan saling membantunya cukup tinggi.

Ketiga, mentadaburi diri atas asal usul kita asal kita dari mana dan bagaimana yang seharusnya dilakukan. Sedangkan keutamaan haji: Pertama, melaksanakan rukun Islam yang kelima yaitu melaksanakan ibadah haji ke baitullah bagi yang mampu. Kedua, mendekatkan diri dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT sebagaimana manasik yang bersifat tawaquf (ketaatan penuh). Ketiga, sebagai pengintrospeksi diri atas perjalanan hidup yang dijalaninya apakah sudah sesuai dengan pedoman agama. Keempat, menapak tilas perjuangan dan pengorbanan para nabi.

Pada pelaksanaannya terlihat justru tidak mudah. Sejauh ini pemerintah telah beriktiar di berbagai sektor, dari sektor kesehatan sampai dengan sektor keuangan. Sektor kesehatan menciptakan protokoler kesehatan dengan menambah jumlah alat-alat kesehatan/prokes serta tenaga manusianya. Sedangkan dari sektor keuangan, pemerintah membuat peraturan untuk mempermudah penggunaan anggaran recofusing sampai ke daerah.

Kedua sektor ini telah diputuskan melalui keputusan menteri maupun keputusan presiden. Pada ranah keagamaan, menjaga diri dari segala penyakit itu wajib sebagaimana telah diatur dalam maqoshidusyariah yaitu hifdunnafs menjaga jiwa dari bahaya fisik dan nonfisiks.

Akan tetapi bagaimana dengan permasalahan mudik yang sudah menjadi kebiasaan atau tradisi masyarakat Indonesia, bagaimana pemerintah menyikapi ini? Pemerintah pada dasarnya telah melakukan trobosan yang dinamakan New Normal. Tema new normal ini menjadi bentuk jawaban formal serta sikap negara dan bangsa dalam menghadapi penyebaran virus pandemi Covid yang sulit dibendung dengan prokes yang ada, dan pada sisi lain sebagai bentuk perubahan nilai yang telah terjadi.

Melalui new normal kelakuan sikap masyarakat terhadap sesuatu yang baru bisa dapat dicairkan dengan baik, sehingga masyarakat dapat tehindar dari penyebaran pandemi tersebut. Kendatipun pelaksanaannya tidak mudah, selain karena memerlukan anggaran yang besar selain itu juga seberapa tinggi standar kesadaran masyarakat atas peraturan dan nilai-nilai yang baru tersebut.

Kemudian, menjelang peraturan larangan mudik dilaksanakan muncul kebijakan yang menurut sebagian masyarakat tidak adil kenapa mudik dilarang sedangkan obyek wisata dibuka? Setiap negara di dunia saya kira memiliki rencana yang matang termasuk rencana negara melakukan pelarangan mudik atau membuka obyek wisata di masa pandemi. Setiap sektor Negara dalam keadaan apapun harus saling mengisi atau menambal sektor-sektor yang lumpuh, karena negara dituntut harus terus tumbuh dengan cepat.

Ukurannya negara yang bisa dikatakan berhasil bukan ditentukan pada kuat dan tidak kuatnya suatu negara melainkan ditentukan pada seberapa cepat negara memutuskan dan melaksanakan setiap kebijakan yang dibuatnya. Pemerintah harus memiliki skala prioritas pada obyek-obyek wisata yang dibuka di masa pandemi sehingga dapat meminimalisir kerumunan dan kontak sosial.

Pelaksanaan ibadah haji baru bisa dilaksanakan setelah datang pengumuman pembukaan ibadah haji dan umrah dari pemerintah Arab Saudi. Pelaksanaan protokoler kesehatan secara tidak langsung dapat menentukan pelaknaan ibadah haji, karena jika muncul masalah tersebut selain dapat didiskualifikasi. Selain itu, juga dapat merenggangkan hubungan kedua negara antara Indonesia dengan Arab Saudi.

Saya kira teridentifikasi negatif virus pandemi jamaah Indonesia pada tahun 2020 harus menjadi pelajaran betapa pelaksanaan pelayanan ibadah haji dan umroh harus disesuaikan dengan pedoman kesehtanan baik yang berlaku di negara Indonesia maupun juga Arab Saudi.

Pelaksana perjalanan haji dan umroh harus diatur dengan melaksanakan ketentuan new normal, begitu juga dengan dana jamaah haji tahun 2020-2021 yang belum digunakan seiring belum dibukanya aktivitas ibadah haji oleh pemerintah Arab Saudi harus dikelola dengan baik. Karena walau bagaimanapun juga Arab Saudi adalah tuan rumah dari dua kota suci umat Islam, Mekkah dan Madinah.

Penulis : Ono Rusyono (Dosen FISIP Universitas Ibnu Chaldun Jakarta)

- Advertisement -

Berita Terkini