Great Disruption Dalam Grand Skenario Allah SWT

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Doktrin klasik dalam semua tradisi masyarakat sepanjang peradaban manusia tidak pernah mengalami perubahan, yakni senantiasa berhadapan kekuatan baik dan kekuatan jahat.

Kekuatan baik selalu tampil dalam paras wajah yang penuh kelembutan, indah, cantik nan mempesona, menyebarkan cinta kasih dan sayang bagi semua makhluk. Sebaliknya, kekuatan jahat, tampil dalam paras wajah yang menyeramkan, penuh horor, bencana, petaka, kekerasan dan penindasan.

Keduanya merepresentasi apa yang kemudian disebut Yin dan Yang dalam tradisi Taoisme, Ahriman dan Ahuramazda dalam tradisi Soroastrianisme, surga dan neraka dalam konsepsi agama-agama samawi, dan sejumlah istilah dalam tradisi yang berbeda.

Dua kutub yang saling berlawanan itu, merepresentasi tabiat penciptaan.

Pada mulanya, langit dan bumi itu hanya satu. Lalu sang Maha pencipta memisahkannya. Langit ditinggikan serta dibina pengembangannya dan bumi dihamparkan, dijaga keseimbangannya dengan menghadirkan gunung-gunung yang terbentuk dari saling bertubrukannya lempeng-lempeng besar daratan, berenang di atas kawah lahar dari panas yang dihasilkan oleh energy dari dalam inti bumi.

Keseluruhan pergerakannya menciptakan sistem kosmik dari semesta raya.

Skenario besar itu demikian nyata, namun tidak banyak manusia yang mau menerimanya bahwa semua itu ada dalam suatu skenario dari Yang Maha Pencipta. Hanya mereka yang dianugerahi pengetahuan mendalam yang mampu memahaminya.

Sementara mereka yang tidak berilmu akan mengatakan bahwa semua itu terjadi secara spontanitas, tanpa adanya skenario atau tanpa adanya pengaturan. Maka, manusia kemudian terbelah menjadi dua kelompok besar dalam memahami penciptaan.

Kelompok yang berilmu dan kelompok yang tidak berilmu, atau berilmu namun sesat dalam membangun paradigma keilmuannya. Kelompok yang terakhir inilah yang seringkali merusak tatanan, menghacurkan keseimbangan, dan disebut dholim dalam tradisi agama.

Dalam skenario besar yang Allah tetapkan itu, memang jumlah populasi manusia yang tidak berilmu selalu jauh lebih besar dari mereka yang berilmu. Namun, peran perubahan ke arah kemajuan hanya diberikan kepada mereka yang berilmu.

Sementara mereka yang tidak berilmu senantiasa memerankan lakon sebaliknya, perusak tatanan.

Baik yang berilmu, maupun yang tidak berilmu sesungguhnya keduanya sedang dimainkan oleh Sang Yang Maha pembuat skenario dengan perbedaan pada level kesadaran keterlibatan dalam permainan peran. Mereka yang berilmu secara sadar memainkan perannya sesuai alur skenario, sementara mereka yang tidak berilmu, terlibat dalam ketidaksadaran mereka terhadap grand skenario yang sedang dimainkan.

Tentu dengan mudah dapat dipahami bahwa mereka yang terlibat dalam alur skenario karena berilmu pengetahuan, melakoni berbagai keadaan dan situasi perubahan demi perubahan dari setiap tahapan-tahapan agenda, dalam detil rencana yang telah terbaca mengikutinya dengan penuh kenyamanan, kenikmatan, dan tanpa disertai rasa kecemasan.

Sebaliknya, mereka yang tidak berilmu, mengikuti secara tidak sadar perubahan demi perubahan agenda, serta tahapan-tahapannya dalam suasana cemas, gelisah dan penuh penderitaan. Tidak ada keraguan bagi mereka yang berilmu pengetahuan. Bagi mereka hanya terdapat nikmat atas karunia-Nya.

Mereka telah memahami akhir dari tujuan pergerakan dalam grand skenario, bahwa semuanya akan menuju kepada suatu titik perjumpaan dengan Sang Yang Maha Agung.

Tentu saja, bagi mereka yang tidak berilmu, dapat bergeser menjadi berilmu, dengan kehendak Allah, Tuhan pemilik skenario, sebaliknya mereka yang berilmu dapat kehilangan kesadarannya, atau dikeluarkan dari perannya, jika melakukan pembangkangan terhadap Tuhan. Hal yang demikian sangat mudah dipahami bagi mereka yang berakal.

Demikianlah secara sederhana apa yang dapat dijelaskan dari fenomena yang telah nyata dalam pentas peradaban manusia, maupun dalam hukum-hukum kosmik. Simple, sederhana dan tidak sulit untuk dipahami.

Dengan pemahaman sederhana itu, mereka yang berilmu akan beriman kepada Tuhan, serta senantiasa tunduk, taat dan patuh kepada-Nya dalam penyerahan diri yang paripurna. Sebaliknya, mereka yang tidak berilmu, tidak akan memperoleh iman dan senantiasa dalam ketidakmampuan mensyukuri nikmat-nikmat pemberian Allah kepada mereka.

Great Disruption dengan demikian hanya dikenal dalam kamus orang-orang yang tidak berilmu sebagai sesuatu yang menakutkan. Sementara bagi kalangan yang berilmu, great distruption memahaminya sebagai sesuatu yang normal dan biasa saja, bahwa semua itu telah sesuai dengan skenario sehingga tidak perlu risau.

Mereka yang berilmu akan meningkat keimanannya, teguh pendiriannya, dan bergembira menyaksikan keagungan penciptanya. Kepada mereka dijanjikan akhir kehidupan yang membahagiakan. Kepadanya ucapan selamat dan sejahtera disampaikan oleh para malaikat, disaksikan oleh Tuhannya dengan penuh kegembiraan.

Kepada Tuhannya mereka selalu melihat, sehingga senantiasa memiliki kesadaran terhadap setiap perubahan-perubahan yang sedang terjadi. Allah membimbing siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan keselamatan, dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya.

Maka wahai kalian yang telah meraih iman dengan ilmu pengetahuan yang benar, tetaplah berada di jalan Allah, bersama-Nya tidak perlu ada kecemasan.

Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan, nikmatilah hidangan langit pemberian Allah SWT !

Depok, Kamis April 2021

Oleh : Hasanuddin
Ketua Umum PB HMI 2003-2005
Alumni UI

- Advertisement -

Berita Terkini